Hari Kesehatan Mental Sedunia (Serial Tulisan tentang Kesehatan Mental – 2)
Oleh: Murty Magda Pane, ST., M.Si
Memenuhi janji saya bulan lalu (September 2023), saya akan membicarakan tentang gangguan mental dalam rangka mempertingati Hari Kesehatan Mental Sedunia pada tanggal 10 Oktober 2023. Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun 2023 ini memiliki tema: “Kesehatan mental adalah hak asasi manusia sedunia universal”, dengan tagline “Pikiran Kami, Hak Kami” (https://www.who.int/campaigns/world-mental-health-day/2023).
Pada awalnya, jika menuruti ego saya sebagai manusia biasa yang memiliki banyak salah dan khilaf, akal saya agak bingung dalam mencerna kedua kalimat ini untuk dijadikan hubungan satu sama lain. Analisa awal saya adalah: jika pikiran kita adalah hak kita pribadi, bagaimana mungkin bisa sesuai dengan kesehatan mental yang merupakan hak asasi manusia secara universal? Bagaimana kalau kita merasa tidak suka akan perilaku seseorang, bahkan marah kepada orang tersebut sehingga mempengaruhi kesejahteraan psikologis kita? Sedangkan dia, pasti berperilaku tertentu karena adanya pengaruh dari pikirannya. Dia berpikir dengan mengikuti pola tertentu tentunya mengikuti nilai yang dia anut. Bagaimana kalau nilai-nilai dari 2 atau lebih orang dalam interaksinya berlainan, bahkan berlawanan atau berbenturan? Tentunya sangat mungkin bisa menyebabkan orang lain yang terlibat dalam interaksi tersebut untuk merasa tersinggung atau bahkan marah, sehingga bisa menyebabkan derajat kesejahteraan psikologisnya pada saat itu menurun, dan kalau ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang, bisa berpengaruh terhadap kesehatan mental orang tersebut?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut dan niat saya untuk membahas gangguan mental, sepertinya ada baiknya kita membahas sedikit tentang hasil survey yang dilakukan oleh Himpunan Psikologi Indonesia wilayah DKI Jakarta Raya (Himpai Jaya) pada bulan September 2023 lalu tentang kondisi kesehatan mental penduduk DKI Jakarta.
Menurut survey yang melibatkan 1.295 responden yang merupakan penduduk dengan usia produktif tersebut, kecenderungan gangguan psikologis tingkat lanjut sudah dialami oleh para responden apabila tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat (Instagram Himpsi Jaya 12.12.2023). Dari 1.295 orang responden ini, 50,55% berpeluang untuk mengalami masalah dengan kesehatan mental, 38,49% mengeluhkan penurunan energi, 36,27% mengeluhkan somatisasi, 34,19% mengeluhkan masalah kognitif terkait depresi dan kecemasan, 32,29% mengeluhkan masalah depresi, dan 14,65% mengeluhkan masalah kecemasan. Dari data ini bisa dikatakan bahwa lebih dari 50% responden (yang merupakan golongan usia produktif) berpeluang untuk mengalami masalah kesehatan mental.
Faktor risiko tertinggi adalah mengalami stress (kondisi finansial & perceraian) dan pengalaman traumatis. Dari survey tersebut juga didapatkan data tentang pengalaman sulit masa kecil (Adverse Childhood Experiences / ACE), yaitu: 65,8% setidaknya 1 ACE; 48,8% mengalami 1-2 ACE; 31,2% mengalami minimal 3 ACE; dan sebanyak 17,6% mengalami minimal 4 ACE. Ada juga data tentang kekerasan (fisik, mental dan seksual) yang pernah dialami oleh 88,7% responden, pengabaian (fisik & emosional) oleh 35% responden dan hambatan dalam keluarga pernah dialami oleh 54,9% responden. Mayoritas responden sudah memiliki informasi yang cukup tentang trauma. Sebanyak 60% responden memiliki 1 faktor risiko dan 27,7% mengalami 2 atau lebih faktor risiko.
Dari survey tersebut juga didapatkan faktor pelindung tertinggi yaitu (secara berurutan): dukungan social dari keluarga, teman, memiliki harapan & tujuan hidup, memiliki strategi pengelolaan stress dan dukungan dari pasangan. Lebih dari 55% responden memiliki 5 atau lebih faktor protektif (Hasil Survey Himpsi Jaya 2023 yang dirangkum oleh Panitia Peringatan Hari Kesehatan Mental Himpsi Jaya yang dipaparkan oleh Tri Iswardhani).
Kenyataan ini tentunya cukup berbahaya bagi masa depan Indonesia, mengingat usia produktif merupakan ujung tombak pembangunan Indonesia secara kasat mata ataupun tidak. Jadi, kira-kira, apa yang harus kita lakukan? Wah, pertanyaannya jadi bertambah banyak ya. Mari kita jawab satu per satu. Tapi, kita mulai bulan November depan ya. Jangan terputus mengikuti serial ini, sampai jumpa lagi bulan depan!