Menanggapi dan Menggunakan Media Sosial Untuk Tercapainya Integrasi Nasional Indonesia
Oleh: Jefferson Johan | PPTI 12 | 2502041224
Berdasarkan data oleh We Are Social, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191 juta orang pada Januari 2022 atau setara dengan 69,5% penduduk Indonesia. Media sosial yang digunakan didominasi oleh Whatsapp (Mencapai 88,7% penduduk), Instagram, Facebook, Tiktok, dan Telegram. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat fantastis bagi bangsa Indonesia dan mengimplikasikan bahwa media sosial memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran informasi di Indonesia.
Informasi yang ada internet sangatlah beragam. Mulai dari isu Politik, Sosial, Budaya, Keuangan, dll. Informasi yang diberikan ada yang positif dan ada juga yang negatif. Di tengah kemewahan dan kecanggihan teknologi sosial media, terdapat 1 masalah yang besar yang bisa mengancam integrasi nasional. Masalahnya yaitu jenis informasi dan kevalidan informasi sangatlah sulit dikontrol penyebarannya. Tak heran, banyak terjadi misinformasi dan hoax yang bertebaran di tengah masyarakat. Dampaknya tak main-main, bisa jadi berujung pada kejahatan dan penipuan.
Sangatlah sulit apabila ingin mem-filter informasi. Namun sebenarnya terdapat solusi untuk mengatasi masalah ini. Solusinya adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar tak mudah ditipu dan dikalahkan oleh sosial media. Pendidikan sejak dini merupakan hal yang sangat penting dan krusial mengingat beberapa negara seperti Singapura, Finlandia, dan beberapa negara lainnya sudah sangat fokus pada pendidikan usia dini. Untuk Indonesia sendiri, masih banyak daerah-daerah khususnya di luar Pulau Jawa yang belum tersentuh oleh pendidikan usia dini. Alhasil, masyarakat yang tinggal di daerah tidak mampu bersaing dengan masyarakat yang tinggal di kota. Masyarakat daerah hanya bisa menjadi konsumen konten dari masyarakat yang ada di kota.
Pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis (critical thinking) sangatlah dibutuhkan di era modern serba cepat saat ini. Manusia tidak bisa lagi bersikap acuh tak acuh dan masa bodoh terhadap perubahan yang ada di masyarakat. Apabila tidak cepat beradaptasi, pasti akan tertinggal. Sebenarnya Indonesia sudah mengadakan program wajib belajar 12 tahun. Namun kenyataan di lapangan, hal ini masih sangat sulit diimplementasikan. Sebagai contoh, 21.1% masyarakat Papua pada tahun 2020 tidak pernah bersekolah dan mengenyam pendidikan formal. Banyak faktor yang menyebabkan mereka tidak bisa bersekolah, namun faktor utamanya adalah akses yang sulit terhadap fasilitas pendidikan. Mereka yang ingin bersekolah harus melalui rintangan dan jalan yang terjal dan berbahaya. Ada juga yang perlu naik perahu agar bisa bersekolah.
Pada akhirnya, di sini diperlukan peran pemerintah dan swasta untuk bahu membahu meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan. Peran serta mahasiswa juga sangatlah membantu untuk mengatasi masalah ini. Sebagai contoh, di Universitas Bina Nusantara memiliki unit kegiatan mahasiswa TFI (Teach For Indonesia). Sebagai penutup, siapapun kita baik itu pelajar, mahasiswa, swasta, dan pemerintah mari kita berperan secara aktif dalam membantu Indonesia untuk mencapai cita-cita negara sebagaimana yang terdapat pada alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.