Manusia dan Dimensi-Dimensinya
Oleh: Dr. Sukron Ma’mun, S.Ag., M.A
Dalam al Qur’an dijelaskan tentang proses penciptaan manusia yang berawal dari percampuran antara laki-laki dengan perempuan yang tahapan pembuahan sperma dalam janin melalui lima tahap: al-nutfah (sperma), al-‘alaqah (Segumpal darah), al-mudhgah (segumpal daging), al-‘idham (Tulang belulang) , dan al-lahm (daging). Sesuai dengan firman Allah di dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun [23] ayat 12-14,
Artinya :”Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yangdisimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kamijadikan segumpal darah, dan segumpal darah itu kami jadikan tulang belulang,lalu tulang belulang itu kami jadikan segumpal daging. Kemudian kami jadikandia makhluk yang(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, pencipta yangpaling baik”. (QS. al-Mu’minun ayat 12-14).
Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah, dalam arti berpotensi. Sebuah kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik adalah tubuh manusia yang proses kejadiannya dijelaskan di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan potensi ruhaniah adalah akal, kalbu dan nafsu.
Akal merupakan salah satu alat atau sarana yang sangat penting bagi manusia. Di samping sebagai alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang amat dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya, akal pun merupakan salah satu persyaratan mutlak bagi adanya taklif atau pembebanan kewajiban agama bagi manusia. Bahkan diakui bahwa akal merupakan metode dalam merumuskan hukum yang menduduki urutan ketiga setelah al-Qur’an dan al-Hadits yang diistilahkan dengan ijtihad.
Adapun kalbu berasal dari kata qolaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik. Kalbu mengandung dua pengertian, pertama, bersifat fisik yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Kedua, bersifat ruhaniah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, pengetahuan dan arif. Kalbu akan tetap bersih bila senantiasa dijaga dengan mengikuti tuntunan Allah Swt. Namun kalbu juga dapat menjadi hitam jika ia mempertuhankan hawa nafsu mengingkari dan mendustakan kebenaran.
Sedangkan nafsu adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu, manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang harus ditempuhnya (QS Al-Fajr [89]:27-30).
Al-Qur’an menyenyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam bentuk yang paling baik (QS al-Tin [95]: 4), dan Allah begitu sangat menghargai kedudukan manusia (QS Al-Isra [17]:70). Manusia yang beriman adalah manusia yang bisa menjaga fitrahnya dengan cara mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara harmonis. Konsep manusia utuh dipakai untuk menggambarkan manusia yang menuruti hukum-hukum Allah secara keseluruhan, dilandasi dengan berserah diri, tunduk dan ikhlas kepada Allah. Sebaliknya jika manusia tidak mampu menjaga fitrahnya dan menyia-nyiakan potensi akal. qalbu, dan nafsunya maka akan menjadi hina dan tidak bernilai (QS al-Tin [95]: 5). Disinilah bernilai dan pentinnya beriman kepa Allah Swt.