Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat oleh Negara sebagai Upaya Mewujudkan Keharmonisan dan Implikasinya terhadap Integrasi Bangsa  

Oleh:  Ardelia Beatrice, Baladiffa Aurora Herkanyaka, Nathalia Chandra, Putu Devi Ariska Pramunita, Vanessa Aprily Hongastu, Vieri Ferdian Putra Basuki

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”

Pembukaan UUD 1945, menegaskan tujuan negara Indonesia diantaranya melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk hak-hak asasi manusia. Sejak pembukaan UUD 1945 dari 77 tahun silam, sejarah kelam bangsa Indonesia mengenai Hak Asasi Manusia tiada hentinya. Pelanggaran HAM berat pada masa lalu seperti pembunuhan massal 1965, Talangsari Lampung 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II, peristiwa penembakan misterius (Petrus) menjadikan pemerintah seakan menutup mata hingga akhirnya lenyap di media secara perlahan.

Kasus-kasus yang telah lama terkubur ini, terangkat kembali pada Rabu, 11 Januari 2023. Presiden RI Joko Widodo mengumumkan pengakuan negara Indonesia terhadap 12 kasus pelanggaran sebagai pelanggaran HAM berat. Hal tersebut memberikan makna tersendiri terhadap integrasi nasional. Pengakuan ini menunjukkan bahwa pemerintah memberlakukan hak yang sama kepada seluruh warga negaranya (inclusive). Inclusive merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan bangsa untuk menciptakan integrasi nasional, karena dengan hal ini warga negara merasa mendapat kesetaraan di dalam negara.

Selama beberapa tahun setelah pelanggaran HAM berat itu terjadi, pihak-pihak korban tidak mendapatkan perlakuan yang adil dalam masyarakat dan negara dikarenakan stigma yang terbentuk dalam masyarakat terkait dengan kasus yang sudah terjadi beberapa tahun silam tersebut. Stigma yang sudah tertanam tersebut berujung kepada perpecahan yang terjadi di dalam masyarakat karena berakibat kepada diskriminasi terhadap pihak korban, misalnya keluarga korban yang hingga sekarang dianggap sebagai penganut komunis.

Selain itu, pengakuan ini juga menunjukkan kebijakan politik yang menjunjung tinggi dan merealisasikan hak-hak sipil, politik, dan ekonomi sosial. Sehingga negara dan pemerintah mendapatkan kepercayaan dari warga negara seperti sebagaimana mestinya. Beberapa tahun sejak terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut, masih memberikan penderitaan bagi keluarga yang ditinggalkan karena mereka cenderung merasa bahwa keadilan sosial (social justice) tidak terwujud bagi mereka. Namun, dengan pengakuan ini membuktikan bahwa negara senantiasa mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama pihak-pihak korban. Kemudian, hal ini juga merupakan salah satu sikap pemerintah yang wajib untuk dilakukan, mengingat bahwa aparat keamanan yang berwenang seharusnya mementingkan hak sipil dan melindunginya, sementara kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut erat kaitannya dengan sikap aparat yang melanggar hak-hak sipil.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai kebijakan pemerintah yang inclusive, kebijakan politik yang menjunjung tinggi dan merealisasikan hak-hak sipil, politik, dan ekonomi sosial, keadilan sosial, serta pendekatan aparat keamanan yang didasarkan pada hak sipil dan politik warga negara melalui pengakuan 12 kasus pelanggaran HAM berat oleh Presiden Joko Widodo akan berimplikasi pada integrasi nasional. Seperti yang diketahui bahwa keharmonisan merupakan tonggak utama dalam mewujudkan integrasi nasional. Melalui pengakuan ini, Indonesia dapat mewujudkan keharmonisan dalam sosial dan merealisasikan integrasi nasional dengan baik karena kasus-kasus tersebut sebenarnya merupakan salah satu penghambat terwujudnya integrasi di Indonesia.

Sehingga, dengan terwujudnya integrasi nasional maka proses tercapainya tujuan negara yang tencantum dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila akan terwujud. Mengingat kembali bahwa integrasi nasional ini merupakan suatu proses usaha yang berjalan secara terus-menerus dan tiada hentinya, dibutuhkan perjuangan dan persatuan yang melibatkan seluruh lapisan bangsa Indonesia tanpa terkecuali.

Ardelia Beatrice, Baladiffa Aurora Herkanyaka, Nathalia Chandra, Putu Devi Ariska Pramunita, Vanessa Aprily Hongastu, Vieri Ferdian Putra Basuki