Pemimpin Ideal Junzi Menurut Konfusius

Oleh: Kristan

 Pengertian pemimpin ideal menurut Konfusius adalah apabila orang tersebut pantas disebut dengan istilah junzi (manusia berbudi). Junzi merujuk pada pengertian seseorang yang telah memiliki sifat Wuchang (Wuchang, adalah Lima Sifat Mulia dalam ajaran Khonghucu yang terdiri dari: Cinta kasih, kebenaran, kesusilaam, kebijaksanaa, dan dapat dipercaya) dan juga memiliki sifat Bade (Bade, adalah Delapan Sifat Mulia dalam ajaran Khonghucu yang terdiri dari: berbakti, rendah hati, suci hati, tahu malu, setia, kebenaran, dan hormat) serta menunaikan tanggung jawab terhadap kehidupan pribadinya dan kontribusi kehidupan dalam bermasyarakat. Seorang junzi tidak pernah bersikap picik ataupun berpikiran sempit, ia senantiasa berpikiran luas dan pasrah dalam pengertian luas. Di dalam kitab Lunyu [7]:37 tertulis: “Seorang junzi memiliki hati yang luas dan berlapangdada, seorang yang tidak berbudi memiliki hati yang sempit dan berbelit-belit.” Kemanapun seorang junzi melangkahkan kakinya, maka ia akan dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, karena cita-citanya telah teguh, dan sulit dipengaruhi oleh dampak dari luar yang bersifat buruk.

Sedangkan seorang yang picik, akan sulit bergaul dan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang buruk. Di dalam kitab Lunyu [13]:26 tertulis: “Seorang junzi mudah bergaul, tetapi tidak dapat dibelokkan cita-citanya. Seorang yang tidak berbudi akan dapat dibelokkan cita-citanya dan tidak dapat bergaul.”

Seorang junzi selalu berpikiraan positif sehingga segala perbuatannya selalu berdasarkan pada menjunjung tinggi kebenaran, sedangkan seorang yang tidak berbudi, pikirannya selalu negatif serta perbuatannya menuju kebawah (buruk). Di dalam kitab Lunyu [14]:23 tertulis: “Majunya seorang junzi menuju ke atas, dan majunya seorang yang tidak berbudi menuju ke bawah.

Menurut Konfusius, seorang junzi harus selalu dapat menjunjung tinggi kebenaran, sabar, dapat dipercaya, memiliki kecakapan, mandiri tanpa bergantung pada orang lain, tidak mau berebut dan selalu menjaga ucapannya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang junzi selalu mampu menjaga pikiran, ucapan dan perbuatannya terhadap norma-norma yang tidak sesuai dengan li. Di dalam kitab Lunyu [15]:18-23 tertulis: “Seorang junzi selalu berpedoman kepada hal kebenaran sebagai dasar pendiriannya. Moralitas dijadikan sebagai dasar setiap perbuatannya, senantiasa mengalah dalam pergaulan, dan selalu berusaha menyempurnakan diri sendiri dengan tingkah laku yang dapat dipercaya. “Dia akan khawatir bila ia tidak memiliki kemampuan, namun tidak khawatir jika orang lain tidak mau mengenal dirinya.

Dia pun tidak pernah risau jika sudah meninggal namanya tidak dikenang oleh orang lain.” “Seorang junzi menuntut dirinya sendiri, sementara orang tidak berbudi menuntut pada orang lain. Ia memacu dirinya untuk menuju kebajikan, tetapi tidak mau berebut dengan orang lain. Ia mau berkumpul untuk membicarakan kebajikan namun ia menolak untuk berkomplot yang tidak baik.” “Seorang junzi tidak memuji orang cuma hanya karena kata-katanya, dan juga tidak menyiakan kata-kata cuma karena siapa orangnya.” Seorang junzi senantiasa mampu mengendalikan hawa nafsu keinginan tidak baik yang dapat menurunkan kemunduran batinnya. Dengan berkontemplasi merupakan cara terbaik untuk mengendalikan hawa nafsu.

