Pancasila Sebagai Weltanschauung

Oleh: Yustinus Suhardi Ruman

Pancasila bagi Soekarno merupakan sebuah filosofi dasar negara Indonesia yang disebutnya dengan istilah philosofische grondslag atau juga dianggapnya sebagai weltanschauung. Hal itu diungkapkan oleh Soekarno sebelum ia mengajukan lima prinsip yang menjadi dasar dari Indonesia merdeka. Lima prinsip yang kemudian disebuhnya sebagai Pancasila.

Soekarno tidak menjelaskan secara detail apa yang dimaksudkan dengan philosofische grondslag atau weltanschauung itu. Namun, ia menunjukkan betapa pentingnya weltanschauung tersebut sebagai spirit yang menyatukan dan memerdekatan sebuah negara.

Ia menunjukkan bahwa Adolf Hitler telah mendirikan German di atas national-sozialistische weltanschauung atau pandangan hidup nasional-sosialisme. Lalu Lenin mendirikan negara Sovyet di atas pandangan dunia Marixisme, materialisme historic. Jepang didirikan diatas pandangan dunia Tenno Koodooo Seishin, Ibn Saud mendirikan Arab diatas pandangan Islam. Dengan data-tata itu, Soekarno menekankan bahwa pandangan hidup negara merupakan dasar bagi persatuan dan kemerdekaan.

Bagi Soekarno, Weltanschauung dapat mendorong kemerdekaan sebuah negara dalam waktu yang sangat singkat. Rusia didirikan dalam waktu 10 hari oleh Lenin. Hitler mendirikan Jerman pada tahun 1933. Sun Yan Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka pada tahun 1912.

Namun, meski negara-negara tersebut didirikan dalam waktu yang sikap, weltanschauung yang mendorong kemerdekaan itu terjadi telah hidup jauh sebelumnya. Sebelum Rusia dimerdekakan dalam 10 hari oleh Lenin, weltanschauung Rusia yakni prinsip Marxisme atau Materialisme historic  telah hidup berpuluh tahu sebelumnya. Demikian juga dengan Jerman. Walaupun  Adolf Hitler menaiki singgasana kekuasaannya pada tahun 1933, pandangan hidup Jerman yang dibangunnya bagi Nazisme itu telah dihidupkannya sejak tahun 1921. Hal yang sama juga dengan Tiongkok oleh Sun Yan Sen. Meskipun ia baru mendirikan Tiongkok merdeka pada tahun 1912, namun telah ada jauh sebelumnya.

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa setiap bangsa pada dasarnya memiliki pandangan hidupnya sendiri-sendiri sebagai sebuah spirit yang menggerakkan, dan juga sebagai sebuah vision tentang masa depan. Kaelan (2009) menjelaskan bahwa suatu bangsa memiliki suatu pandangan atau filsafat hidup masing-masing. Pandangan hidup ini berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya. Bangs Indonesia tidak mungkin memiliki pandangan hidup seperti bangsa yang lainnya.

Tentu, Soekarno tidak hendak menjelaskan sejarah kemerdekaan negara yang disebutnya. Penekanan Soekarno adalah pentingnya weltanschauung atau pandangan hidup. Pandangan hidup itulah yang menyatukan tekad semua orang, semua golongan untuk berani memerdekatan negaranya. Lalu, diatas dasar weltanschauung itu pula negara merdeka itu dididirikan.

Pertannyaan kita adalah apa yang dimaksudkan dengan weltanschauung itu? Soekarno tidak menjelaskan secara konseptual apa yang dimaksudkannya dengan istilah itu dan bahkan ia pun tidak menjelaskan dari mana ia mengambil istilah tersebut.

Weltanschauung itu adalah bahasa Jerman yang lasim diterjamahkan dalam bahasa Inggris dengan worldview. Lalu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “pandangan dunia”.  Teminologi Weltanschauung memiliki sejarah panjang dan menarik sejak Kant. Namun kini konsep itu telah dan digunakan tidak hanya dalam filsafat, tetapi juga antara lain dalam teologi, antropologi, atau dalam pendidikan (lihat:Celement, V. (15). What is Worldview? in Van Belle, H & Van der Veken, J., Editors Nieuwbeid Denken )

Kedua konsep;  “filosofi” dan “pandangan dunia” terkait erat. Berbicara tentang “filsafat” dalam arti luas sebenarnya mengacu pada pandangan dunia. Berbicara tentang weltanschauung, atau worldview atau pandangan tentang dunia pada prinsipnya berbicara tentang totalitas eksistensi kehidupang itu sendiri seperti apa hakekat dunia kehidupan kita?  Bagaimana dunia kehidupan kita berfungsi atau teratur dan berbagai pertanyaan ontologis lainnya.  Selain itu, pandangan tentang dunia juga berkaitan dengan penjelasan atas realitas kehidupan kita dari masa lalu dan masa depan seperti bagaimana dunia kehidupan kita  ini pada mulanya terjadi, dan setelah kehidupan ini kemana kita akan pergi? Pandangan dunia juga terkait dengan persoalan moral dan etika seperti tentang apa yang baik baik dan jahat, boleh dan tidak boleh, apa yang harus kita lakukan dan bagaimana kita harus berindak dan dimana kita mulai melakukannya.

