Penghargaan Manusia Sebagai Makhluk Tuhan

Oleh: Faustinus Sirken, S.S, M.A

Mohammad Hatta mengekspresikan inti sila Ketuhanan Yang Maha Esa: “masing-masing golongan bisa memahami arti Ketuhanan Yang Maha Esa itu menurut paham agamanya. Tetapi, nyatalah bahwa inti Ketuhanan Yang Maha Esa itu ialah penghargaan manusia sebagai makhluk Tuhan. Jikalau di antara manusia dengan manusia tidak ada harga menghargai, maka tidak bisa dicapai suatu susunan dunia. Di antara manusia ada yang kaya ada yang miskin, ada yang berbeda kecakapannya, ada yang bodoh ada yang pintar, tetapi sebagai makhluk Tuhan ia dipandang sama” (Yudi Latif, 2014).

Penghargaan manusia sebagai makhluk Tuhan ini, ditafsirkan atau dimaknai ke dalam semangat belas kasih dan toleran, sebagai substansi dari keyakinan etis spiritual dari prinsip atau sila Ketuhananan Yang Maha Esa.

Belas kasih. Pengalaman hidup di berbagai daerah-daerah di Indonesia memberi konfirmasi kepada founding persons bangsa Indonesia bahwa keragaman entitas adalah ciri khas atau jati diri negara Indonesia. Maka paham berketuhanan yang sesuai jati diri Indonesia ini adalah berketuhanan yang belas kasih dan toleran. Inilah berketuhanan yang berperikemanusiaan Indonesia. Secara teologis, manusia yang diyakini sebagai perwujudan cinta kasih Tuhan, harus mengembangkan belas kasih terhadap sesama manusia dan ciptaan lain sebagai makhluk Tuhan. Manusia berketuhanan terwujud melalui perilaku belas kasih, yaitu perilaku penghargaan manusia sebagai makhluk Tuhan. Kebiasaan menghargai manusia dan kemanusiaan dalam hubungan antar manusia dan antar bangsa berarti tidak membangun sekat-sekat akibat adanya perbedaan melainkan justru menerima perbedaan sebagaimana adanya.  Dalam bangsa yang multi entitas ini ketuhanan yang belas kasih yang menghargai dan mengasihi sesama, dalam pelaksanaanya memerlukan keadilan dan persamaan dalam politik serta kerelaan untuk bergotong-royong penuh toleransi positif dalam pergaulan setiap hari. Faunding persons melukiskan suasana keragaman dan hidup berdampingan secara damai melalui pengalaman berkunjung dari satu daerah ke daerah yang lain di nusantara ini. Menerima sambutan damai dari pengalaman perjumpaan dalam keragaman hidup di setiap daerah menegaskan pengakuan akan keanekaragaman sebagai identitas Indonesia.

Keanekaragaman mendasari keinginan founding persons membentuk Negara Kesatuan Indonesia sebagai wadah yang tidak retak, yang utuh yang mau menerima semua masyarakat yang beraneka entitas, yang adat kebiasaan yang berbeda namun saling menerima sebagai saudara oleh semua. Maka pentingnya kesamaan perlakuan dengan tindakan adil oleh negara kepada semua warga negara. Negara menjamin kesetaraan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tanpa memandang latar belakang entitas. Tidaklah ada warga kelas satu, kelas dua dan seterusnya hanya karena berbeda suku, berbeda bahasa daerah, berbeda agama, berbeda paham kemiskinan dan perbedaan yang lain. Saling menolong dan saling membantu serta saling mencintai itulah itulah dasar segala agama dalam menunjukan ketuhanan yang belas kasih yang berkeadilan.

Semangat berketuhanan belas kasih ini juga terwujud melalui pengalaman hidup kemasyarakatan yang berperikemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia harus bersatu, agar tercipta kebaikan dan kesejahteraan, dan agar terhindar dari kehancuran dan bahaya. Kesamaan dan keserasian pendapat adalah prasyarat terciptanya kemakmuran. Ini akan mengukuhkan rasa kasih sayang. Persatuan dan kesatuan menghasilkan kebijakan dan keberhasilan. Persatuan sebagai alat mencapai kesempurnaan. Rasa belas kasih menembus sekat-sekat keyakinan, ideologi, ras, dan etnis. Rasa belas kasih memotivasi diri untuk berprilaku memilih berpihak kepada kebenaran tanpa memandang sekat-sekat formalisme dan simbolisme.

Membangun kemanusiaan dengan maksud mengembangkan kebaikan dan menjadikan manusia sebagai manusia yang baik tanpa memandang apapun perbedaan. Semangat ketuhanan berperikemanusiaan menerangi ketulusan untuk menolong mereka yang dirundung kesusahan, kemelaratan, dan penderitaan melampaui sekat-sekat perbedaan.

