Sopan Santun: Fondasi Harmoni Sosial yang Terancam
Oleh: Valina Evelyn Pranoto | PPTI 14 | 2602189354 |
Indonesia tidak hanya terkenal karena keindahan alamnya saja, tetapi kentalnya kebudayaan dan norma sosialnya yang dijunjung tinggi di mata dunia. Budaya bukan sekadar cara hidup yang dimiliki bersama, melainkan sebagai identitas bangsa dan pedoman dalam berperilaku di kehidupan bermasyarakat (Muslimah et al., 2020). Salah satu contoh yang terkenal adalah budaya kesopanan rakyat Bumi Pertiwi yang membekas di benak turis mancanegara.
Kini, budaya sopan santun kian tergerus oleh budaya asing yang marak di internet. Hal ini didukung studi Microsoft dimana Indonesia menduduki peringkat ke-29 dari 32 negara dalam hal kesopanan (CNN Indonesia, n.d.). Terlebih, rendahnya minat generasi muda dalam melestarikan nilai sosial melalui perilaku yang mengadopsi budaya luar. Contohnya, penormalisasian cara berpakaian tidak senonoh atau kurang bahan. Mengutip Healthy Children, anak muda sering menggunakan bahasa tidak pantas agar terlihat gaul, serta tidak menghormati orang yang lebih tua. Perilaku menyimpang ini mencerminkan memudarnya nilai kesopanan dalam masyarakat Indonesia (Fitrah Yani, n.d.).
Di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Budaya kesopanan harus dijaga dimanapun kita berada, terutama di tengah globalisasi. Hal ini dapat dimulai dengan penerapan tiga kata ajaib, yaitu maaf, tolong, dan terima kasih beserta budaya 3S (Senyum, Salam, Sapa). Ungkapan sederhana ini memiliki makna mendalam dan membuat orang lain merasa dihargai. Sayangnya, masih banyak yang keberatan dan terbebani banyak alasan (Zahra, n.d.). Padahal, hal kecil ini tidak akan merendahkan diri kita, justru membuat kita lebih menghargai orang lain. Dengan membiasakan diri dengan budaya santun, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih harmonis.
Perubahan nilai kesopanan perlu menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, penting untuk menyadari sopan santun sebagai landasan berperilaku. Kita harus selektif terhadap masuknya budaya asing dan tidak membiarkannya mengikis identitas bangsa. Pendidikan karakter menjadi solusi esensial dalam menguatkan nilai kesopanan dan kepercayaan diri. Hakikatnya, sopan bukan formalitas belaka, melainkan inti sosial harmonis. Dengan sopan santun, kita akan dihargai dan menambah nilai diri kita. Melalui kesadaran akan perubahan ini, masyarakat mampu membangun fondasi kuat untuk menjunjung tinggi nilai dan norma kesopanan, baik untuk diri sendiri dan bangsa.
Referensi
CNN Indonesia. (n.d.). Sebut Netizen RI Paling Tidak Sopan, Akun Microsoft Diserang. Retrieved January 4, 2024, from https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210226140821-192-611309/sebut-netizen-ri-paling-tidak-sopan-akun-microsoft-diserang
Fitrah Yani, I. (n.d.). Anak Berbicara Kasar? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya. Retrieved January 4, 2024, from https://hellosehat.com/parenting/anak-6-sampai-9-tahun/perkembanga n-anak/mengatasi-anak-berbicara-kasar/
Muslimah, K., Sidiq, A. R., & Cahyono, H. (2020). Implementasi Budaya 3-S (Senyum, Salam, Dan Sapa) Sebagai Upaya Pendidikan Karakter Masyarakat Kampung Muhajirun Natar Lampung Selatan. PROFETIK: Jurnal Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, 1(1), 12–15. https://doi.org/10.24127/profetik.v1i1.406
Zahra, M. (n.d.). Budaya Sopan Santun yang Mulai Diabaikan, Enggan Ucap Salam. Retrieved January 4, 2024, from https://www.idntimes.com/life/inspiration/mutia-zahra-4/budaya-sopan-santun-c1c2