Sumpah Pemuda dan Pemudi Untuk Tidak Jadi PKI?

Oleh : Kreshna Adhitya Chandra Kesuma | 2502041016 | PPTI 11

Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak utama terbesar dalam sejarah dengan tujuan memerdekakan Indonesia. Sumpah pemuda merupakan ikrar yang dihasilkan dari keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dalam kurun waktu dua hari, yaitu pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di Jakarta (dahulu namanya adalah Batavia). Ikrar ini dianggap sebagai bentuk semangat untuk menegaskan bahwa cita-cita berdirinya negara Indonesia semakin kuat karena ikrar pergerakan kemerdekaan Indonesia ini di inisiasi oleh para pemuda-pemudi Indonesia. Isi dari keputusan ini juga menegaskan bahwa cita-cita negara ini adalah bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan memiliki bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Dengan adanya kongres ini diharapkan dapat menjadi asas bagi setiap perkumpulan kebangsaan Indonesia.

Di masa yang sudah serba maju dan serba cepat seperti saat ini, perkembangan teknologi dan pertukaran informasi menjadi sangat cepat dan mudah. Informasi – informasi yang positif maupun yang negatif. Dengan situasi seperti ini, potensi muncul dan kebangkitannya Partai Komunis Indonesia atau biasa dikenal sebagai PKI akan sangat tinggi. Menurut Sukamta, anggota DPR dari PKS menyebut sejumlah indikator terbukanya peluang bangkitnya PKI. “Di kampung saya (Solo), tempat orang atheis. komunis, sampai saat ini, orang orang ini masih tak percaya adanya Tuhan, kalau ketemu anak-anak kecil masih mengajari ideologi mereka, ini tak pernah padam. Mereka punya aktivitas kumpul-kumpul dengan berbagai modus,” kata Sukamta. “Ada indikator lain bahwa generasi baru yang punya ideologi seperti PKI itu jalan terus dan bergerak terus di Indonesia,” tambahnya. Sukamta juga menunjuk anggota DPR dari PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning, yang menulis buku “Aku Bangga jadi anak PKI”, sebagai indikator lain. Dalam wawancara dengan satu media, Ribka sempat ditanya berapa banyak orang-orang seperti dirinya yang “bukan terlibat” namun dikaitkan karena orang tua atau anggota keluarga, dan dijawab “sekitar 15 juta orang.” Dengan kondisi seperti yang terjadi sekarang, sudah menjadi tugas kita semua untuk menjaga sumpah yang telah disuarakan oleh pemuda-pemudi Indonesia hampir 100 tahun lalu. Mari kita sama-sama menjaga api semangat perjuangan kemerdekaan dan api semangat untuk selalu bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Apabila kita terus menjaga sumpah itu, maka tidak akan ada celah untuk ideologi lain masuk ke dalam pola pikir para pemuda dan pemudi IndonesIa.

Kreshna Adhitya Chandra Kesuma