Nilai Dan Norma Bagi Seorang Mahasiswa

Oleh:  Justin Tjokro  dan Nikodemus T. Martoredjo

Selasa, 21 Februari 2023. Kondisi cuaca di pagi hari sangat mendung lalu disusul hujan deras. Karena ada kelas jam 09:20, sekitar pukul 07:40 saya buru-buru memesan ojol mobil. Sebenarnya lokasi rumah saya tidak terlalu jauh dari kampus, sehingga kalau jalan tidak macet dan tidak terkendala hujan, perjalanan ke kampus hanya memakan waktu sekitar 15-20 menit. Saat itu saya kurang beruntung, setelah 20 menit saya baru mendapat driver pertama, namun oleh aplikasi langsung di-cancel, bahkan sebelum saya bisa mengkonfirmasi pesanan melalui chat.

Selang beberapa menit, dapat driver kedua. Namun sekali lagi di-cancel tanpa menjawab pesan yang saya kirimkan. Tepat jam 08:10 saya mendapat driver ketiga dengan inisial JH dan segera mengkonfirmasi pesanan. Karena menerima respon yang baik lantas saya mengirimkan sebuah pesan singkat “Mohon bantuannya ya pak, hari ini saya ada presentasi🙏”. Singkat cerita, driver ketiga sampai ke tempat saya dan mengantar saya ke kampus.

Dalam perjalanan terjadi obrolan kecil seperti pada umumnya. Namun sesuatu tak terduga terjadi. Bapak JH sang driver mengatakan sebagai driver dia juga beberapa kali melakukan cancel orderan sebelum mendapatkan orderan saya. Beliau juga mengatakan sempat melakukan cancel satu pesanan sebelum saya karena customernya mengirimkan pesan yang nadanya kurang sopan. Lalu dia berkata: “Sebelum ini, ada satu order yang saya cancel. Dia chat saya marah-marah dengan segala macam minta buru-buru, katanya udah mau telat masuk kerja. Karena gak sopan, ya udah saya cancel”.

Kemudian, dua kalimat selanjutnya yang diucapkan beliau menjadi sebuah pelajaran penting bagi saya untuk sekaligus mengintrospeksi diri lebih dalam lagi. Katanya: “Makanya tadi saya mau jemput kamu, walaupun jauh dan macet karena hujan. Karena kamu sopan dan ngomong baik-baik, saya jadi ikut senang mau jemput kamu!”.  Beliau juga sempat menanyakan jam berapa saya akan presentasi, antusias, dan meyakinkan saya akan sampai dengan tepat waktu di kampus.

Akhirnya saya dapat tiba di kampus tepat waktu. Pada hari itu saya dan kelompok saya  giliran presentasi dengan materi Nilai dan Norma Sosial. Pada saat giliran presentasi, saya terdiam sejenak sambil lanjut mendengarkan dan memutar otak karena kembali diingatkan bentuk nyata dari nilai yang bisa dipenuhi dari norma yang ada. Dengan sekadar bentuk kesopanan yang sangat sederhana melalui satu kalimat pesan, terjadi interaksi komunikasi dua arah yang baik. Karena memperlakukan orang lain dengan baik, maka juga diperlakukan dengan baik oleh orang itu. Dan semua itu bukan sebatas karena kita secara buta mengikuti norma dan ingin mendapat sebuah imbalan, namun sudah berakar di dalam diri kita. Nilai, prinsip, moral baik kemudian perlu atau harus diimplementasikan dalam keseharian kita.

Di dalam setiap masyarakat selalu ada nilai dan norma yang merupakan hasil dari interaksi masyarakat itu sendiri. Nilai dan norma itu saling berkaitan satu sama lain dan menjadi panduan di dalam masyarakat agar dapat hidup bersama secara harmoni. Ada banyak nilai-nilai penting di dalam masyarakat yang akhirnya berubah menjadi norma. Salah satunya norma yang paling umum adalah norma sopan santun.

Norma sopan santun yang kita kenal dengan istilah tata krama, sangat penting untuk diterapkan di kehidupan masyarakat sebagai pedoman berperilaku. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan suasana yang baik dan membuat orang lain merasa nyaman berada di sekitar kita. Tata krama diperlukan untuk membangun hubungan sosial yang baik dan menunjang norma-norma kehidupan lainnya. Mengaplikasikan tata krama yang baik dalam bersikap akan membuat interaksi menjadi semakin baik.

Tata krama membuat seseorang lebih dihormati, membuat orang lain enggan untuk berperilaku kasar, membuat orang lain nyaman, yang memudahkan membangun hubungan baik dengan orang lain. Tata krama membantu terciptanya ketertiban, keserasian, keselarasan, keamanan, kedamaian dan rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat. Suasana ini juga dapat berpotensi meminimalisir konflik sosial.

Sebuah penelitian dari Harvard dan Stanford menunjukkan bahwa keterampilan teknis hanya menyumbang sekitar 15% untuk kesuksesan seseorang, selebihnya adalah terkait dengan sikap dan karakter. Situs web Beyond Etiquette menyebutkan pentingnya tata krama memupuk hubungan kerja yang positif dan dengan demikian memungkinkan seseorang menghadapi tantangan masa depan dengan kekuatan karakter dan integritas.

Nikodemus T. Martoredjo