LEX TALIONIS
Oleh: Christian Siregar
Matius 5:38-48 “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.” (Matius 5:38).
Mata ganti mata, gigi ganti gigi atau lex talionis. Asas ini sudah dipakai dalam hukum Babilonia (seperti dalam undang-undang Hammurabi pada tahun 1780 SM). Lex talionis adalah asas bahwa orang yang sudah melukai orang lain mesti diganjar dengan luka yang sama, atau menurut interpretasi lain korban mesti menerima ganti rugi (biasanya keuangan) yang setimpal [1]. Dengan demikian ini tidak dimaksudkan dan tidak boleh ditafsirkan secara kaku atau hurufiah sehingga bisa disebut sebagai hukum balas dendam dengan sanksi yang persis sama, yang terkesan biadab karena melegalkan aksi kekerasan yang mengerikan. Sebaliknya ini bisa dilihat sebagai hukum restitusi dalam pengertian modern. Misalnya, menabrak seekor induk ayam dan ayam itu mati maka si penabrak diganjar hukuman ganti rugi 100 ribu rupiah. Itulah makna hukum restitusi (kompensasi atau ganti rugi yang setimpal, bdk. Keluaran 21:26-27). Dalam masyarakat Yahudi Perjanjian Lama, asas lex talionis menjadi pedoman atau kriteria yang disepakati bersama dalam menjatuhkan sanksi hukum, khususnya oleh aparat hukum. Alih-alih memprovokasi aksi balas dendam, asas ini justru berfungsi sebagai kontrol atas kemungkinan tindakan balas dendam dengan aksi yang berlebihan atau brutal [2].
Dalam Alkitab, istilah mata ganti mata (עין תחת עין, ayin tachat ayin) dapat ditemui dalam Perjanjian Lama, seperti dalam kitab Imamat 24:19-21, Keluaran 21:22-25, dan Ulangan 19:16-21. Namun, Yesus dalam Matius 5:39 mengatakan ” Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat untukmu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga untuknya pipi kirimu.” Ucapan Yesus ini bukan sekadar kalimat antithesis yang biasa, tetapi bermakna. Ada nuansa provokasi namun bersifat positif, kamu harus melakukan lebih. Itulah hakikat hukum kasih.
Apa dasarnya kita harus melakukan lebih dari sekadar menuntut hal yang setara atau ganti rugi yang seimbang? Jawabnya adalah kasih Bapa. Allah Bapa kita tidak pernah membedakan orang, keadilan diberlakukan dengan cara dan ukuran yang sama bagi setiap orang dari segala waktu. Mirip dengan prinsip keadilan distributif (distributive justice) dalam pengertian manusia modern. Seseorang dikasihi bukan karena ia orang baik atau telah berjasa. Sekalipun faktanya orang itu menyebalkan dan telah bertindak ceroboh, ia tetap dikasihi Allah. Kata-kata kiasan yang digunakan Yesus sangat baik, seperti Allah yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Matius 5:45). Siapakah yang dimaksud orang baik dan orang benar itu? Mereka adalah orang saleh (blameless), jujur (upright, dalam bahasa Ibr: Yassar, Ind: tulus, polos, terus terang, sebenarnya/sesungguhnya dan lurus), takut akan Allah (the feared of God), menjauhi kejahatan [3]. Dalam pergaulan umum, biasanya mereka inilah yang kita sebut pantas menerima kebaikan sebagai upah perbuatan mereka. Tetapi Yesus mengatakan, bukan hanya mereka tapi juga yang tidak seperti mereka pantas menerima kasih atau kebaikan.
Panggilan hidup menjadi seorang Kristen memang tidak mudah, sebab ukurannya adalah kasih Allah. Seperti kata Yesus, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:48). Menjadi sempurna adalah ukuran atau patokan, bukan target. Sulit namun tetap harus dilakukan. Roh Kudus memampukan kita.
Referensi
[1] Pasachoff, Naomi E.; Littman, Robert J. (2005). A concise history of the Jewish people. Rowman & Littlefield. hlm. 64.
[2] Kaiser, Jr., Walter C. (2003). Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama, Literatur Saat, hlm. 77-79.
[3] https://www.airhidup.com/article/kontes-orang-benar/