Dari dan Untuk Generasi Muda Indonesia yang Maju dan Berwawasan

Oleh:  Renatha D.S Tuwaidan | PPTI 13 | 2502040713

 Generasi muda adalah generasi yang digadang-gadangkan sebagai pionir perubahan yang dituntut untuk peduli dan ikut berkontribusi dalam menangani isu-isu yang terjadi baik dalam skala kecil maupun skala global. Terlebih di era globalisasi yang penuh dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan mampu membantu pemuda untuk lebih kritis dalam mencari dan menyelesaikan masalah yang sedang menjadi perhatian. Tentunya perubahan akan semakin nyata dan sesuai jika mampu bersinergi dengan pemuda lain dan memulai semuanya dari hal-hal nyata yang sederhana.

Dewasa ini generasi muda mulai menyadari akan pentingnya peran mereka sebagai warga global. Mereka belajar bahwa perubahan tak kan terjadi jika kita menunggu seseorang untuk memulai, melainkan semua haruslah berawal dari diri sendiri yang nantinya akan menginspirasi orang lain untuk ikut berkontribusi. Karena menuntut pemerintah untuk melakukan perubahan saja tidak akan memberikan hasil yang maksimal tanpa dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Salah satu isu global yang kini menjadi perhatian generasi muda adalah isu tentang pendidikan.

Pendidikan menjadi salah satu kunci perkembangan dan kemajuan suatu negara. Banyak negara maju karena warganya berpendidikan dan berwawasan, sehingga ilmu yang mereka dapatkan bisa kembali diaplikasikan untuk membangun dan memajukan negeri kelahirannya. Begitupun dengan Indonesia, dengan kualitas sumber daya manusia yang melimpah, Indonesia bisa menjadi negeri yang semakin makmur jika diselaraskan dengan perbaikan sistem pendidikannya. Namun kenyataannya Indonesia masih belum mampu memberikan pendidikan yang baik dan berkualitas, bahkan jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Kondisi pendidikan di Indonesia sudah cukup memprihatinkan, ditambah dengan pandemi COVID membuat pendidikan Indonesia semakin terpuruk. Tahun 2020, menjadi tahun terberat bagi sektor pendidikan, karena seluruh metode pengajaran harus berubah menjadi daring yang membuat seluruh tenaga pengajar dan pelajar perlu menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Hal ini tentunya tak mudah, dibutuhkan waktu bagi para pengajar dan pelajar untuk kembali mendapatkan harmoni dalam proses belajar-mengajar. Terlebih karena masih banyak tenaga pengajar yang mungkin memiliki keterbatasan dalam menggunakan teknologi sehingga bobot materi yang diberikan belum bisa maksimal.

Ditengah kondisi ini penulis sebagai warga global merasa perlu ikut ambil bagian dan membantu mengatasi isu ini walaupun setidaknya dimulai dari lingkup yang kecil. Didukung dengan sikap “Gotong Royong” yang menjadi salah satu nilai kearifan lokal, membuat penulis menyadari bahwa di tengah kondisi sulit karena pandemi COVID ternyata semakin banyak pemuda lain yang ingin ikut berkontribusi untuk kembali memulihkan negeri tercinta, Indonesia. Oleh karena itu, pemuda sebagai generasi yang dinilai lebih melek teknologi pun juga bisa memaksimalkan potensi kemajuan teknologi yang ada untuk mendukung pelajar yang mungkin kegiatan belajar-mengajarnya masih mengalami banyak keterbatasan.

Salah satu bentuk respon pemuda untuk membantu sektor pendidikan dan juga salah satu hal yang bisa dilakukan penulis, yaitu mendirikan sebuah organisasi non profit bernama Bersama Belajar. Bersama Belajar sendiri dimulai dari pengalaman penulis yang juga merasakan dampak pandemi dalam kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, penulis memang sadar bahwa peran dan kontribusinya sebagai warga global diperlukan, terlebih untuk menangani hal ini. Oleh karena itulah, Bersama Belajar dibangun untuk membantu pelajar lain yang mengalami kesulitan mendapatkan materi dari sekolahnya dan bersama dengan volunteers yang berprestasi melakukan proses belajar-mengajar untuk membantu mereka menyesuaikan diri di tengah pandemi.

Ruang lingkup pelayanan Bersama Belajar, semula hanya terbatas untuk scope 10-20 orang saja dengan jenjang kelas yang diberikan terbatas. Namun, seiring meningkatnya kepercayaan pelajar bahwa Bersama Belajar mampu mendukung proses belajar mereka, kini Bersama Belajar sudah melebarkan sayapnya hingga memiliki lebih dari 600 pelajar SMP di seluruh Indonesia. Tentunya hal ini juga didukung oleh lebih dari 70 relawan yang terdiri dari pelajar SMA hingga mahasiswa untuk ikut menjadi guru bagi para peserta.

Dengan dukungan para relawan membuat penulis yakin bahwa Indonesia punya banyak sekali harapan untuk bisa menyelesaikan berbagai isu yang ada. Pemuda dengan tekad, semangat, kemauan, dan pengetahuan yang mereka miliki, ternyata masih sadar akan perannya dalam merespon isu global yang terjadi. Mereka siap bahu-membahu mendukung kegiatan positif yang memberikan dampak bagi negeri. Indonesia tak perlu takut kehilangan generasi muda untuk membangun negeri, cukup beri mereka ruang bebas untuk berkarya sesuai dengan bidang yang mereka minati.

Renatha D.S.Tuwaidan