Sekali lagi tentang Kemurahan Hati
Oleh: Kartika Yulianti
Saya terinspirasi menulis tiga artikel mini tentang kedermawanan dan the power of giving dari perspektif sains dari kebaikan hati dua profesor saya, para kolega dan sahabat profesor saya (yang juga menjadi sahabat saya) dan teman-teman saya di Nijmegen, Belanda. Karena saya bukan ahlinya, maka saya berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan di kepala saya tentang the science of generosity dengan mengumpulkan beberapa paper dan artikel ilmiah dan kemudian menerjemahkannya.
Hubungan saya dengan kedua profesor yang juga adalah promotor dan second supervisor saya sampai sekarang sangat baik, jauh di mata namun dekat di hati. Kami masih saling berkirim kabar melalui Whatsapp dan sesekali melakukan video call. Mereka juga tidak pernah lupa menanyakan kabar ibu saya.
Saya ingat ketika saya tiba di bandara Schiphol untuk memulai perjalanan studi doktoral, promotor saya sudah menunggu, padahal hari itu masih pagi sekali, sekitar pukul 6 CET. Beliau mengantar saya ke tempat tinggal saya dan memastikan kebutuhan saya setidaknya selama dua minggu pertama tercukupi. Begitu besar dukungan dan juga kesabaran mereka terhadap saya yang keras kepala ini. Pada saat paper pertama saya dipublikasi di sebuah jurnal Eropa, mereka merayakan keberhasilan itu dengan mengadakan makan malam bersama dan mengundang para kolega dan sahabat terdekat. Dengan dukungan sepenuh dan sebaik itu, perjalanan studi doktoral yang tidak mudah, terasa menjadi lebih ringan bagi saya yang waktu itu satu-satunya mahasiswa doktoral dari Indonesia di departemen Pedagogiek en Onderwijskunde.
Kedua profesor sayalah yang memberi contoh kepada saya untuk peduli dan berbagi ilmu dengan komunitas. Karena itu, mereka mengarahkan agar dua paper pertama saya dipublikasi di dua jurnal komunitas akademisi dan guru dengan interest dan fokus di bidang home-school partnership di Eropa dan Amerika Serikat. Dua paper lain, saya yang negotiated dengan mereka untuk dipublikasi di jurnal terindeks Scopus, mengingat di Indonesia sangat Scopus-minded. Alhamdulillah, dua paper saya berhasil di publikasi di jurnal terindeks Scopus Q1 dan Q2.
Begitu besar dukungan mereka, termasuk pada saat saya mengalami kehilangan dua sahabat berturut-turut di tahun 2017 dan 2018. Kehilangan terakhir membuat saya sangat berduka selama tiga bulan dari bulan Oktober sampai Desember 2018. Kedukaan mendalam yang membuat saya tidak bisa menulis disertasi. Begitu sabarnya mereka menunggu saya untuk bangkit kembali sampai akhirnya sekitar pertengahan Desember di tahun itu, mereka mengajak saya makan siang dan kemudian berjalan menyusuri sungai Waal di Nijmegen dan menonton konser musik klasik di Utrecht dan Amsterdam. Di dalam percakapan kami saat itu, mereka mengingatkan saya: “Kartika, you have come this far, you will finish your PhD journey, right?”
Fast forward to my public defence. Saya tidak menyangka sidang terbuka saya yang diadakan di aula besar universitas itu dihadiri banyak sekali profesor, kolega, teman, supir bus, teman kos dan pemilik salon langganan saya. Aula besar itu penuh!
Saya terkejut dan terkagum-kagum mendengar profesor saya membacakan laudationya. Beliau mencatat dengan sangat detail, dimulai dari kontak pertama saya dengannya via e-mail, di saat saya mencari profesor yang bersedia menjadi supervisor saya.
Dengan sangat rendah hati beliau berkata begini, “saya beruntung kolega saya di Universiteit Amsterdam, profesor pertama yang kamu minta untuk menjadi profesormu, mengenalkanmu kepada saya.” Ya, di tahun 2014, saya menghubungi profesor tersebut, namun karena ada dua fokus pada riset saya, yaitu transformational leadership dan home-school partnership, sementara beliau expertisenya hanya di transformational leadership, maka beliau mengenalkan saya kepada profesor di Radboud Universiteit Nijmegen yang kemudian menjadi promotor saya.
Promotor saya mengakhiri laudationya dengan mengingat tidak hanya berbagai happy moments kami, tetapi juga bagaimana saya bisa berhasil bangkit dari kedukaan. “We are very proud of you. Now, it is your big day, let’s celebrate it with everyone who loves and cares about you here,” begitu beliau mengakhiri laudationya.
Pada saat post-defence party, saya mendapat sweet surprise lagi. Ternyata selain memberi banyak kado dan bouquet bunga, satu departemen patungan sehingga terkumpul beberapa ribu Euro untuk saya. Mereka tahu saya ingin traveling di Eropa terakhir kali sebelum kembali ke Indonesia. Mereka tahu saya ingin ke Inggris untuk kedua kalinya dan ke Italia dan Vatican untuk mengenang sahabat saya yang berpulang di tahun 2018. Mereka tahu sebelum sahabat saya meninggal dunia, kami sudah berencana untuk jalan-jalan ke York, Inggris, kota di mana dia ingin melanjutkan studinya di University of York, juga traveling bersama ke Roma dan Vatican.
Sweet surprise dari mereka yang saya cintai di Belanda tidak berhenti ketika saya sudah kembali ke Indonesia.
Akhir tahun lalu, second supervisor saya mengirim pesan via Whatsapp. “Hi Kartika, how have you been?” Mendengar saya sedang membangun rumah dan karenanya dibuat pusing dengan pengeluaran yang cukup besar, beliau hanya menjawab: “you will be fine.”
Saya sungguh tidak menyangka keesokan harinya beliau mengirim pesan lagi dan memberi tahu bahwa promotor saya, para kolega dan sahabat ingin berkontribusi dalam pembangunan rumah saya. “Ini murni kado dari kami. Nanti kalau rumahmu yang cantik itu sudah jadi, undang kami untuk menginap di sana.”
Kalian tahu berapa nilai kado dari mereka itu? Tidak sedikit saudara-saudara! Jika dirupiahkan mencapai lebih dari 60 juta!
Tulisan yang seharusnya pendek ini sudah cukup panjang dan harus diakhiri.
Tidak hanya sekali saya menangis terharu karena kebaikan dan kemurahan hati mereka. Tidak hanya sekali saya sujud syukur atas pertolongan Tuhan melalui orang-orang yang saya cintai itu. Mereka akan selalu ada di hati dan di dalam doa-doa saya. Dan saya yakin, pada waktunya kami akan bertemu dan berkumpul kembali.