Relevansi Pengakuan Pelanggaran HAM terhadap Integrasi Nasional

Oleh:  Diva Amanda Putri, Doharfen Frans Rino Pardede, Kezia Oktavioni Asmaradita, Steven Sumadi, Ryan Reeves

Pada Rabu 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan “Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus sebagai Kepala Negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu,”. Presiden mengaku sangat menyesali terjadinya pelanggaran HAM dan berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana. Lantas bagaimana relevansi pengakuan pelanggaran HAM terhadap integrasi nasional?

Integrasi nasional merupakan proses penyatuan berbagai macam urusan dan perbedaan yang berada dalam sebuah negara untuk menciptakan sebuah harmoni. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari adanya perbedaan identitas sosial. Identitas sosial merupakan ciri khas yang melekat atau dimiliki oleh sekelompok orang seperti misalnya Agama, Ras, Gender, Ekonomi dan sebagainya. Integrasi nasional di sini hadir untuk menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut. Indonesia sebagai negara yang terdiri dari masyarakat yang majemuk tentu saja memiliki berbagai macam perbedaan identitas sosial. Namun semua perbedaan tersebut dapat disatukan oleh sebuah konsep yang bernama integrasi nasional. Berkaitan dengan pernyataan tersebut tentu saja memiliki pengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Saat kita ingin mewujudkan integrasi nasional di Indonesia ini, sering terjadi berbagai ancaman yang datang. Ancaman bagi integrasi nasional tersebut datang dari luar maupun dari dalam negeri Indonesia sendiri dalam berbagai dimensi kehidupan. Ancaman tersebut biasanya berupa ancaman militer dan nonmiliter. dan salah satunya adalah pada bidang hankam yaitu pertahanan dan keamanan. Pemberontakan yang terjadi adalah ancaman militer yang serius dan harus ditangani oleh bangsa Indonesia. Karena aksi pemberontakan tersebut mengancam pemerintahan yang sah, bahkan juga mengancam tegaknya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan faktor faktor yang mengancam integrasi nasional yaitu adalah seperti terhadap ancaman dari luar yaitu seperti terorisme atau pemberontakan bersenjata, yang merupakan pemecah belah bangsa dan merampas nyawa dan hak hak orang lain melanggar dan juga memecah integrasi nasional, selain itu juga faktor-faktor seperti kurangnya toleransi antar sesama warga negara dan juga rasa hormat atas adanya perbedaan juga merupakan faktor faktor yang dapat menghambat terjadinya integrasi nasional.

Pengakuan 12 pelanggaran HAM oleh Jokowi juga merupakan bentuk implementasi dari strategi untuk menjalankan dan meningkatkan integrasi nasional, dimana strategi kebijakan integrasi nasional meliputi;

Kebijakan pembangunan yang inklusif

Pengakuan ini merupakan salah satu bentuk kebijakan pembangunan mental baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Melalui pengakuan ini negara menegaskan posisinya terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi bahwa negara berdiri bersama para korban dan melawan aksi pelanggaran HAM tersebut. Dengan pemerintah yang menginisialisasi sikap anti terhadap aksi pelanggaran HAM ini, masyarakat juga akan ikut sadar dan terpacu untuk membangun sikap yang sama terhadap pelanggaran HAM. Selain itu, pembangunan mental ini juga bersifat inklusif karena pengakuan yang diberikan pemerintah tidak hanya pada kasus pelanggaran HAM di satu daerah saja, tetapi di berbagai daerah yang disebabkan oleh kelompok yang antipati terhadap HAM dari latar belakang yang beragam juga.

Kebijakan politik yang berbasis pada hak sipil, politik, dan sosial-ekonomi

Pengakuan ini merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah untuk memenuhi hak warga negara Indonesia. Pemerintah mengakui bahwa adanya kesalahan dan menyesali terjadinya peristiwa pelanggaran tersebut. Dengan pengakuan ini, pemerintah juga berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban. Para korban baik dari daerah maupun latar belakang yang berbeda harus dapat merasakan hak-hak yang sama.

Keadilan Sosial

Pengakuan Jokowi menjadi bentuk langkah awal untuk mengaktualisasikan keadilan sosial yang sebelumnya telah banyak gagal diwujudkan karena banyaknya terjadi pelanggaran HAM di masa lalu. Dengan adanya pengakuan ini, pemerintah berusaha untuk membangkitkan kesadaran bahwa tindakan-tindakan yang merusak keadilan sosial tersebut harus kita hindari dan lawan untuk demi menciptakan keadilan sosial yang sebelumnya gagal diwujudkan.

Keamanan yang berbasis pada hak sipil dan politik

Pengakuan Jokowi menunjukan keberpihakan negara pada sisi korban pelanggaran HAM. Beberapa pelanggaran HAM yang diakui oleh negara telah mencederai hak sipil dan hak politik warga negara salah satunya hak berekspresi. Peristiwa pelanggaran HAM tersebut pada masanya telah mengakibatkan trauma mendalam sehingga muncul ketakutan untuk bebas berekspresi. Ketakutan tersebut yang akhirnya menghambat partisipasi warga negara sehingga tidak memenuhi integrasi nasional antara negara dan warga negara. Oleh karena itu, adanya pengakuan pelanggaran HAM artinya negara turut memperjuangkan kenyamanan dan keamanan warga negara dalam berekspresi.

Berdasarkan perspektif karakteristik dari integrasi nasional, dapat kita lihat bahwa seluruh karakteristik tersebut telah memenuhi pengakuan pelanggaran HAM berat yang telah dibuat oleh Bapak Presiden Joko Widodo.

Dari segi karakteristik integrasi nasional secara vertikal, pelanggaran HAM berat tersebut apabila tidak diakui oleh negara bahwa mereka salah dalam menerapkan kebijakan, maka tujuan dari adanya integrasi nasional yakni menciptakan harmoni dalam kehidupan berwarga negara. Sebagai contoh pada kasus PKI, walaupun PKI sudah dihapuskan, sebagai keturunan PKI tidak memiliki keadilan sosial dalam berbagai bidang. Mereka yang menjadi garis keturunan dari seorang PKI akan sulit untuk mendapatkan hak-hak mereka dalam kehidupan bernegara di NKRI ini. Mereka mungkin tidak akan diterima ketika mendaftar menjadi polisi, tentara atau pegawai negeri sipil. Ketidakadilan ini akan terus mereka terima walaupun sebenarnya bukan mereka yang salah.

Namun, dengan adanya pernyataan bahwa negara mengakui telah melakukan pelanggaran HAM berat tersebut, keadilan sosial yang dari awal sudah menjadi pondasi dari berdirinya negara Indonesia ini, dapat kembali ditegakkan. Mereka yang sebelumnya dianggap sebagai keturunan PKI ini, kini mendapatkan kembali hak-haknya selayaknya warga negara lainnya. Dengan adanya hal tersebut, keharmonian yang tadinya ingin dicapai oleh adanya integrasi nasional tersebut dapat benar-benar terealisasikan. Contoh lainnya adalah tragedi Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, apabila negara tidak mengakui mereka melakukan pelanggaran tersebut, keluarga yang telah kehilangan anggotanya dalam tragedi yang besar tersebut, akan merasa mendapat ketidakadilan oleh negara. Putra-putri mereka yang sekiranya diharapkan untuk menjadi masa depan mereka, menjadi tulang punggung keluarga, menjadi kebanggan dari tiap-tiap keluarga tersebut, kini hanya menyisakan nama yang bahkan tercoreng karena dianggap pembuat onar dalam aksi demonstrasi yang mereka lakukan. Pengakuan ini hadir untuk membersihkan nama-nama putra-putri Indonesia tersebut, sebagai bagian dari pahlawan yang menginisiasi terjadinya revolusi di negara Indonesia ini. Keluarga mereka pun dapat berbangga dengan aksi heroik yang telah dilakukan oleh anak-anak mereka. Pengakuan ini pula yang menjadikan tujuan dari integrasi nasional yakni menciptakan harmoni, sekali lagi dapat tercapai. Tantangan yang berupa adanya ketidakpuasan dari masyarakat pun dapat teratasi.

Apabila dilihat dari karakteristik integrasi nasional secara horizontal. Pengakuan tersebut juga memiliki peran penting. Kembali pada contoh sebelumnya, yakni pada peristiwa G30SPKI. Pasca terjadinya tragedi mengenaskan tersebut, sebagian besar identitas sosial dari masyarakat Indonesia yang beretnis Tionghoa mengalami pembatasan dari segi hak dan bahkan kebebasan. Budaya-budaya Tionghoa sejak saat itu dilarang oleh pemerintah karena dianggap sebagai bagian dari ajaran komunis. Masyarakat yang beretnis Tionghoa pun mendapat pengucilan dari masyarakat. Hal ini kembali karena asumsi masyarakat telah berubah, yakni bahwa setiap orang beretnis Tionghoa itu adalah seorang penganut ideologi komunis. Kebudayaan mereka pun seakan perlahan dihapus dari Indonesia. Pelarangan penggunaan bahasa mandarin, pelarangan diselenggarakannya hari-hari raya mereka, dan sebagainya diterapkan oleh pemerintah pasca tragedi tersebut. Pengakuan inilah yang kembali menegaskan bahwa sebagai warga negara Indonesia, tiap-tiapnya memiliki hak yang sama tanpa melihat dari adanya perbedaan identitas sosial.

Pengakuan tersebut juga merupakan bentuk integrasi yang dilakukan oleh negara kepada warga negaranya. Di mana negara mengakui telah melakukan kesalahan, sehingga warga negara pun tidak terus menerus menganggap dirinyalah yang berperan sebagai peran yang buruk. Selain itu, akan tumbuh pula rasa keterbukaan antar warga negara dengan pemerintah sehingga aspirasi-aspirasi rakyat dapat tersampaikan dengan lebih baik karena adanya kerjasama yang terbentuk antar warga negara dengan pemerintah.

Semua negara pasti memiliki berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan dalam mewujudkan atau mempertahankan integrasi nasional. Keberagaman indonesia dari suku, agama, ras, dan budaya merupakan keberagaman yang bisa menjadi potensi konflik yang menimbulkan disintegrasi nasional, maka sebab itu kita perlu menanamkan sifat sifat toleransi, Peran masyarakat akan timbul dalam bentuk sikap dan perilaku yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasi suasana hati yang ikhlas/ rela tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Diva Amanda Putri, Doharfen Frans Rino Pardede, Kezia Oktavioni Asmaradita, Steven Sumadi, Ryan Reeves