Pemilu 2024: Pisau Bermata Dua Dalam Integrasi Nasional

Oleh: Putu Agus Parimartha | PPTI 13 | 2502040682

 Pemilihan umum merupakan sebuah proses demokrasi bagi warga negara dalam memilih pemimpin serta wakilnya untuk duduk di kursi pemerintahan melalui sistem pemilihan. Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia biasanya dilaksanakan selama 5 tahun sekali untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif tingkat pusat, tingkat 1 dan tingkat 2, serta kepala daerah. Indonesia saat ini tengah menuju pelaksanaan pemilu serentak pada tahun 2024. Walaupun masih tersisa 1 tahun lagi sebelum pelaksanaan, suasana persaingan dan pergejolakan antar bakal calon dan antar partai politik sudah mulai terasa. Bahkan, sudah mulai merambah ke pendukung masing-masing.

Berkaca dari proses pemilihan umum gubernur (pilgub) provinsi DKI Jakarta dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) tahun 2019, hal seperti itu memang bukanlah hal baru bagi dunia perpolitikan dan demokrasi Indonesia. Ketika pilgub DKI tahun 2017, isu identitas agama memanas akibat tuduhan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok dan akhirnya ia pun dijebloskan ke penjara. Selain itu, menjelang pilpres 2019 muncul sebutan bagi kedua calon, yaitu cebong dengan kampret, partai Allah dengan partai Setan dan poros Mekkah dengan poros Beijing. Dua contoh polemik yang terjadi ketika pemilu di atas dapat memicu terjadinya disintegrasi nasional yang tidak sesuai dengan tujuan negara.

Disintegrasi nasional merupakan sebuah keadaan dimana masyarakat kehilangan kebersatuan antar golongan dan kelompok di dalam suatu negara. Sedangkan, kebalikan dari disintegrasi nasional, yaitu integrasi nasional merupakan sebuah proses penyatuan di dalam sebuah negara dengan banyaknya perbedaan (suku, budaya, etnis, agama, dll.) untuk menciptakan persatuan dan kesatuan negara. Jika hal-hal seperti pilgub DKI tahun 2017 dan pilpres tahun 2019 kembali terjadi pada pemilu tahun 2024 mendatang, bukan tidak mungkin lagi integrasi nasional Indonesia akan terancam.

Menurut pandangan penulis, momentum pemilu 2024 ini seharusnya menjadi salah satu sarana untuk membentuk dan memperkuat integrasi nasional. Alasannya karena pemilu 2024 mendatang membantu warga negara Indonesia untuk memilih pemimpin yang berkualitas dan yang memikirkan kepentingan bersama, bukan kepentingan antar golongan ataupun kepentingan para pendukungnya saja.

Agar kejadian pemicu disintegrasi nasional seperti pada pilgub DKI 2017 dan pilpres 2019 tidak terjadi lagi pada pemilu 2024, penulis mengajak masyarakat Indonesia untuk semakin bijak dalam menentukan sosok pemimpinnya. Memilih pemimpin tidak hanya berdasarkan kesamaan tertentu, melainkan melihat kualitas kepemimpinan, tingkat komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah (problem solving) yang dimiliki. Masyrakat juga dapat semakin cerdas dalam menganalisis informasi yang ada dan tidak mudah terprovokasi berita bohong (hoax) terkait bakal calon dan partai politik yang didukung.

Disamping masyarakat, para aparat dan lembaga yang berwenang dalam menyelenggarakan pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan menjamin kualitas dan transparansi pemilu tahun 2024. Selain itu, juga diharapkan dapat dengan cepat meredam isu-isu yang muncul sehingga masyarakat dapat menjadi lebih kondusif.

Dan menurut penulis yang paling penting adalah pengendalian diri dari bakal para calon dan partai politik yang akan bertarung di kontestasi politik terbesar di Indonesia itu sendiri. Dalam melaksanakan kampanye agar tidak sampai melakukan saling serang, baik dengan pemberian julukan, penyebaran berita bohong terkait lawan politik bahkan yang paling parah adalah melakukan kampanye hitam dan kampanye negatif. Jika semua hal-hal yang disampaikan di atas berhasil dilaksanakan dapat dipastikan pemilu 2024 menjadi pemilu yang kondusif, berkualitas dan dapat menghantarkan masyarakat Indonesia menuju integrasi nasional.

Pemilu 2024 memang sebentar lagi akan terselenggara namun suasana persaingan antar bakal pasangan calon dan antar partai politik sudah sangat terasa. Jika berkaca dari pilgub DKI tahun 2017 dan pilpres tahun 2019 polemik tersebut dapat memicu disintegrasi nasional. Tentu hal tersebut sangat bertolak belakang dengan tujuan negara. Pemilu 2024 pemilu yang baik dengan adanya kontribusi dari semua lapisan masyarakat, lembaga negara dan aparat, serta dari bakal calon dan partai politik. Dengan demikian, pemilu 2024 dapat menjadi sarana untuk mewujudkan integrasi nasional.

Refrensi:

Samosir, O., & Novitasari, I. (2022). HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM CENGKERAMAN POLITIK IDENTITAS: REFLEKSI MENUJU PEMILU SERENTAK NASIONAL TAHUN 2024. Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora Dan Politik2(3), 332-346. https://doi.org/10.38035/jihhp.v2i3.1052

Putu Agus Parimartha