Pentingnya Karakter Tahu Berterimakasih
Oleh: Arcadius Benawa
Tidak sekali dua kali saya mengungkapkan akan pentingnya karakter tahu berterima kasih. Ketika saya menulis tentang pentingnya sekolah gratis 12 tahun sebagai bagian dari tugas Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, saya juga sudah menuliskannya di dalamnya sebagai bagian dari pencegahan korupsi dalam konteks penumbuh-kembangan karakter nasionalisme. Mengapa? Orang yang telah mendapatkan kebaikan dengan dibiayai negara secara gratis selama 12 tahun sehingga memiliki landasan pendidikan yang memadai, masakan akan tega mencuri uang Ibu Pertiwi, ketika ia menduduki jabatan yang berpeluang untuk melakukan korupsi. Kok kebangetan banget?! Kok tidak tahu berterima kasih banget?! Kalau toh ada pasti tidak banyak, karena ekstra ordinari itu pasti ada.
Demikian juga ketika saya menerangkan akan relasi pembentukan karakter dan pendidikan agama melalui CB Agama. Saya juga kemukakan di hadapan para mahasiswa saya bahwa Anda pun mulai dari dalam keluarga anda masing-masing telah dididik untuk tahu berterima kasih sedari kecil. Namun, kenyataannya memang harus diakui bahwa untuk tahu berterimakasih itu tidak mudah. Maka harus belajar dan diajarkan serta ditanamkan sejak kecil, agar menjadi karakter seseorang.
Orangtua kita sejak awal sudah membiasakan diri kepada kita anak-anaknya untuk tahu berterimakasih. Maka setiap kali kita diberi sesuatu oleh orang lain, kita diajari untuk mengucapkan terimakasih. Tidak hanya itu. Bahkan cara kita menerimanya pun harus menunjukkan rasa terima kasih itu dengan tangan kanan saat menerima pemberian orang lain.
Anak yang tahu berterimakasih akan terkondisikan untuk bisa menghargai apa yang diberikan orang lain padanya. Sikap dan tindakannya penuh hormat dan ada semangat belarasa atau compassion terhadap sesama. Bila sedari anak sudah tertanamkan karakter tahu berterimakasih, dia akan bisa menghargai dan menunjukkan sikap hormat pada sesama. Jika anak bisa minta maaf, dia belajar rendah hati dan mampu menyadari ketidak-sempurnaannya. Jika anak bisa minta izin atau permisi, anak akan belajar bertanggungjawab atas segala tindakannya.
Kiranya kisah Yesus yang menyembuhkan sepuluh orang kusta atas permintaan mereka bisa menjadi peneguhan bagi kita akan pentingnya karakter tahu berterima kasih. Dikisahkan di dalam Injil Lukas 17:11–19 bahwa setelah sembuh dari kustanya, rupanya hanya ada satu yang kembali kepada Yesus untuk mengucapkan syukur dan berterimakasih. Adapun orang yang datang untuk berterima kasih kepada Yesus itu adalah orang Samaria. Orang Samaria itu oleh kalangan Yahudi waktu itu dianggap sebagai orang asing, orang sebelah atau kaum yang disingkirkan. Pesan moralnya jelas, yakni bahwa karakter tahu berterima kasih itu terbentuk atau tidak, bukan tergantung pada suku, agama, ras dan golongan seseorang, tetapi ya pada karakter orang yang bersangkutan. Terbentuk tidak karakter tahu terima kasih itu di dalam diri kita?
Maka marilah kita selalu belajar untuk tahu bersyukur dan berterimakasih pada Tuhan yang selalu mengasihi semua orang tanpa membeda-bedakan. Dengan karakter tahu berterimakasih, niscaya kita akan semakin peka melihat karya-karya Tuhan bagi kita dan bagaimana kita pun boleh menjadi kepanjangan karya Tuhan bagi sesama. Kalau ayam saja setiap kali menerima rejeki ingat akan yang memberi, masakan kita tidak lebih berkarakter dari ayam? Lihat tuh ayam setiap kali menotol makanan, ia lalu menengadah untuk mengucapkan syukur dan terima kasih pada Tuhan Sang Pemberi makanan.