Keberagaman sebagai Pemantik Konflik Sosial
Oleh: Christina | PPTI 11 |
Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbesar keempat di dunia. Menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku di Indonesia, lebih tepatnya terdapat 1.340 kelompok entik. Tidak mengherankan jika Indonesia menjadi suatu bangsa yang dibangun di atas keberagaman.
Keberagaman diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Pisau dapat bermanfaat atau merugikan pengguna tergantung pada bagaimana mereka digunakan. Sama halnya dengan keberagaman, keberagaman dapat memberikan sisi positif atau negatif tergantung pada bagaimana sikap warga negara menyikapinya.
Terkadang keberagaman memberikan keunikan bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki daya pikat tersendiri bagi bangsa lainnya untuk mengerti akan toleransi, dan asas kesatuan. Di lain sisi, keberagaman menjadi bumerang bagi tanah air ini karena keberagamannya menjadi basis dari terjadinya konflik sosial.
Dalam perspektif yang lain, kita dapat memandang keberagaman sebagai sesuatu yang bersifat pemberian. Oleh karena sebagai suatu yang terberi, maka keberagamaan tersebut sebenarnya tidak mengusahakan adanya perbedaan. Ini mengartikan bahwa dimanapun dan dalam kondisi apapun sebenarnya perbedaan akan tetap ada dan melekat di setiap kehidupan kita.
Dengan kata lain kita dapat menyebut bahwa keberagaman yang ada merupakan suatu pemberian, suatu anugrah yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya suatu suku, ras, ataupun gender adalah sesuatu yang otentiknya adalah pemberian dari sang kuasa. Kita tidak dapat memutuskan untuk dilahirkan seperti apa, dengan lingkungan seperti apa. Oleh karena itu, pada hakikatnya setiap manusia sudah memiliki keberagamannya masing-masing.
Namun konfik sosial justru muncul karena adanya perbedaan sosial tertentu seperti perbedaan budaya, ekonomi, agama atau ras. Konflik sosial terjadi oleh kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan identitas sosial yang menyerang kelompok lainnya yang memiliki kesamaan identitas sosial juga. Berdasarkan data penyelenggara statistik Index Mundi disebutkan bahwa Indonesia menempati posisi 14 sebagai negara paling rasis di dunia. Fakta tersebut bukankah sangat memprihatinkan bahwa Indonesia yang kaya akan keberagaman masih diliputi sikap rasisme di tanah air ini?
Mental rasis yang tertimbun sekian lama mengharuskan kita selalu memiliki hasrat untuk menghina dan menundukan siapa saja yang dianggap rendah. Ini menjadi permasalahan akut bangsa ini. Padahal modal utama untuk menjadi suatu negara yang demokratis adalah pengakuan atas kesamaan dari segala bentuk perbedaan. Indonesia yang multikultur ini tidak akan bisa berkembang jika konflik sosial seperti rasisme masih merajalela dan cenderung diabaikan. Kemanusiaan harus menjadi nilai utama dalam membangun ke Indonesiaan.
Berdasarkan penjabaran tersebutlah, maka keberagaman tidak hanya meningkatkan daya pikat bangsa lain menjadi negara yang kaya akan keberagaman, tetapi terkadang keberagaman tersebut menjadi pemicu terjadinya konflik sosial yang pada akhirnya merusak kekayaan bangsa Indonesia sendiri. Namun, walaupun demikian kita tidak dapat menolak anugrah dari Tuhan bahwa keberagaman menjadi identitas unik bangsa Indonesia. Maka untuk kedepannya interaksi sosial yang menjadi penyebab konflik perlu mendapat perhatian semua golongan masyarakat yang ada di Indonesia.
Referensi:
https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa