Toleransi Sebagaimana Adanya

Oleh: Silverius CJM Lake

Mengikuti Sidang Promosi Doktor Laurensius Ataupah sehari yang lalu, sungguh menarik. Promovendus harus memertahankan disertasi, hasil penelitian dan penulisan tugas akhir pada jenjang pendidikan tertinggi. Hal yang diteliti dan disusun yaitu tentang “Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan Dalam Memelihara Keberagaman dan Toleransi Guna Mewujudkan Masyarakat Pancasila di Indonesia”. Dalam konteks tersebut, “toleransi” menjadi kata kuncinya. Sejarah bangsa Indonesia mulai dari Periode Awal Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, sampai dengan Orde Reformasi, tetap bertumpu pada “toleransi”, serta memakai kata kunci tersebut untuk membuka dan menerapkan etika Pancasila. Dalam struktur tersebut, toleransi menjadi salah satu nilai moral Pancasila yang applicable. Dan, hal ini masuk akal serta masuk dalam mata-matakuliah yang dikelola CBDC. Dengan demikian toleransi selain masuk dalam struktur perkuliahan seperti tugas dan ujian bagi mahasiswa, ia pun diterapkan mahasiswa dalam hidup beragama dan bermasyarakat. Praktik hidup dan tindakan baik mahasiswa di tengah masyarakat merupakan salah satu pembuktian kebenaran disertasi sang promovendus di atas. Selanjutnya, kata kunci “toleransi” yang dipakai dalam riset disertasi tersebut menunjukkan kegunaan dan korelasi dengan kehidupan masyarakat Indonesia di tengah keberagaman.

Untuk menunjukkan betapa penting toleransi dalam keberagaman masyarakat Indonesia, perlu melihat juga Jajak Pendapat Litbang Kompas tentang toleransi. Pada bulan November 2022 yang belum terlalu lama berjarak dari situasi kini, 72,6 persen responden menilai masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi. Hal ini dapat dipahami dengan baik karena masyarakat Indonesia masih memegang teguh komitmen moral dan integrasi dengan nilai moral toleransi. Salah satu pertanyaan penting dalam jajak pendapat tersebut, “apa yang membawa Anda khawatir dengan sikap toleran pada tahun 2024 nanti” (tahun politik) Pertanyaan ini dijawab oleh 24,8 responden dengan menyatakan bahwa masyarakat umum masih belum dewasa dalam politik. Secara singkat jawaban responden tersebut mengingatkan bahwa watak moral bangsa dalam toleransi harus dibangun. Kualitas Character Building Pancasila, Kewarganegaraan, dan Agama yang penuh dengan nilai moral antara lain toleransi harus dijaga baik pada level nilai dan norma maupun pada level praktik hidup setiap hari.

Dalam kehidupan praktis, sering terdengar atau terlihat bahwa tindakan “Si A” toleran, sementara “Si B” intoleran. Barangkali setiap orang memiliki prinsip untuk bertindak, berperilaku, dan interaksi sosial. Perilaku respek dan tradisi yang baik patut dijalankan sementara tindakan dan interaksi yang menyimpang tentu tidak perlu dilakukan agar tidak menyimpan kekhawatiran yang berkepanjangan. Karena itu, sebagai warga negara yang baik, nasionalis, dan toleran patut menjaga dan memelihara kualitas moral tersebut di bumi Indonesia. Sehingga potret Indonesia sebagai negara yang toleran terhadap keberagaman menjadi patokan dan prinsip warganya. Semoga bahan kajian toleransi dalam disertasi doktoral serta jajak pendapat Kompas, menjadi hal yang signifikan bagi Civitas Academica di satu sisi dan masyarakat umum di lain sisi. Marilah menghidupi toleransi sebagaimana adanya, secara khusus dalam rangka menghadapi tahun politik 2024 yang akan datang. Merdeka!

Silverius CJM Lake