Sekilas Teori Mengenai Perang yang Adil
Oleh: Meitty Josephin Balontia, M.Han
Pendahuluan
Adakah perang yang benar-benar adil? Pertanyaan ini seringkali diajukan dalam upaya untuk memahami perang sebagai suatu realitas yang tak pernah bisa dihindari manusia. Sifat tak terhindarkannya bahkan dapat disejajarkan dengan kehendak manusia untuk menemukan kedamaian. Seperti apa yang disampaikan oleh Flavius Vegetius Renatus, dalam karya Epitoma Rei Militaris, si vis pacem parabellum (jika ingin damai, bersiaplah menghadapi perang), kita dapat dengan mudah memahami bahwa perang merupakan suatu kondisi yang memang tak terbantahkan dalam upaya mencapai kedamaian itu sendiri.
Karena sifatnya yang tak terhindarkan tersebut, maka manusia pun berusaha untuk mencari makna dari perang. Apa itu perang? Dan lebih jauh lagi, apa batasan dari sebuah peperangan? Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian menghadirkan berbagai pendekatan salah satunya, teori mengenai perang yang adil (just war theory). Teori ini sebenarnya merupakan salah satu dasar dari filsafat pertahanan. Filsafat pertahanan merujuk pada pandangan filosofis mengenai berbagai pertimbangan etis, politis dan strategis terhadap tindakan mempertahankan diri serta komunitas dari berbagai serangan. Fokus dari pandangan ini adalah justifikasi dan pembatasan penggunaan “paksaan/kekerasan” demi melindungi diri dan orang lain, serta implikasi dari tindakan tersebut terhadap strategi militer dan kebijakan keamanan nasional suatu negara. Artikel ini akan membahas secara ringkas mengenai apa dan bagaimana teori mengenai perang yang adil.
Teori Perang yang Adil
Konsep perang seringkali dikaitkan dengan kepentingan nasional negara-negara yang bertikai. Artinya, perang antar dua negara atau lebih seringkali terjadi dengan alasan untuk mempertahankan kepentingan nasional (Setiadji, 2021 ). Sementara itu, landasan utama dari setiap kepentingan nasional adalah mempertahankan eksistensi bangsa dan negara bersangkutan. Maka perang dapat dilihat sebagai upaya manusia untuk mempertahankan keberadaan diri dan komunitasnya. Dalam perang, para pihak yang terlibat konflik biasanya akan membuat sebuah kesepakatan bersama mengenai seperangkat aturan yang tidak boleh dilanggar bersama. Berdasarkan seperangkat aturan tersebut maka muncullah pemahaman mengenai mana tindakan yang terhormat dalam perang dan mana yang merupakan tindakan sebaliknya. Serta, apa yang secara moral diizinkan dan apa yang tidak dalam peperangan. Seperangkat aturan ini erat kaitannya dengan teori perang yang adil.
Selanjutnya, dalam sejarahnya, konsep mengenai perang yang adil sebenarnya sama tuanya dengan perang itu sendiri. Namun, teori perang yang adil telah mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Dewasa ini, teori perang yang adil merupakan warisan dari pemikir gereja yakni, Agustinus dan Thomas Aquinas. Agustinus memfokuskan pemikirannya kepada dua hal yakni, jus ad bellum (syarat yang harus dipenuhi sebelum perang terjadi) dan jus in bello (bagaimana perang tersebut dilakukan). Bagi Agustinus, sebelum memulai perang, ada syarat yang harus dipenuhi yakni, harus memiliki alasan tepat, maksud yang benar, dideklarasikan secara resmi oleh negara dengan batasan moral tertentu, serta berujung pada perdamaian (Mamahit, 2014). Senada dengan Agustinus, di kemudian hari Thomas Aquinas dalam karya Summa Theologiae memberikan syarat perang yang benar dan adil. Pertama, penguasa merupakan satu-satunya pihak yang berhak menyatakan dan memulai perang. Kedua, dapat dilakukan dengan alasan yang benar. Ketiga, harus dilakukan dengan maksud yang benar. Artinya, harus dilakukan dalam rangka mempertahankan kebaikan dan menghindari yang jahat (Mamahit, 2014).
Dari kedua pemikir di atas lantas lahirlah konsep modern tentang teori perang yang adil, yang terdiri dari dua komponen utama yakni, jus ad bellum dan jus in bellum. Jus ad bellum mengacu pada beberapa kondisi dimana perang secara moral dapat dibenarkan. Kondisi-kondisi tersebut meliputi:1. Alasan yang adil, seperti membela diri atau melindungi orang yang tidak bersalah; 2. Perang haruslah diambil sebagai pilihan terakhir jika semua alternatif telah diambil; 3. Jika perlu dilaksanakan, perang tersebut harus membawa lebih banyak manfaat dibandingkan kerugiannya; 4. Memiliki niat benar yakni, mencapai tujuan yang adil serta; 5. Hanya otoritas yang sah seperti negara lah yang memiliki hak untuk menyatakan perang.
Sementara itu, Jus in bello merujuk pada berbagai prinsip yang mengatur pelaksanaan perang seperti: 1. Prajurit harus bisa membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Artinya, harus bisa membedakan antara prajurit dan warga sipil; 2. Kerugian yang disebabkan karena adanya pengerahan kekuatan harus seimbang dengan tujuan militer; 3. Penggunaan kekuatan militer harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan militer yang sah. Artinya, tidak diizinkan untuk mempergunakan kekuatan militer secara berlebihan; 4. Memperlakukan tawanan perang dengan adil; serta; 5. Tidak diperbolehkan menggunakan cara yang pada dasarnya jahat seperti penyiksaan terhadap warga sipil.
Penutup
Teori perang yang adil dibuat dengan maksud memberikan seperangkat pedoman moral baik bagi penguasa maupun prajurit yang terlibat peperangan. Selain itu, teori perang yang adil juga menyediakan dasar untuk mengevaluasi moralitas dari perang yang dilaksanakan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa dalam kenyataanya, teori perang yang adil bersifat kompleks dan sulit untuk diterapkan. Dalam sebuah peperangan hampir mustahil jika warga sipil sama sekali tidak terkena dampak ataupun menjadi korban. Untuk itu, sebagaimana pandangan yang terdapat dalam komponen jus ad bellum, penulis tetap berpendirian, peperangan bukanlah jalan pasti melainkan jalan terakhir setelah berbagai alternatif tidak dapat dijalankan.
Bibliography
Mamahit, F. Y. (2014). Teori Perang yang Adil: Sebuah Penjelasan dan Argumentasi Kristen. Veritas, 274.
Setiadji, A. (2021 ). Arah Kemandirian Pertahanan. Jakarta: Universitas Pertahanan.
Strickland, J. (n.d.). Science How Stuff Works: Soldier. Retrieved from Science How Stuff Works: https://science.howstuffworks.com/war-drive-technological-advancement.htm