Pertanyaan-pertanyaan ini tersebut sifatnya adalah pertanyaan eksitensial menyangkut kehidupan manusia itu sendiri yang secara kategoris oleh Clement Vidal (2015) dikelompokan pada persoalan yang bersifat ontologis, waktu (penjelasan tentang masa lalu dan prediksi di masa depan), aksiologi, praksiologi dan epistemologi. Pandangan tentang dunia merangkum semua pertanyaan-pertanyaan eksistensial tersebut.

 Doret de Ruyter dan Siebren Miedema (2013) dalam artikel mereka yang berjudul  “worldview” : the Meaning of the Concept and the Impact on Religious Education menunjukkan beberapa karakter yang dicakupi oleh terminologi “worldview”  atau pandangan tentang dunia tersebut. Pertama. Terminologi tersebut berkaitan dengan persoalan eksistensial dan kepercayaan yang merupakan bagian dari kehidupan manusia.  Mereka mencontohkan pandangan tentang kematian yaitu bahwa kematian bukan akhir atau tujuan dari kehidupan manusia. Hidup itu harus dipenuhi dan hidup itu merupakan pemberian dari Tuhan. Persoalan eksitensial yang berusaha dijawab oleh pandangan tentang dunia itu berkaitan dengan ekspresi ontologis, kosmologis, teologis, telelologis, eskatologis dan gagasan-gagasan etika.

Kedua, ketika berbicara tentang pandangan dunia, yang dimaksudkan adalah sesuatu yang lebih dari sekedar ide abstrak, kepercayaan, atau teori yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan seseorang. Sebab, pandangan dunia yang dimaksudkan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pikiran dan cara kita berpikir atau tindakan dan cara kita bertindak. Itu berarti pandangan dunia bersifat transformatif, ia memiliki kemampuan untuk mengubah dari sekedar kepercayaan, atau ide atau teori menjadi sebuah sikap dan tindakan dalam kehidupan nyata dalam dunia kehidupan seseorang.

Ketiga, pandangan dunia berkaitan dengan nilai-nilai moral. Doret de Ruyter dan Siebren Miedema membedakan nilai moral dari nilai etika. Mereka mengatakan nilai-nilai etika berkaitan dengan tema luas dari kehidupan yang baik. Sementara, nilai-nilai moral dapat dibatasi pada nilai-nilai yang berhubungan dengan kesejahteraan orang lain.

Unsur kempat dari pandangan dunia, atau worldview atau weltanschauung adalah bahwa pandangan dunia itu  dihubungkan dengan pemberian makna dalam hidup. Doret de Ruyter dan Siebren Miedema membuat perbedaan antara “makna hidup” dan “makna dalam hidup”. Keduanya adalah pertanyaan eksistensial. Makna hidup berkaitan dengan pemahaman tentang tujuan manusia secara umum. Makna dalam hidup merupakan interpretasi pribadi atas makna hidup atau aspek lain dalam kehidupan, seperti keluarga , dan  tujuan, rasa, nilai, dan arah hidup seseorang.

Lima prinsip, atau lima sila yang kemudian disebut Pancasila oleh Soekarno dengan demikian tidak hanya menjadi dasar bagi negara Indonesia merdeka, melainkan sebagai logos atau sistem pengetahuan, sitem kepercayaan yang tidak hanya bersifat material, melain juga moral, dan spiritual. Dengan Pancasila, negara Indonesia merdeka merefleksikan pengalaman masa lalunya, lalu memproyeksikan masa depannya  sendiri.

Selain itu Pancasila menjadi standar moral bagi negara Indonesia merdeka bagaimana harus mengisi kemedekaannya baik dalam konteks relasinya dengan warga negara yang beragam identitas sosialnya seperti agama, ras, suku bangsa. Pancasila juga menjadi standar moral bagi negara Indonesia merdeka  bagimana harus membangun relasi dengan negara-negara, bangsa-bangsa dan ideologi lain di dunia ini. Lalu kemudian Pancasila menjadi standar moral bagaimana bagi negara Indonesia dalam mengelolah persoalan dan tujuan politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Singkatnya, Pancasila adalah totalitas pandangan hidup negara Indonesia merdeka. Totalitas pandangan hidup yang mencakup pengalaman dari masa lalunya, makna keberadaanya sekarang, dan proyeksi bagi tujuang masa depannya. Pancasila adalah kerangka dasar dan sekaligus nilai utama negara Indonesia merdeka untuk melihat dirinya sendiri, melihat lingkungan politik, sosial, ekonomi, dan budaya disekitarnya.

Bahan Bacaan

Jacomijn C. van der Kooij,  Doret de Ruyter, Siebren Miedema (2013), “ Worldview”: the Meaning of the Concept and the Impact on Religious Education; https://www.researchgate.net/publication/263198006_Worldview_the_Meaning_of_the_Concept_and_the_Impact_on_Religious_Education

Yustinus Suhardi Ruman