Harmoni Dalam Keberagaman: Pentingnya Memahami Hak Dan Kewajiban Bersama

Oleh: Hosannia Michaela Marsinta Hardiputri |PPTI 14 |2602189272 |

Indonesia, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, menekankan kesatuan dalam keberagaman, yang berarti bahwa meskipun berbeda, rakyat Indonesia tetap menjadi satu kesatuan yang utuh. Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau juga membuat negara ini kaya akan suku, agama, ras, dan budaya. Untuk mempertahankan keunikan dari perbedaan tersebut, dibutuhkan satu konsep untuk mengatur interaksi antar individu dalam masyarakat yaitu hak dan kewajiban. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan, untuk berbuat sesuatu. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan. Hak dan kewajiban sudah diatur dalam konstitusi, yakni dalam UUD 1945.

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup secara bersama (Soerjono Soekanto). Manusia, sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Oleh karena itu, saling menghargai sebagai sesama manusia yang hidup bersama merupakan hal yang seharusnya diterapkan. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, penghormatan antarindividu dalam masyarakat semakin merosot karena lebih fokus pada diri sendiri yang umumnya dikenal sebagai ‘egois’.  Menurut Sigmund Freud,  seorang psikolog asal Austria, egois mengacu pada tingkat kepribadian yang lebih primitif yang didorong oleh kebutuhan individu untuk memenuhi keinginan pribadi tanpa memperhatikan norma sosial atau kepentingan orang lain.

Dewasa kini, terdapat banyak kasus dalam masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan sosial. Salah satu contohnya adalah kasus seorang warga yang mengajukan tuntutan sebesar Rp2,6 miliar terhadap tetangganya, seperti yang dilaporkan oleh detiknews. Gugatan tersebut diajukan karena tetangganya telah menebang pohon miliknya dan mendirikan pagar pembatas di dalam kluster mereka. Sosiolog dari Universitas Indonesia Daisy Indira Yasmine berpendapat kasus macam itu mengindikasikan apa yang dia sebut tidak ada ‘sense of community’ alias defisit tenggang rasa di lingkungan pemukiman. Meski tinggal bersama dalam satu lingkungan tapi masing-masing penghuni di sana masih membawa karakter individualis. Selain kasus tersebut, terdapat juga kasus lainnya seperti adanya keributan yang mengganggu tetangga pada malam hari sampai adanya pertikaian serius yang berujung pada proses hukum.

Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita perlu memahami dan mengaplikasikan prinsip hak dan kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Penting untuk diingat bahwa untuk memperoleh hak, kita harus terlebih dahulu melaksanakan kewajiban yang kita miliki. Hal ini juga berlaku dalam konteks peghormatan; jika kita ingin dihormati maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menghormati orang lain terlebih dahulu. Walaupun setiap individu memiliki hak yang sama, namun tidak sepantasnya kita terus-menerus menuntut pemenuhan hak tanpa menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan.

Sikap egois dan tak acuh terhadap orang lain dapat merugikan hubungan antarindividu dan berpotensi merusak keharmonisan masyarakat. Oleh karena itu, melalui pendidikan karakter, anak-anak perlu diajarkan nilai-nilai seperti saling menghargai dan toleransi sejak usia dini. Dengan membentuk karakter yang positif ini, diharapkan mereka akan tumbuh menjadi warga negara yang memahami pentingnya kerjasama, kebersamaan, dan kesejahteraan bersama. Pendidikan karakter yang kuat akan memberikan pondasi yang kokoh bagi masyarakat untuk berkembang secara positif dan harmonis.

DAFTAR PUSTAKA
Toleransi dan Pendidikan Karakter: Membentuk Pribadi yang Menghargai Keanekaragaman Sosial – Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek (kemdikbud.go.id)

Peranan Penting Pendidikan Karakter bagi Siswa – Kompasiana.com

Soal Konflik Bertetangga: Tak Kenal Maka Tak Sayang (tirto.id)

Ribut Bertetangga, Jaksa KPK Gugat Tetangganya Rp 2,6 Miliar (detik.com)

Masyarakat Perkotaan Semakin Egois (sindonews.com)

Hosannia Michaela Marsinta Hardiputri