Kesejahteraan Seorang Guru Tak Seimbang dengan Kewajibannya

Oleh: Grisella Meirisia Zega

Pendidik adalah peran penting bagi bangsa untuk membentuk kepribadian seseorang menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang bernilai bagi bangsa dan negara. Pendidik memiliki kewajiban mengajar, memfasilitasi, dan memotivasi generasi bangsa untuk menjadi seorang yang berkompeten. Ada banyak profesi pendidik yang ditemukan di negara, khususnya pendidik untuk pendidikan formal di berbagai jenjang pendidikan, terkhususnya guru honorer. Guru honorer adalah salah satu pendidik yang tidak memiliki masa kerja yang tetap karena masa kerjanya tergantung pada kebutuhan instansi pendidikan formal. Lazimnya, masa kerja guru honorer minimal 3 tahun.

Kewajiban seorang guru sebagai pendidik di Indonesia tertulis pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 20 bagian a mengatakan bahwa “merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.” Guru perlu berkomitmen mengajar kepada anak-anak tentang pelajaran yang bermutu dengan profesional dan harus mampu mengevaluasi hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan mengajar seorang guru diperlukan dalam hal ini agar anak yang dididik mendapatkan pengajaran yang bermutu sehingga adanya standar kompetensi untuk menjadi seorang pendidik. Selain kewajiban, Pada Undang-Undang juga telah mengatur apa yang menjadi hak dari guru setelah mereka melakukan kewajibannya. Hak-hak yang didapatkan oleh seorang guru diantaranya seperti mendapatkan penghasilan, mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi, mendapatkan perlindungan, dan masih banyak hak yang didapatkan seorang guru ketika ia menjalankan tugasnya.

Di beberapa daerah, adanya guru honorer yang bekerja penuh waktu namun upahnya sangat minim. Menurut Permendiknas Nomor 7 tahun 2006 gaji guru bantu (honorer) setelah mengalami perubahan ketetapan adalah Rp 710.000 per bulan seperti yang telah ditetapkan di Lampiran I dan II Kepmendiknas No. 034/U/2003. Realitas yang terjadi, gaji guru honorer sekitar Rp 12.000-Rp 20.000 per jam pelajaran dan tidak dibayarkan berdasarkan waktu kerja selama sebulan. Jam kerja sebulan hanya dihitung seminggu saja bahkan beberapa guru tidak mendapat gaji honorernya selama 3 bulan.

Tidak hanya itu, guru honorer juga menduduki posisi yang rendah dimata masyarakat dan guru yang berstatus PNS. Guru honorer juga dapat diberhentikan karena kebijakan kepala sekolah tanpa mendapatkan pesangon. Guru yang mengajar pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) selama 3-5 kali dalam satu minggu mendapatkan upah berkisar Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per bulan. Besar upah yang didapatkan tentu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga dapat menimbulkan pilihan untuk menjadikan kegiatan mengajar sebagai pekerjaan sampingan atau alternatif kedua yang membuat tidak efektifnya dampak positif kegiatan belajar bagi seorang murid.

Tidak seharusnya guru mendapatkan perlakuan seperti itu terkhususnya guru honorer. Mereka telah berjasa memberikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengajar generasi dengan setulus hati setiap waktu. Guru honorer tidak hanya mengajar anak-anak tetapi juga melakukan hal lain seperti asesmen, administrasi, dan tugas lain diluar jam mengajar mereka. Guru honorer sudah seharusnya berhak mendapatkan kesejahteraan yang sebanding dengan kewajiban yang mereka lakukan. Perlu adanya penanggulangan ketetapan upah yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan jam kerja. Hal ini dikarenakan banyak guru honorer yang sudah bekerja satu bulan namun hanya mendapatkan upah sebesar satu minggu ngajar. Guru sebagai warga negara telah melakukan kewajiban mereka untuk negara, jadi sudah seharusnya mereka mendapatkan hak mereka dari negara.

Referensi:

Grisella Meirisia Zega