Prinsip Penyelenggaraan Pemilu (Bagian 4/12 Tulsian)

Oleh: Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.

Apa saja prinsip penyelenggaraan pemilu?  Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 3 menyebutkan: dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip:       (1) mandiri; (2) jujur; (3) adil; (4) berkepastian hukum; (5) tertib; (6) terbuka, (7) proporsional,; (8) professional; (9) akuntabel; (10) efektif, dan (11) efisien.

Menurut ketentuan Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945 yang berbunyi “Pemilihan Umum diselenggarakan oleh Suatu Komisi Pemilihan Umum yang Bersifat Nasional, Tetap, dan Mandiri. Mandiri artinya KPU bukan berada di bawah lembaga lain, untuk itu  semua keputusan dibuat berdasarkan pertimbangan sendiri. Hal ini penting untuk KPU yang  membuat jadwal tahapan-tahapan Pemilu.

Jadi inilah hakikat pemilu yang kemudian menjadi tanggung jawab terbesar KPU dan Bawaslu yakni melindungi hak pilih dan hak dipilih. Manakala dua  hak ini dilanggar, diabaikan maka, jika diadukan ke DKPP pasti diberi sanksi. Semua komisioner KPU, Bawaslu, wajib hafal pasal sakti ini.

Mandiri kaitannya dengan DKPP bahwa pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah pelanggaran terhadap prinsip kemandirian. Mandiri tertulis dalam konstitusi. Maka, penyelenggara pemilu harus mandiri. Dari sekian banyak prinsip yang sebenarnya paling utama adalah mandiri.

Prinsip mandiri itu yang menelurkan prinsip lain, ada profesionalitas, kepastian hukum, dan lain-lain, itu mengarahnya ke prinsip mandiri.  Saat KPU tidak pada posisinya, KPU dianggap diintervensi tetapi kita juga paham ada kepentingan politik, ada kepentingan pemerintahan yang harus diperhitungkan

Apa itu akuntabel dalam pemilu? Akuntabel  bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan  asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota  KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar.

Pelanggaran kode etik pemilu diatur dalam Pasal 17 yaitu: (1) Penyelenggara Pemilu yang melanggar Kode Etik dikenai sanksi; (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: (a) teguran tertulis; (b) pemberhentian sementara; atau (c) pemberhentian tetap.

Sementara itu soal pelanggaran kode etik, meskipun berdasar data DKPP perkara yang melanggar prinsip kemandirian sedikit, tapi pelanggaran tersebut bermetamorfosis ke bentuk pelanggaran prinsip yang lain.

Berdasarkan data DKPP, pertama banyak penyelenggara pemilu kabupaten/kota terutama terpilih yang sejatinya tidak memenuhi syarat karena terlibat dengan partai politik misalnya menjadi pengurus,  tim kampanye, bahkan menjadi calon anggota legislatif.  Mengapa orang-orang yang jelas tidak memenuhi syarat ini, masih lolos? Ini menjadi catatan tersendiri.

Kedua, tidak bekerja sepenuh waktu, rangkap jabatan menjadi pengurus ormas, menjadi satuan kerja Pemda, tidak nonaktif sebagai PNS, tidak nonaktif dari perusahaan. Praktik-praktik tersebut sejatinya diketahui oleh rekan kerja dari yang bersangkutan tetapi dibiarkan begitu saja. Hal ini dapat merusak prinsip kemandirian,

Untuk diketahui Pasal 117 ayat (1) huruf k Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU 7/2017) menegaskan bahwa calon Anggota Bawaslu dari tingkat pusat hingga tingkat ad hoc harus mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, jika nantinya terpilih.

Hakikat pemilu adalah ruang semua masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu. Kita menyumbang suara untuk figur yang akan mengelola dan merubah bangsa.

Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.