Anonimitas Menjadi Pelumas Rendahnya Etika Digital Masyarakat Indonesia

Oleh: I Kadek Perry Bagus Laksa | PPTI 13 | 2502040676

Beberapa tahun belakangan ini, dalam sebuah survei tentang tingkat kesopanan interaksi daring yang dilakukan perusahaan raksasa Microsoft, Indonesia meraih peringkat 29 dari 32 negara. Padahal, Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan budaya ramahnya yang dibuktikan dengan perolehan peringkat ke-2 pada survei negara paling ramah yang dilakukan oleh InterNations pada tahun 2022. Hal ini tentu merusak citra Indonesia di mata asing yang dapat terjadi dengan kemunculan stereotip – stereotip negatif mengenai masyarakat Indonesia.

Dalam penggunaan teknologi digital khususnya media sosial, hal-hal negatif kerap kali bermunculan. Ketidaksopanan merupakan contoh kecil hal negatif yang dilakukan netizen Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan negativitas dalam media sosial adalah anonimitas. Pada dasarnya, anonimitas memiliki dampak positif dan negatif. Anonimitas dapat memfasilitasi kebebasan demokrasi, karena pembicara dapat berkata bebas tanpa rasa takut dan intimidasi. Namun, tanpa identitas yang jelas, banyak pengguna yang mengeksploitasi anonimitas untuk menyebarkan hoax, fitnah, ujaran kebencian dan intoleransi dengan bahasa yang tak pantas dan memecah belah.

Perbuatan orang-orang tersebut menyebabkan media digital Indonesia tak lagi dapat dipercaya hingga terasa meresahkan. Tidak adanya beban tanggung jawab, baik moral maupun material, tentu bisa mendorong seseorang untuk berani mengomunikasikan apa yang terlintas dalam hati maupun pikirannya secara spontan, tanpa harus  mempertimbangkan konsekuensinya. Tanpa kita sadari, perbuatan-perbuatan semacam itu semakin merendahkan standar etika yang ada lingkungan media sosial Indonesia. Etika berkomunikasi masyarakat digital yang sudah rendah perlahan dapat berkembang  menjadi budaya yang merugikan dan tentu bertentangan dengan citra negara yang ingin dibangun. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran dan mempromosikan etika berkomunikasi dalam masyarakat digital.

Sebagai masyarakat, kita perlu bersama-sama mempromosikan etika dan moral dalam berkomunikasi secara daring. Kita perlu memahami bahwa tindakan kita di media sosial memiliki dampak yang sama besarnya dengan tindakan kita dalam kehidupan nyata, dan kita tetap perlu bertanggung jawab atas itu. Walau kita merasa aman dengan dinding anonimitas, bukan berarti etika berkomunikasi dapat diabaikan. Selain itu, untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan industri teknologi perlu berkolaborasi untuk membangun sistem yang dapat mengontrol tindakan yang tidak etis dan juga melakukan program-program untuk mempromosikan etika berkomunikasi dalam masyarakat digital. Khususnya bagi generasi penerus yang harus tumbuh dalam lingkungan digital yang memprihatinkan ini. Hal Ini juga merupakan tanggung jawab individu untuk memastikan bahwa kita senantiasa berperilaku secara etis dan bertanggung jawab dalam berkomunikasi online.

I Kadek Perry Bagus Laksana