12 Kharakter Moral Penting dalam Pancasila: [7] Kebijaksanaan

Oleh: Dr. Iwan Irawan

Kebijaksanaan adalah sesuatu yang sulit untuk didefinisikan, tetapi kita mengetahuinya ketika kita melihatnya. Orang bijak tetap tenang dalam suatu krisis. Mereka dapat melangkah mundur dan melihat gambaran yang lebih besar. Mereka perhatian dan mampu melakukan refleksi diri. Mereka menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, mempertimbangkan perspektif lain, dan ingat bahwa dunia selalu berubah. Kebijaksanaan tidak boleh disamakan dengan kecerdasan. Meskipun kecerdasan membantu, Anda bisa menjadi pintar tetapi tidak bijaksana. Orang bijak menoleransi ketidakpastian dan tetap optimis bahwa masalah rumit pun punya solusinya. Mereka bisa membedakan mana yang benar.

Kebijaksanaan diartikan sebagai kecerdikan seseorang dalam menggunakan pikiran berdasarkan pengalaman dan pengetahuan; dengan keterpaduan pikiran, emosi dan perilaku; kesediaan untuk mengevaluasi diri, menilai dan memutuskan permasalahan, sehingga tercipta keselarasan antara individu dan lingkungan. sesuatu yang setiap orang harus memilikinya. Sebab, kearifan menuntun kita untuk selalu berbuat benar, sehingga menjaga keharmonisan masyarakat. Dengan cara ini, kedamaian dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan dunia lebih mudah tercapai. Temuan Sahrani et al. (2014) menemukan bahwa orang bijak merefleksikan pengalaman hidup mereka yang sulit. Setiap orang kemungkinan besar pernah mengalami pengalaman hidup yang sulit, dan pengalaman tersebut bersifat pribadi dan subjektif bagi orang yang mengalaminya. Maka apabila ia melakukan refleksi diri atau mengevaluasi pengalaman tersebut dengan cara-cara yang sesuai dan benar (misalnya dengan strategi refleksi self-distanced), ia pun dapat berpotensi menjadi orang yang bijaksana.

Lima Ciri Orang Bijaksana Menurut Pendapat Orang Indonesia. Kelima ciri tersebut adalah: (a) status spiritual dan moral (taat, beragama/setia, taat beragama, amanah, hidup sederhana/rendah hati, bertutur kata lembut/lemah lembut/sopan, tegas dan tegas), (b) keterampilan interpersonal. (murah hati, rela berkorban, baik hati kepada semua orang, ikhlas, mengayomi/melindungi, toleran, penuh pengertian), (c) kemampuan menilai dan mengambil keputusan (melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang, lebih memperhatikan kepentingan orang lain) (d) kondisi pribadi (internal provinsi, bertanggung jawab, konsisten, percaya diri), dan (e) kemampuan khusus/istimewa (cerdas/kompeten, intuitif, berpengetahuan, perseptif, penyayang).

Cita-cita kearifan Hikmat Kebijaksanaan mencerminkan orientasi etika, sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat rakyat dan berlandaskan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut, Mohamed Hada menjelaskan bahwa “demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia bukanlah rakyat yang mencari suara terbanyak, melainkan rakyat yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” Orientasi etis (kebijaksanaan) ini dicapai melalui nalar, kebijaksanaan konsensus, dan komitmen terhadap keadilan, yang dapat mengarah pada toleransi dan sintesis positif, sekaligus mencegah kekuasaan didominasi oleh apa yang disebut Bongcarno sebagai “kediktatoran mayoritas” (mayority diktator). ) dikendalikan. ) dan “pemerintahan minoritas” (tirani segelintir orang)..

Ungkapan “hikmah kebijaksanaan” pada sila keempat tercermin dalam sikap jujur. Kejujuran mengupayakan nilai-nilai cinta keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan rakyat sebagai nilai-nilai ideal. Perjuangan melalui sistem musyawarah perwakilan. Musyawarah tidak dilakukan atas nama oligarki dan perwakilan tirani. Karena hampir tidak ada oligarki dan tirani yang jujur. Kejujuran adalah suatu keharusan bagi setiap manusia di muka bumi. Kejujuran adalah komoditas langka dan mahal di muka bumi. Kejujuran musyawarah perwakilan justru tergiur dengan celah-celah hedonis. Orang yang rasional harus jujur, mengandalkan kemanusiaan, dan memperlakukan orang lain dengan adil. Hal ini wajar dalam kehidupan dan sesuai dengan nilai moral yang dijunjungnya. Hanya ada sedikit keadilan dalam sistem kehidupan sosial, dan hanya sedikit keadilan dalam politik. Tapi rasanya agak normal. Sepertinya hanya ada sedikit orang jujur ​​di negeri ini.

Referensi

Sahrani, R., Matindas, R. W., Takwin, B., & Mansoer, W. W. (2014). The role of reflection of difficult life experiences on wisdom. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 40(2), 315-323.

Sahrani, R., Suyasa, P. T. Y. S., & Basaria, D. (2018). Kebijaksanaan berbasis Pancasila dan pengukurannya. Dalam Seri Sumbangan Pemikiran Psikologi untuk Bangsa 3: Psikologi dan Pendidikan dalam Konteks Kebangsaan (hal. 433-455). Jakarta, Indonesia: Himpunan Psikologi Indonesia

Latif, Yudi, Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan, Mizan, Bandung, 2014

Latif, Yudi, Revolusi Pancasila, Mizan, Bandung, 2015.

Iwan Irawan