Pentingnya Sikap Toleransi Antar Umat Beragama di Bali
Oleh: Ayu Rafika Syahra ( ayurafikasyahra2017@gmail.com )
Pendahuluan
Negara Indonesia dari zaman dahulu sampai sekarang terdapat berbagai macam suku, ras, dan agama. Keberagaman ini seringkali menjadi pemicu sebuah masalah yang dapat memecah belah persatuan Indonesia. Contohnya adalah pengeboman tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, sikap toleransi sangat diperlukan.
Dikutip dari laman Kompas com, secara bahasa, toleransi artinya tenggang rasa. Toleransi juga dapat diartikan dengan bersikap lapang dada terhadap orang yang mempunyai pendapat yang berbeda dengan kita, sedangkan secara istilah, toleransi artinya menghargai, menghormati, menyampaikan pendapat, kepercayaan, pandangan terhadap sesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri (Hermawan, 2021). Di sisi lain, menurut Unesco, toleransi artinya sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keberagaman budaya, kebebasan berekspresi, dan karakter manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, sikap toleransi mulai tidak terlihat lagi di pribadi manusia. Banyak orang yang sudah melupakan pentingnya toleransi di Indonesia. Hal ini dapat memicu perpecah belahan di Indonesia karena sikap intoleran sangat bertentangan dengan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Merangkum dari laman Detik com, Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang diambil dari kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular sekitar abad ke-14 Masehi. “Bhinneka” artinya beragam, “tunggal” artinya satu, sedangkan “ika” artinya itu. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tapi tetap satu (Zulfikar, 2021).
Sikap toleransi sudah diterapkan oleh penduduk Indonesia dari dahulu sampai sekarang, meskipun masih ada orang-orang yang intoleran. Bali adalah salah satu provinsi yang penduduknya menerapkan sikap toleransi. Penduduk Bali datang dari beraneka ragam suku, ras, dan agama. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali tahun 2010, mayoritas penduduk di Bali memeluk agama Hindu. Sekitar tiga juta penduduk Bali yang memeluk agama Hindu. Meskipun begitu, masyarakat di Bali sangat menghormati dan menghargai satu sama lain.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, masih ada penduduk Bali yang tidak mempunyai sikap saling menghargai dan menghormati sesama manusia. Salah satu contohnya adalah kasus penolakan kedatangan Ustadz Abdul Somad pada tahun 2017.
Pembahasan
Pada tahun 2017, kedatangan Ustadz Abdul Somad (UAS), seorang pendakwah muslim, menarik perhatian warga di Bali, termasuk I Ketut Ismaya, sekretaris jenderal DPP Laskar Bali. Kedatangan UAS ini dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Merangkum dari laman Liputan 6 com, I Ketut Ismaya mengaku diberikan sejumlah gambar yang berkaitan dengan aktivitas UAS dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah. Mengetahui demikian, Ismaya memutuskan untuk menggelar aksi demokrasi di Monumen Bajra Sandhi Renon, Denpasar pada pagi hari tanggal 8 Desember 2017. Laskar Bali turun ke jalan untuk menolak kehadiran Ustadz Abdul Somad yang dianggap bertentangan dengan NKRI. Namun akhirnya membubarkan diri setelah Ismaya dihubungi oleh perwakilan dari Polda Bali bahwa Ustadz Somad tidak seperti yang dituduhkan. Akhirnya pada sore hari di hari yang sama, Ismaya menyampaikan permohonan maaf dan kronologi peristiwa itu, tetapi sebelum itu, ia bersumpah melalui ritual Hindu menggunakan pejati. Ismaya menjelaskan bahwa ia terprovokasi (Divianta, 2017).
Dari kasus ini, dapat dilihat bahwa sikap toleransi itu penting adanya. Saling menghormati, menghargai, dan menerima menjadi kunci dari kedamaian Bali. Bukan hanya Bali saja, tetapi toleransi juga menjadi salah satu kunci kedamaian, ketentraman, dan keamanan negeri ini. Selain itu, meningkatkan literasi juga dapat mendamaikan suasana. Contohnya dengan memastikan kebenaran suatu berita agar tidak terpancing emosi seperti I Ketut Ismaya.
Penulis telah melakukan sebuah survey mengenai toleransi antar umat beragama di Bali kepada 17 penduduk Bali yang berbeda-beda agamanya. Dari survey tersebut, satu dari tujuh belas orang mengaku di lingkungan sekitarnya masih minim akan sikap toleransi. Hal ini membuktikan bahwa sikap intoleran masih ada di provinsi Bali. Ke-tujuh belas orang tersebut mengatakan bahwa sikap toleransi itu sangat penting. Mereka berkata bahwa toleransi adalah salah satu cara untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan negara Indonesia dan dapat menciptakan menciptakan perdamaian dan kerukunan antarumat beragama.
Kesimpulan
Kesimpulan dari tulisan ini adalah sikap toleransi sangat dibutuhkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan provinsi Bali dan juga negara Indonesia karena toleransi dapat menjaga kerukunan dan kedamaian. Hal ini didukung oleh jurnal yang ditulis Adeng Muchtar Ghazali pada tahun 2016 yang mengatakan bahwa dari sikap toleransi, maka kerukunan dalam beragama dapat tercipta secara bertahap.
Cara untuk menumbuhkan sikap toleransi salah satunya dengan memperkenalkan sikap toleransi sejak dini agar generasi-generasi yang akan datang tetap mempunyai sikap toleransi yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Bali.
Daftar Pustaka
Armini, I Gusti A. (2013). Toleransi Masyarakat Multi Etnis dan Multi Agama dalam Organisasi Subak di Bali. Bali.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2010). Penduduk Provinsi Bali Menurut Agama yang Dianut Hasil Sensus Penduduk 2010. Bali.
Casram. (2016). Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural. Bandung.
Divianta, Dewi. (2017). Insiden Ustaz Somad, Laskar Bali Minta Maaf dan Sumpah Sakral. Liputan 6.
Ghazali, Adeng M. (2016). Toleransi Beragama dan Kerukunan dalam Perspektif Islam. Bandung.
Hermawan, Hananta W. (2021). Sikap Toleransi dalam Keberagaman Bangsa Indonesia. Jawa Tengah: Kompas.
Purna, I Made. (2016). Budaya Toleransi Orang Bali Dalam Naskah Kuno Geguritan Sucita Muah Subudhi. Bali.
Zulfikar, Fahri. (2021). Bhinneka Tunggal Ika bagi Bangsa Indonesia, Ini Artinya. Detik.