Di dalam kitab Lunyu [16]:7 tertulis: “Ada tiga hal yang harus diwaspadai oleh seorang junzi dalam menjalani kehidupan ini, ketika muda semangatnya masih tidak stabil, maka ia harus waspada terhadap keinginan hawa nafsu. Ketika ia dewasa semangatnya sedang dalam keadaan memuncak maka ia harus menjaga dirinya dalam bertentangan dengan alam dan perselisihan. Ketika ia menjelang usia lanjut maka ia harus waspada terhadap keserakahan dan ketamakkan.” Seorang junzi harus menjaga tingkah lakunya secara lurus dan benar, baik pada saat melihat, mendengar, menunjukkan perasaan hatinya, bertingkah laku, berbicara, dan bekerja. Demikian juga pada saat ia dalam keadaan ragu, marah ataupun melihat sebuah keuntungan, maka ia harus senantiasa menjaga sikapnya supaya tidak melanggar li (Kesusilaan). Di dalam kitab Lunyu [16]:10 tertulis: “Ada Sembilan hal yang harus direnungkan oleh seorang junzi:

  • Bila melihat, ia harus melihat dengan jelas,
  • Bila mendengar, maka ia harus mendengar dengan jelas,
  • Bila menunjukkan perasaan hatinya, ia harus kelihatan ramah,
  • Bila bertingkah laku, maka ia harus terlihat sopan,
  • Bila berbicara, maka ia harus ingat akan kejujuran,
  • Bila bekerja, maka ia harus berusaha dengan sebaik-baiknya,
  • Bila ragu, maka ia harus bertanya,
  • Bila marah, maka ia harus ingat akan dampak akibatnya,
  • Bila melihat adanya keuntungan, maka ia harus merenungkan baik-baik, apakah ia berhak untuk mendapatkannya.

Ada kesan utama yang senantiasa melandasi perilaku seorang junzi, dimana juga ciri khusus seperti seorang suci, yaitu dari jauh terkesan agung, dari dekat terkesan ramah, dan bila berbicara terkesan tegas dan berwibawa. Di dalam kitab Lunyu[19]:9 tertulis: “Seorang junzi selalu memberi tiga kesan yang berbeda kepada orang lain. Dari jauh ia nampak terlihat agung. Jika didekati, ia terlihat ramah. Ketika berbicara, bahasanya tegas dan berwibawa.”

Di dalam kitab Lunyu [19]:10 tertulis: “Seorang junzi yang telah mendapatkan kepercayaan dari rakyat, barulah berani memerintahkan mereka untuk bekerja keras. Apabila kepercayaan tersebut belum diperolehnya, maka ini akan dikatakan sebagai sebuah bentuk penindasan. Maka seseorang harus memperoleh sebuah kepercayaan terlebih dahulu sebelum memberi peringatan kepada atasannya. Bila belum mendapatkan kepercayaan, niscaya hanya akan disangka pandai menyalahkan orang lain. Seorang junzi senantiasa menjaga tingkah lakunya. Baginya satu kesalahan kecil sekalipun, sulit untuk tidak diketahui oleh orang lain.

Di dalam kitab Lunyu [19]:21 tertulis: “Kesalahan yang dilakukan oleh seorang junzi adalah seperti gerhana matahari dan bulan. Bila ia melakukan sebuah kesalahan, seluruh dunia akan bisa melihatnya. Bila ia segera memperbaiki dirinya sendiri, maka seluruh dunia akan mengaguminya.”

Mengenal firman Tuhan Yang Maha Esa, firman maksudnya merujuk pada nasehat dan petuah dari orang-orang suci, para raja Tiongkok kuno, menguasai ketentuan budi pekerti, dan mengetahui kandungan dari kata-kata yang terdapat dalam kitab suci, maka orang yang demikian dapat disebut sebagai junzi yang telah mengembangkan penyempurnaan diri sendiri dan mengenal manusia. Di dalam kitab Lunyu [20]:3 tertulis: “Tanpa mengenal firman Tuhan Yang Maha Esa, ia tidak dapat menjadi seorang junzi. Yang tidak mengenal li, ia tidak dapat teguh dalam pendiriannya. Yang tidak mengenal kata-kata, ia tidak dapat mengenal manusia.” Pikiran, ucapan dan perbuatan baik yang dilakukan oleh seorang junzi akan mewujudkan teladan yang baik kepada orang dan lingkungan sekitarnya, sehingga dengan demikian akan tercipta keharmonisan hidup, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagian bagi seluruh manusia di dunia.

Kristan