Semangat ketuhanan yang belas kasih bukan hanya terpancar dalam rasa mencintai sesama manusia. Sebagai manusia makhluk Tuhan yang hidup di bumi bisa mencintai makhluk hidup yang ada di semesta alam. Maka, cara berketuhanan yang belas kasih menjadi tonggak perwujudan kehidupan yang penuh persaudaraan, perdamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup sama. Jadi, negara berdasar atas ketuhanan, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab mewajibkan pemerintah, penyelenggara negara dan warga negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita rakyat yang luhur. Kemampuan bangsa Indonesia mengembangkan sikap ketuhanan yang belas kasih dalam segala kemajemukan bangsa dapat menjadi teladan bagi perwujudan perdamaian dunia. Untuk itu, founding fathers mengingatkan seluruh rakyat Indonesia untuk sungguh-sungguh mencintai Tuhan, dan sungguh-sungguh mencintai kemanusiaan. Ketuhanan yang belas kasih dengan kepekaan rasa kemanusiaan akan mendorong sikap saling menghormati dengan kesanggupan mengembangkan toleransi terhadap keperbedaan asal-usul, keyakinan, dan pandangan.

Toleran. Kepentingan bersama dan sejarah hidup bersama menjadi landasan terciptanya hidup rukun dan berdampingan. Tradisi toleransi dan budaya rukun berasas kekerabatan dalam hubungan sosial antara masyarakat atau daerah. Merasa diri sekerabat meskipun berbeda agama, etnis, dan pulau namun membentuk kerukunan dalam berbagai ikatan kekerabatan. Dalam konteks hubungan yang luas kata saudara dipakai dasar lahirnya hubungan berasas kerabat antar beberapa daerah atau pulau sebab pendiri daerah-daerah tersebut menganggap mereka seketurunan atau hubungan bersaudara karena adanya pemberian pertolongan dari masyarakat satu daerah terhadap masyarakat dari daerah yang lain. Antara masyarakat daerah penolong dan masyarakat daerah yang ditolong, kemudian satu sama lain membangun persaudaraan lewat ikatan saudara.

Tradisi toleran terwujud melalui hidup aman dan damai yang dibangun oleh komunitas mayoritas dan komunitas minoritas. Kaum minoritas mengalami hidupnya aman dan damai di tengah dominasi komunitas mayoritas. Sikap toleran dan saling hormat masyarakat mayoritas dan masyarakat minoritas dapat bertumbuh dalam pergaulan sosial. Rasa ketuhanan yang toleransi berakar dalam tradisi kehidupan masyarakat nusantara. Semangat toleransi sebagai perilaku perikemanusiaan yang suka menolong dan bekerja sama.

Sikap ketuhanan yang toleransi dengan menghargai ragam keyakinan diperlihatkan dalam hubungan antar komunitas masyarakat yang berbeda-beda. Mengakui perbedaan sekaligus menghargai keberadaan atau kontribusi. Maka saling menghormati diyakini para founding persons sebagai bagian dari kekuatan bangsa. Dalam toleransi ada persahabatan dan hubungan sosial saling memuliakan. Saling mengakui perbedaan dan saling menghormati atau saling menghargai dalam ikatan persahabatan. Toleransi senantiasa mencari titik persamaan. Sikap toleran membuat orang tidak meniadakan, tidak memerangi dan tidak memusuhi. Saling menghormati membuat orang mengakui hak orang dan golongan lain dengan tidak diskriminatif. Sikap saling menghormati adalah modal amat penting demi kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Mengembangkan sikap toleransi melalui usaha perdamaian dan keharmonisan sosial dan kerukunan hubungan antar entitas yang beragam.

Akhirnya, nilai-nilai dasar dalam hubungan antar manusia dan antar bangsa sebagai makhluk Tuhan terwujud dalam etika hidup dasar, yaitu saling membantu, saling menolong, saling memberdayakan, saling menghargai, saling memuliakan, saling memperkembangkan, saling bekerjasama, saling menghormati, dan sebagainya. Wujud kemanusiaan seseorang sebagai makhluk Tuhan adalah memberikan manfaat kepada manusia lainnya dari kehadiran dirinya melalui tindakan dan karya hidupnya.

Jadi, sikap belas kasih dan toleran adalah keyakinan etis spiritual yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan terbukti telah menghidupi bangsa Indonesia selama sejarah hidupnya. Keyakinan etis spiritual demikianlah yang sepatutnya diinternalisasikan dalam proses Pendidikan karakter para mahasiswa ataupun Pendidikan karakter putra-putri bangsa ini.

Faustinus Sirken, S.S, M.A