Guru Kita, Orang Tua Kita, Pahlawan Kita? (Serial Pendidikan – 1)

Oleh: Murty Magda Pane, ST., M.Si

Memperingati Hari Pendidikan Nasional sekaligus ingin menepati janji saya pada bulan November 2022 kemarin, maka tulisan ini dimaksudkan menjadi lanjutan dari tulisan saya di bulan November 2022 tersebut. Kisah perjalanan panjang sang guru yang dihormati kian hari kian pudar sejalan dengan makin pesatnya perkembangan teknologi, gaya hidup yang makin glamor, pesatnya pertumbuhan industri hiburan dan pertumbuhan perekonomian dunia.

Namun, apakah benar wibawa guru makin menurun bahkan kadang-kadang tidak lagi dihormati muridnya karena era globalisasi yang semakin gencar? Tentu saja jawabannya tidak. Justru hal tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan guru menjadi suri tauladan yang baik bagi muridnya. Banyak guru yang kurang profesional,  kurang disiplin,  dan belum mampu menjadi guru yang up to date.

Seorang guru sangat dihormati pada zaman dahulu karena guru dianggap orang yang paling pintar dan sebagai tempat satu-satunya sumber belajar siswa. Kontradiksi dengan sekarang,  siswa bisa mendapatkan berbagai informasi pendidikan melalui ribuan media belajar, bahkan kemampuan siswa lebih unggul apabila melek teknologi. Ketika pemanfaatan teknologi dilakukan secara penuh oleh siswa sedangkan guru masih berkutat dengan paradigma bahwa bagaimanapun kemampuan yang mereka miliki, guru tetaplah pahlawan yang perlu dihormati, bisa mengikis sedikit demi sedikit wibawa guru,  tercoreng, dan makin lama kian gersang dan tandus tanpa buah sehat dan segar sebagai outcome-nya.

Seorang motivator pendidikan mengatakan bahwa rasa hormat siswa yang makin punah kepada gurunya karena sang guru tidak mampu memberikan pelayanan prima dalam artian murid masih dikekang bahwa guru harus dihormati, padahal sebaliknya guru harus menghormati siswa. Dalam hal ini, menghormati tidak hanya dalam bentuk penghargaan saja tetapi guru menjadi suri tauladan,  sebagai teman, bahkan harus menciptakan budaya keayahbundaan. Untuk memberikan pelayanan prima sebagai wujud penghormatan kepada siswa maka guru harus profesional dengan pekerjaannya dan menguasai prinsip MAS LIM (Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator).

Guru diharapkan mampu menjadi manajer yang baik yaitu mampu memanajerial anak didik dan berbagai aspek pendidikan lainnya. Hal ini akan menjadi kerangka kuat untuk pondasi awal dengan harapan mampu menanamkan pengetahuan kepada siswa. Guru juga diharapkan bisa menjadi administrator unggul dengan mengadministrasi semua pekerjaan guru sebagai bahan analisis dan pertimbangan tindakan dalam proses pembelajaran. Tidak kalah pentingnya guru adalah supervisor dan leader bagi siswa karena guru diharapkan mampu menampilkan sosok pemimpin ideal yang tidak berlagak bahwa guru adalah bos.

Guru inovatif adalah guru yang menyenangkan dengan berbagai ide-ide kreatif dan inisiatif-inisiatif tepat serta efisien yang kemudian diterapkan sehingga guru dengan sendirinya dicintai siswa dan menjadi guru idola di mata siswa. Untuk merangsang ketertarikan pada proses belajar-mengajar, guru sangat diharapkan mampu menjadi the best motivator bagi siswanya, dengan afirmasi-afirmasi yang disampaikan kepada siswa diharapkan akan mampu meruntuhkan tembok kekerasan hati dan ketidakkuasaan serta ketidakyakinan yang mendera siswa menjadi rasa optimis (sumber: www.riaupos.jawapos.com > Opini – Guru yang Dihormati dan Menghormati – Abdullah).

Tapi, mengingat pentingnya kehadiran guru inovatif dan the best motivator bagi para muridnya, tentunya kita harus mengetahui apa saja persyaratan atau bagaimana cara menjadi guru seperti itu? Mari kita ikuti artikel saya bulan depan.

Murty Magda Pane, ST., M.Si