Manusia Menurut Ambrose Bierce (Bagian 1/3 Tulisan)
Oleh: Sitti Aaisyah
Ambrose Bierce (lahir: 1842, meghilang: 1914), seorang veteran perang sipil Amerika, menulis sebuah karya yang penuh dengan humor dan nada satir berjudul “Devil’s Dictionary” (terj. Kamus Setan) yang diterbitkan pada tahun 1906. Bierce sebelumnya menuliskan leksikon definisi satirnya secara rutin di kolom koran mingguan The Town Crier selama lebih dari tiga dekade. Barulah setelah karyanya diimitasi oleh orang banyak, Bierce akhirnya memutuskan untuk mengumpulkan tulisan-tulisannya dan menjadikannya buku. Bierce termasuk penulis yang kreatif yang memiliki ide yang “nyeleneh” yang mungkin dianggap “tidak lazim” bagi orang kebanyakan.
Umumnya, proses penyusunan kamus bahasa umumnya dilakukan secara sangat serius agar dapat merepresentasikan makna suatu kata secara tepat, an sich, dan rigid. Bierce berbeda, jauh dari kesan serius, ia justru mendefinisikan kata dengan cara menjungkirbalikkan pola pendekatan pembacanya, dari pendekatan yang normatif menjadi pendekatan yang tak berpola bahkan cenderung menentang pakem/aturan yang umum diterima. Seringkali definisi yang disampaikannya jenaka, tapi tidak jarang juga bernuansa satir, yaitu ungkapan yang berupa ejekan atau kritikan atas suatu kondisi yang dipraktikkan (de facto) berbeda dari yang seharusnya (de jure). Ketidaklaziman karya Bierce itu lalu disematkan menjadi salah satu dari dari 100 karya utama literatur Amerika.
Iblis, sumber dari kejahatan, menjadi konsentrasi utama dari tulisan Bierce. Iblis sebagai entitas yang paling dibenci manusia karena akan mengantarkan manusia terlempar ke dalam neraka, tapi justru dijadikan patron oleh manusia dengan karakter alamiahnya yang destruktif. Iblis, tanpa harus bekerja keras memengaruhi manusia mengikuti rayuannya, toh manusia dengan sukarela telah menjadi pengikut iblis yang setia. Bermain dalam simbol-simbol kesalehan dan kebaikan, manusia justru menjadi makhluk jahat yang tega memakan manusia lainnya. Dalam satu bagian, Bierce mendefinisikan manusia sebagai seekor hewan yang begitu tersesat dalam perenungannya, saking semangatnya berpikir mengenai siapa dirinya, manusia justru mengabaikan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai manusia. Pekerjaan utamanya adalah memusnahkan hewan lain dan spesiesnya sendiri, serta mengembangbiakkan dirinya dengan sangat cepat sehingga spesiesnya dapat memenuhi seluruh bumi.
Ungkapan Bierca tersebut mengindikasikan bahwa manusia tak ayalnya bak kanibal yang menjalankan pabrik kanibalisme. Manusia memakan manusia lainnya sekaligus mengembangbiakkan jenis kanibal yang lebih banyak lagi. Rangkaian kejahatan yang tidak terputus, terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya demi sebuah kejayaan, kemuliaan, dan kemakmuran. Karena suatu hasrat yang berlebihan, tidak jarang manusia menghabisi manusia lainnya dengan cara yang dianggap sebagai atas nama “kemuliaan” atau “kebenaran”. Apapun itu halal dilakukan, selama ego manusia bisa berkuasa.