ANOMALI

Oleh:  Dr. Madya Andreas Agus Wurjanto, S.Th., M.Th.

Pendahuluan

Ketika kita melihat bahwa aparatur negara yang seharusnya mensejahterakan rakyat ternyata justru memelaratkan rakyat, mengeruk keuntungan hanya demi kantong kelompok sendiri dan juga pribadi, rasanya kita geram dan ingin segera memenjarakan aparatur negara yang seperti itu. Kita tentu tahu, di negara-negara yang kita anggap sekuler, ternyata jauh lebih tegas bertindak bagi aparatur negara mereka yang tega memakan uang rakyat. Pejabat yang bersangkutan bukan hanya dihukum mati, namun seluruh keluarganya dimiskinkan. Kita adalah negara religious, katanya, tapi banyak anomali terjadi di negeri kita.

Kita melihat dunia pendidikan dan lingkungan masyarakat yang seharusnya mampu memberikan teladan toleransi yang baik, justru menjadi ajang penanaman sikap-sikap intoleran yang semakin merajalela. Ada anak beragama berbeda menjadi terancam jika bersekolah di sekolah tertentu. Kerukunan antar umat beragama pun terganggu. Saat saya kecil dulu masih ada acara saling merayakan. Kami yang Kristen bertugas untuk menyiapkan acara halal bihalal, saat Idul Fitri. Lalu berikutnya nanti ketika Natal tiba, rekan-rekan Muslim bergantian akan menyiapkan acara untuk perayaan Natal kita. Langka sekali peristiwa semacam itu kita jumpai sekarang. Kini rasanya sudah jamak melihat anomali seperti itu.

Komunitas-komunitas yang seharusnya memberikan keteladanan moral, tetapi justru telah menjadi tempat dirusaknya sendi-sendi moralitas itu sendiri. Ditemukannya kasus-kasus penyimpangan seksual, penyimpangan finansial dan prilaku-prilaku menyimpang lainnya. Sehingga pilar keteladanan rasanya sangat susah sekali ditemukan di negeri kita.

Anomali: ketidaknormalan, keanehan atau penyimpangan yang terjadi dari standard baku atau kenormalan yang ada. Definisi kamusnya:

  1. tidak seperti yang pernah ada; penyimpangan dari yang sudah ada
  2. penyimpangan atau kelainan, dipandang dari sudut konvensi gramatikal atau semantis suatu bahasa
  3. penyimpangan dari keseragaman sifat fisik, sering menjadi perhatian eksplorasi (misalnya anomali waktu-lintas, anomali magnetik)

Selain dari anomali cuaca, benda, dan sosial ekonomi, peristiwa-peristiwa di atas adalah contoh-contoh terjadinya keanehan atau penyimpangan dari standard baku atau kenormalan yang ada.

Dunia Yang Sudah Tercemar

Inilah situasi dan kondisi yang kita tahu harus kita hadapi di kehidupan nyata. Semua peristiwa tersebut seolah menjadi sebuah kewajaran. Otak dan nalar kita sudah mulai terbiasa menerima itu semua, karena apa? Karena terpaksa. Inilah strategi licik Iblis untuk merestorasi cara berpikir kita: Sampaikanlah kebohongan itu berulang-ulang, sampai akhirnya orang menganggap hal itu sebagai kebenaran. Itu dia yang sedang terjadi di kehidupan nyata kita. Bahwa semakin banyak anomali yang akan terjadi di dalam hidup kita, hanya dalam tujuan supaya tipu muslihat Iblis bisa berhasil. Otak kita terus menerus dijejali dengan keanehan-keanehan itu sampai akhirnya otak kita menyerah dan berkata, “…aahh itu sudah biasa….” Sampai lama-lama kita akan dengan tegas berkata “…memang harus begitu caranya…itu cara yang terbaik yang harus kita lakukan….” Mata kepala kita menyaksikan sendiri, bahwa justru kebenaran dipecundangi, dan banyak penyimpangan ditoleransi. Anomali memang! Inilah indikasi bahwa dunia kita ini memang sudah tercemar.

Mari Bersihkan Bersama

Akankah kita membiarkan itu terjadi? Tentu tidak! Setiap kita yang masih memiliki kesadaran akan kehidupan, pasti tidak menginginkan hal itu terus terjadi. Kita menginginkan berbagai anomali yang terjadi di sekitar kita dapat semakin berkurang bahkan hilang sama sekali. Pertanyaan sederhana yang akan muncul adalah cara termudah untuk melawan bahkan menghilangkan berbagai anomali tersebut adalah dengan terus membagikan kebaikan. Ibarat seperti air bersih yang terus kita tuangkan, jika kebaikan terus kita lakukan, maka berbagai kekotoran yang ada di cawan kehidupan berbangsa dan bernegara kita dapat kian hari – kian tersingkirkan.

Mari terus tuangkan air kebaikan kepada siapapun yang ada bersama dengan kita; keluarga kita, anak istri/suami kita, tetangga kita, rekan kerja kita, dan setiap warga bangsa Indonesia yang berjumpa dengan kita. Semoga anak cucu kita suatu saat nanti akan menikmati Indonesia dalam suasana yang berbeda, suasana yang tata tenterem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi.

Dr. Madya Andreas Agus wurjanto, S.Th., M.Th.