Manusia Menurut Ambrose Bierce  (Bagian 2/3 Tulisan)

Oleh: Sitti Aaisyah

Bagiamana dengan kondisi kemanusiaan kita hari ini? Apakah seperti yang didefiniskan Bierce?

Hitler dengan semangat Fasisme ingin menjadikan bangsa Arya sebagai penguasa dunia dan menghabisi kaum Yahudi yang dianggap paria. Paria ini sendiri adalah suatu kaum pada masa India Kuno yang kastanya dianggap rendah oleh kasta Sudra dimana manusia tidak lebih dari binatang yang tidak diakui kehormatannya. Bangsa kulit putih menganggap rendah kaum kulit berwarna dan hitam karena menganggap warna kulit putih merepresentasikan kualitas intelektualitas manusia. Mereka lalu menganggap hanya bangsa kulit putihlah yang beradab sedang bangsa lainnya kurang atau bahkan tidak beradab. Kelompok mayoritas dengan mudah melakukan tindakan intimidatif kepada minoritas karena merasa kebenaran dapat dijustifikasi dengan jumlah. Pelaku bisnis dapat melakukan apa saja dan meninggalkan pandangan etis hanya demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa peduli akan dampak buruk kepada masyarakat dan lingkungan. Baginya, yang lain dan lingkungan hanyalah objek yang tidak bernilai.

Manusia terus memroduksi teori-teori kebenaran, bukan karena kerinduannya untuk menghadirkan kebenaran itu sendiri melainkan sebagai jargon kosong untuk diperjual-belikan di ruang publik. Lihat saja kasus yang terjadi di tahun 2021 yang lalu, yaitu sebuah organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mengusung nilai agama dan kemanusiaan yang berkonsentrasi pada penanganan korban bencana alam dan perang, petingginya justru menyelewengkan dana ummat yang jumlahnya ratusan milyar untuk kepentingan pribadinya. Contoh lainnya, pengusung environmentalisme yang mendukung penggunaan kendaraan listrik demi mengurangi produksi karbon oleh kendaraan dengan bahan bakar bensin, namun tidak berdiri di garda terdepan ketika marak terjadi pembukaan lahan tambang nikel besar-besaran yang menjadi elemen dasar dari pembuatan kendaraan listrik. Padahal, bahaya kerusakan lingkungan telah sangat nyata di hadapan kita, telah terjadi dan dampak yang lebih buruk akan terjadi. Contoh yang paling dekat, para politikus yang dalam kampanyenya selalu menyampaikan jargon perjuangan mengentaskan penderitaan rakyat, ketika berkuasa justru melakukan tindakan koruptif yang mencederai kepercayaan rakyat dan merusak tatanan kebangsaan. Praktik koruptif justru dilakukan secara bersama-sama tanpa ada rasa malu telah melakukan suatu tindakan tercela.

Sitti Aaisyah