Konsep Dikotomi Kendali sebagai Upaya dalam Mempertahankan Nasionalisme
Oleh: Ni Putu Intan Paramitha Marchila Audy Dewi | PPTI 12 | 2502041281
“Aroma rempah yang mengundang kolonialisme, derita panjang yang berujung nasionalisme” – Najwa Shihab
Ratusan tahun lamanya pernah terjajah, bukan suatu hal asing dalam ingatan bangsa Indonesia. Sejarah kelam ini akan selalu ada di setiap denyut nadi dan deru nafas masyarakat kita. Hak yang direnggut; pikiran yang dibui; narasi yang dibungkam; air mata, keringat, tenaga, dan darah yang dikuras, mewarnai memori gelap yang pernah dihadapi bangsa yang besar ini, sebelum akhirnya berbuah rasa bahagia dengan kemerdekaan yang diraih pada 1945.
Perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu kita tak pantas untuk dilupakan, apalagi diabaikan. Begitu tinggi rasa nasionalisme yang mereka miliki terhadap negara ini, hingga mampu membuat anak cucu mereka kini mendapatkan hasil manis dari jerih payah yang tak pernah mengharapkan imbalan. Kisah para pahlawan Tanah Air dan semangat nasionalisme mereka memang selalu bisa menjadi suatu pegangan penting bagi kita menjalani kehidupan bernegara di Negara Indonesia tercinta. Namun, masihkah ada yang peduli pada kisah mereka di zaman sekarang? Begitu pula dengan semangat nasionalisme yang harus terus dikobarkan?
Nasionalisme sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Tak menampik fakta bahwa kini semangat nasionalisme dalam diri sebagian masyarakat kita telah menurun, bahkan mungkin memudar. Lunturnya rasa nasionalisme ini dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang memang berasal ada dari dalam negara, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar negara. Lalu, bagaimana kita bisa menghadapi kedua faktor ini dengan konsep Dikotomi Kendali yang dimiliki oleh aliran filsafat Stoikisme?
Dikotomi Kendali adalah suatu konsep yang mengajarkan kita untuk berfokus hanya pada hal yang dapat kita kendalikan dan tidak ambil pusing dengan apapun yang tidak ada dalam kendali kita. Mengapa konsep ini bisa membantu kita sebagai masyarakat Indonesia dalam membangkitkan dan mempertahankan rasa nasionalisme? Karena konsep ini mampu menciptakan pola pikir di mana kita yakin pada apa yang kita miliki dan dapat kita kendalikan, serta terus berusaha selalu melakukan yang terbaik untuk bangsa ini, tanpa terlalu mengkhawatirkan bagaimana pandangan bangsa lain ataupun pandangan saudara sebangsa terhadap kita.
Seperti yang telah disebutkan di atas, penyebab melemahnya rasa nasionalisme dapat dibagi menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Contoh faktor internalnya adalah ketika rakyat mengabaikan negaranya atau bangsanya karena merasa kecewa dengan kinerja pemerintah. Dengan memahami konsep Dikotomi Kendali, di sisi rakyat, kita akan mengerti bahwa kinerja pemerintah bukanlah suatu hal yang bisa dikendalikan, maka yang dapat kita lakukan adalah menjalankan kewajiban kita sebaik mungkin dan memperjuangkan hak yang memang kita miliki sebagai seorang warga negara. Di sisi lain, yakni sisi pemerintah, mereka akan mengerti jika segala masukan dari rakyat, baik itu yang disampaikan dengan baik maupun kurang baik, bukanlah di bawah kendali mereka sehingga mereka hanya dapat memaksimalkan apapun yang merupakan tanggung jawab mereka dan bekerja dengan lebih baik lagi demi kesejahteraan bangsa ini.
Selanjutnya, contoh faktor eksternal yang dapat kita rasakan adalah kuatnya arus globalisasi yang memberikan dampak dalam banyak bidang, seperti ideologi, sosial budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor pendukung utama dari terjadinya globalisasi adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (IPTEK). Begitu banyak informasi dan nilai baru yang dengan mudah masuk ke negara ini dan kita tidak dapat mengendalikannya. Perlahan, hal ini dapat mengarah ke adanya disorientasi nilai di masyarakat dan sebagian masyarakat mulai memikirkan kepentingan diri sendiri tanpa peduli dengan orang lain, bahkan mungkin negaranya. Inilah yang kemudian menyebabkan rendahnya rasa nasionalisme. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas kita untuk memilah lagi mana hal yang baik atau buruk bagi bangsa ini. Maka dengan memahami konsep Dikotomi Kendali, kita mengetahui bahwa kita punya kendali terhadap apa yang ingin kita lakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta dapat mengendalikan semua hal yang ingin kita tunjukkan pada dunia.
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari realita yang terjadi di sekitar kita. Jika kita sedikit lebih menaruh perhatian dan peduli pada hal-hal yang kita lihat, dengar, atau rasakan, kita akan memiliki kesadaran dan dapat menemukan lebih banyak fenomena yang terjadi di dalam negara ini dan memahami keterkaitannya dengan pemahaman yang harus dimiliki tiap individunya. Sebagai bagian dari bangsa dan negara Indonesia, kita harus mengerti bahwa niat tulus dari dalam dirilah yang dapat membantu mempertahankan rasa dan semangat nasionalisme kita sehingga persatuan dan kesatuan di negara Indonesia dapat tercapai.
Demikianlah, jika banyak dari kita yang tahu dan paham dengan konsep Dikotomi Kendali, maka akan timbul rasa bangga karena telah menjadi bagian dari bangsa besar yang terbentuk dari keberagaman ini. Konsep ini menekankan bahwa yang terpenting adalah memaksimalkan semua hal yang kita miliki dan ada dalam kendali kita, dalam hal ini adalah kita sebagai bangsa Indonesia seharusnya selalu berusaha untuk menumbuhkan dan mempertahankan semangat nasionalisme kita bagaimanapun caranya, walau banyak yang menjadi penghalangnya. Selain itu, dengan memahami konsep ini, kita dimungkinkan untuk dapat dengan bebas mengekspresikan rasa nasionalisme tanpa terlalu khawatir dengan tanggapan orang lain terhadap ekspresi diri kita. Sehingga, kita pun dapat terus mengembangkan potensi diri yang kita punya untuk membanggakan bangsa dan negara.
“Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” – Mohammad Hatta