Investasi Jangka Panjang untuk Integrasi Nasional
Oleh: Charlene Jovannie, Jefferson Johan, Jevent Natthannael, Michael Baptista Gozal, Nicole Felice
Pada 11 Januari 2023, Presiden Rebuplik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat pernah terjadi di Indonesia pada berbagai peristiwa. Terdapat 12 peristiwa pelanggaran yang ditekankan. Peristiwa tersebut antara lain:
- Peristiwa 1965-1966
- Peristiwa Penembakan misterius pada 1982-1985
- Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989
- Peristiwa Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan dukun santet pada 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999
- Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002
- Peristiwa Wamena Papua pada 2003
- Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003
Lantas, mengapa peristiwa yang telah lama terkubur ini kembali diangkat oleh Presiden Jokowi? Jawabannya adalah karena pemerintah dan Presiden menyesali akan kesalahan yang pernah dilakukan negara dalam peristiwa – peristiwa tersebut. Sebagai bentuk penyesalan atas kejadian tersebut, Presiden beserta jajarannya melakukan dua hal. Pertama, memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana. Kedua, atas nama pemerintah, Presiden Jokowi juga berupaya keras untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat yang terjadi di setiap wilayah di dalam negeri dalam beberapa waktu ke depan.
Tindakan ini bukan semata – mata dilakukan untuk menegakkan hukum saja, melainkan juga untuk meningkatkan integrasi nasional di lingkungan masyarakat Indonesia. Integrasi nasional itu sendiri adalah sebuah upaya untuk mempersatukan segala perbedaan yang ada pada suatu negara agar terciptanya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam mencapai tujuan bersama suatu negara. Jika kita telaah lebih dalam lagi, peristiwa tersebut terjadi karena rendahnya integrasi nasional.
Dengan memandang jauh ke depan, tindakan Presiden Jokowi ini memiliki nilai investasi atas pembangunan bangsa. Selama ini, negara maju adalah negara yang masyarakatnya itu bersatu bersama dalam mengejar cita – cita negara. Pada Indonesia sendiri, sebenarnya sumber daya yang ada jauh melebihi negara lain, bahkan melebihi negara maju. Akan tetapi, perpecahan dan rendahnya integrasi nasional menyebabkan ketertinggalan negara Indonesia.
Jika kita bayangkan semua masyarakat Indonesia bersatu, berbaur, tanpa memandang ras, suku, golongan, agama, Indonesia sangatlah layak dan harus menjadi negara yang disegani oleh dunia ini. Maka dari itu, Presiden Jokowi mengambil langkah untuk menyatukan kembali masyarakat Indonesia yang selama ini terpecah karena adanya stigma dari peristiwa – peristiwa lampau. Pengakuan ini meruntuhkan segala stigma yang menyebabkan munculnya persepsi bahwa masyarakat yang satu berbeda dengan masyarakat yang lain karena negara telah mengakui bahwa peristiwa tersebut merupakan kesalahan negara seutuhnya.
Dengan keputusan Presiden yang menyatakan bahwa terjadinya ke 12 peristiwa tersebut merupakan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara, maka terhapuslah rasa curiga dan ketidakpercayaan yang ada pada masyarakat. Tidak ada lagi yang namanya keturunan PKI, anak komunis, dan berbagai stigma lainnya. Dengan adanya keputusan tersebut, diharapkan integrasi nasional di Indonesia dapat menjadi lebih baik. Hal ini akan berujung pada Indonesia yang lebih kuat, bersatu,w dan kokoh untuk kemajuan negara dan masyarakat pada jangka panjang. Dengan ini tak heran pada tahun 2050, Indonesia menjadi macan Asia yang disegani dan ditakuti dalam lalu lintas politik dan ekonomi dunia.