Ibu Kota Negara
Oleh: Murty Magda Pane
Artikel ini ditulis pada bulan Februari 2022. Pada bulan ini, sepertinya berita tentang Ibukota Negara yang baru cukup menarik untuk dibahas. Dewan Perwakilan Rakyat pada 18 Januari 2022 lalu, telah resmi men-sahkan Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN). UU IKN yang rancangannya disiapkan DPR dan pemerintah disahkan lewat satu ketukan palu Ketua DPR Puan Maharani, setelah mendapat persetujuan secara aklamasi oleh para anggota rapat paripurna ke-13. DPR dan pemerintah juga menyepakati bahwa Ibu Kota Negara yang memiliki luas 56.180 hektar di Provinsi Kalimantan Timur itu, diberi nama Nusantara.
Gagasan pemindahan Ibu Kota negara sebenarnya sudah ada sejak jaman Presiden Soekarno. Pemindahan Ibu Kota negara pernah disebut Sukarno, saat meresmikan Palangka Raya sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah tahun 1957. Soekarno saat itu mengatakan ingin menjadikan palangkaraya sebagai ibu kota negara. Hal itu menurut Bung Karno sudah tertuang dalam masterplan yang ia buat sendiri dalam pembangunan kota tersebut pada masa kemerdekaan. Namun wacana pemindahan ibukota selalu timbul lalu tenggelam dalam masa-masa pemerintahan presiden sesudahnya, karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang. Barulah pada masa pemerintahan Presiden Jojo Widodo, rencana tersebut akan direalisasikan.
Apabila pemindahan ibukota negara tersebut nantinya terwujud, Indonesia akan memiliki Ibukota yang bukan merupakan kota terbesar di negaranya, mengikuti banyak Negara lainnya di dunia, seperti AS yang beribukota Whasington DC, namun kotanya lebih kecil dari New York. Demikian juga Australia yang ibukotanya Canberra, kalah besar dibanding kota Melboure dan Sydney, ataupun Beijing yang menjadi ibukota China, namun kalah besar dibandingkan dengan Shanghai
Sebagai warga negara saya menilai rencana pemindahan Ibokota ke Kalimantan Timur terseut memiliki arti yang sangat strategis. Dipilihnya Kalimantan sebagai Ibukota negara, karena memiliki beberapa alasan, diantaranya mempunyai lokasi strategis, karena bebas dari pusat gempa, disamping berada di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Disisi lain, saat ini beban Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa di Indonesia.
Saat ini beban Pulau Jawa semakin berat, dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen, PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa, dan Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan. Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat dalam hal kepadatan penduduk, dengan berbagai problematikanya.
Pemindahan ibu kota baru itu akan bisa mengurangi sesenjangan atara pulau Jawa dan luar Jawa. Indonesia memiliki wilayah yang luas dari Sabang sampai Merauke. Namun selama ini semua semua sektor terpusat di Pulau Jawa yang luasnya hanya sekitar 7 persen dari wilayah Indonesia. Pemindahan ibukota tersebut, juga merupakan upaya pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia yang tadinya berpusat di Pulau Jawa. Kenyataan ini secara psikologis juga akan memberi dampak positif bagi seluruh bangsa Indonesia karena pemerataan menjadi lebih terasa di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di Pulau Jawa saja, seperti yang terjadi sebelum ini.
Dengan pemindahan ibukota negara ini, maka pusat pemerintahan akan berpusat di Kalimantan, namun pusat perekonomian akan tetap di Jakarta. Pada akhirnya kita tidak akan selalu tergantung dengan Jakarra ataupun Pulau Jawa. Kita harus sadar bahwa semua wilayah di negara ini mempunyai hak yang sama dalam berbagai aspek. Kesan Jakarta sentris atau Jawa sentris, harus segera dihilangkan demi tetap tegaknya NKRI.
Referensi :