Pandangan Negatif Terhadap Agama
Oleh: Dr. Sukron Ma’mun, S.Ag., M.A
Keberadaan agama dipandang buruk oleh sebagian orang, ini karena kehadirannya dalam suatu masyarakat dapat menimbulkan perpecahan yang tak dapat dihindari. Biasanya hal ini terjadi karena ketika suatu agama muncul di suatu wilayah dengan membawa sistem kepercayaan dan ritual yang baru dengan perlahan tapi pasti telah membentuk sebuah komunitas baru yang berbeda dari komunitas pemeluk agama lain. Rasa perbedaan semakin tinggi dan jarak semakin lebar ketika para pemeluk suatu agama telah sampai pada keyakinan dan sikap bahwa agama yang mereka peluk adalah satu-satunya agama yang benar sedangkan yang lain salah dan kalau perlu dimusuhi. Sikap beragama seperti inilah yang disebut sebagai sikap fanatisme sempit/subyektif.
perpecahan antarumat beragama terjadi disebabkan para Rasul yang menjadi panutan umat telah menghadap Yang Maha Kuasa dan umat kehilangan acuan dalam hidup bersama. Mereka mulai mengklaim bahwa pemahaman, keyakinan dan agama yang mereka miliki sebagai yang paling benar. Akibatnya satu sama lain saling menyalahkan dan hanya mengakui bahwa pemahaman, keyakinan dan agama merekalah yang benar dan yang lain adalah salah. Mereka menganggap agamanya sendiri yang mampu mengantarkan manusia memasuki surga, sementara agama yang lain tidak akan mampu, puncak dari itu adalah munculnya konflik umat beragama mulai dari gesekan kecil sampai tindakan ekstrim saling membunuh satu sama lain.
Fanatisme agama merupakan penghambat bagi pengembangan toleransi beragama, bahkan sebaliknya dapat menumbuhkan sikap beragama yang intoleran sehingga kerukunan umat beragama sulit dicapai. Fanatisme agama akan mengantarkan seseorang pada sikap ekslusifisme. Sikap ekslusifisme dengan sendirinya akan membentuk polarisasi yang diistilahkan dalam psikologi sebagai polarisasi ingroup-outgroup. Ingroup menunjuk pada kelompok tempat dimana pelaku menjadi anggotanya, sedangkan outgroup menunjuk pada kelompok di luar (pelaku). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa seseorang yang berada pada suatu kelompok akan cenderung memiliki pandangan positif terhadap kelompoknya sendiri (ingroup) dan sebaliknya memiliki pandangan negatif terhadap kelompok di luar kelompoknya sendiri (outgroup). Pada saat polarisasi ingroup dan outgroup menjadi semakin melebar sehingga setiap kelompok mengklaim dirinya sebagai pihak yang “benar” dan mengklaim kelompok lawannya sebagai “salah”, bahkan dianggap sebagai “musuh” atau “setan” maka terbentuklah apa yang diistilahkan dengan istilah “radikalisme”.