Pengakuan Presiden Terkait Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Terjadi di Tanah Air dari Sudut Pandang Integrasi Nasional

Oleh: Alleycia Syananda, David Gabriel I. S.,Febrian Sanjaya , Janette Mirna P. T. , Regina Faustine, Torian Ariel Y.

Apakah kalian ingat peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang diakui oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada tanggal 11 Januari 2023? Terdapat 12 pelanggaran HAM berat yang diakui oleh Presiden Joko Widodo, seperti Pembunuhan Massal 1965, Talangsari Lampung 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa atau mungkin Anda/keluarga Anda pernah merasakan kegemparan akibat kerusuhan Mei 1998, Trisakti dan Semanggi, dan Penembakan Misterius yang terjadi puluhan tahun silam? Akibat dari pelanggaran HAM ini, banyak orang merasakan dampak dari peristiwa-peristiwa ini khususnya keluarga korban.

Sebelum diakui oleh negara, pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia ini seolah-olah dibenarkan. Sebagai korban/keluarga korban tentu saja merasakan ketidakadilan dan kerugian yang efeknya dapat jangka panjang. Perasaan ketidakadilan ini dapat menciptakan disintegrasi nasional.

Meskipun sudah terjadi puluhan tahun yang lalu, namun tidak jarang keluarga korban tersebut masih saja merasakan ketidakadilan. Mereka merasakan disintegrasi nasional terjadi dimana-mana, korban dan keluarga korban harus kehilangan pekerjaan, dan banyak diantaranya tidak bisa melanjutkan pendidikan serta dikucilkan dari lingkungan hingga kesulitan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Dengan adanya pengakuan oleh presiden mengenai kejadian pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu membuat adanya rasa keadilan yang dirasakan oleh korban dan keluarga korban. Pengakuan Jokowi pada tanggal 11 Januari 2023 tersebut bukan hanya semata pengakuan saja, tetapi pengakuan tersebut juga diikuti dengan pemulihan hak oleh pemerintah, seperti pemberian kompensasi bagi para keluarga korban baik secara finansial maupun non finansial, pemulihan nama baik, membuat program yang membantu keluarga korban, dan mengoreksi sejarah yang ada dan dinilai keliru. Peristiwa-peristiwa tersebut membawa implikasi dalam sudut pandang integrasi nasional.

Secara vertikal, warga negara akan merasa lebih nyaman dan percaya pada pemerintah yang telah menyalahkan perbuatan-perbuatan yang menjadi trauma bagi mereka. secara horizontal, hubungan antara warga negara yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak akan perlahan terbangun kembali karena adanya pernyataan tersebut membuat warga negara yang terkena dampak tidak perlu takut pada ras atau pribadi lain yang pernah menjadi trauma bagi mereka. dan karena hal itu pun, warga negara akan merasa nyaman tinggal di Indonesia sehingga hubungan warga negara dan negara pun akan mulai membaik.

Integrasi nasional membutuhkan kebijakan politik yang memperhatikan hak politik dan hak warga negara yang inklusif. Upaya yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo mengimplementasikan penerapan integrasi nasional. Kebijakan integrasi ini merupakan proses penyatuan warga negara, memuat konsep integrasi nasional yang mana memperbaiki hubungan antara negara dan warga negara, dan membuat masyarakat lebih percaya dengan negara. Dengan adanya kebijakan ini harapannya setiap warga negara tidak merasakan ketimpangan sosial antara warga negara yang satu dengan yang lainnya yang mana ini berhubungan dengan konsep integrasi secara horizontal yang ingin memadukan perilaku dan hak antara kaum elite dengan masyarakat. Seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo “Semoga upaya ini menjadi langkah berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” Beliau mengharapkan dengan adanya pengakuan ini, warga negara merasa adanya social justice antara setiap warga negara.

Alleycia Syananda, David Gabriel I. S.,Febrian Sanjaya, Janette Mirna P. T. , Regina Faustine, Torian Ariel Y.