Netizen Sebagian Dari Identitas Bangsa

Oleh: Chandra Perdana Kusuma (SMA Cinta Kasih Tzu Chi)

Di zaman yang semakin modern dan terdigitalisasi di hampir semua sektor kehidupan, memberikan kemudahan masyarakat untuk dapat berekspresi dan menyuarakan pemikiran mereka di ruang digital, atau yang biasa kita sebut “Dunia Maya”. Kemudahan inilah yang membuat beberapa oknum sering menyalahgunakan hak kebebasan berpendapatnya. Tidak jarang kita menemukan ujaran ujaran kebencian, cyber bullying, dan berita bohong bertebaran di media sosial.

Apakah kalian masih ingat dengan survey yang dilakukan oleh Microsoft ?

Pada tahun 2021, Microsoft pernah melakukan sebuah survey untuk mengukur tingkat kesopanan netizen dari berbagai negara, dan hasilnya pun cukup mengejutkan. Dimana netizen Republik Indonesia lah yang menempati peringkat sebagai netizen paling tidak sopan. Kejadian ini diperparah dengan netizen Indonesia yang tidak terima dengan hasil survey dan melakukan penyerangan ke akun media sosial Microsoft, hal ini juga tidak luput dari ujaran kebencian dan kata kata kotor yang dilayangkan ke Microsoft. Dari kejadian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa hasil survey Microsoft ada benarnya, bahkan netizen Indonesia sendiri yang memberikan bukti nyatanya ke Microsoft secara langsung.

Coba kita mundur ke beberapa tahun yang lalu, dimana ruang digital belum eksis bahkan belum ada.

Indonesia atau yang dikenal dengan Nusantara di zaman dahulu, merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai bahasa, suku, dan rasnya. Sebuah bangsa yang dikenal akan keramahtamahannya sejak era kolonialisme. Budaya ramah tamah ini tetap terus mengalir dari generasi ke generasi dalam darah bangsa Indonesia. Hingga tiba pada 17 Agustus 1945 Indonesia mendeklarasikan kemerdekannya melalui perjuangan para pahlawan seperti Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta. Tepat pada hari itu secara tidak langsung Indonesia telah lahir dan memiliki identitasnya tersendiri, salah satu identitas bangsa kita adalah kesopanan. Kesopanan inilah yang membuat ciri khas tersendiri, sekaligus merupakan martabat dan kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Setelah para pahlawan kita mengukir jasanya untuk menggapai kemerdekaan, maka panji perjuangan untuk menjaga nasionalisme, martabat, dan harga diri bangsa diserahkan ke generasi generasi selanjutnya.

Generasi generasi penerus panji perjuangan itu, bukan hanya saya, tapi kita semua. Tidak harus mengabdi ke militer atau polisi, atau bahkan terjun ke dalam medan perang untuk membuktikan sifat nasionalisme. Dengan menjaga budaya kesopanan dan harga diri bangsa itu sudah sekedar dari cukup untuk membuktikan nasionalisme kita.

Hal ini berlaku juga di Dunia Maya, sebagai netizen yang memiliki sifat nasionalisme yang baik harus dapat menjaga budaya dan harga diri bangsa untuk tidak melukai budaya kesopanan bangsa Indonesia. Andaikan netizen Indonesia melakukan intropeksi diri ketika kejadian survey Microsoft dibandingkan dengan melakukan penyerangan massal ke akun media sosial Microsoft, maka terjagalah budaya kesopanan dan keramahtamahan yang dimiliki Indonesia. Ada pepatah mengatakan “Mulutmu Harimaumu”. Pepatah ini memiliki makna untuk selalu menjaga tiap lisan yang keluar dari mulut, karena mungkin saja lisan yang keluar dari mulut kita dapat mencelekai diri kita di suatu saat nanti. Tapi, menurut saya pepatah tersebut jika diubah konteksnya ke Dunia Maya, maka akan berbunyi “Jempolmu Harimaumu”. Jempol yang digunakan untuk mengetik di sosial media jika digunakan untuk tujuan yang buruk, dapat membuat celaka di masa yang akan datang. Atas dasar hal inilah kita harus menjaga budaya kesopanan kita untuk terhindar dari berbagai masalah.

Oleh karena itu, menjaga kesopanan dimanapun kita berada merupakan hal yang wajib bahkan di Dunia Maya. Dengan kita menjaga kesopanan, secara tidak langsung telah memberikan rasa hormat dan terimakasih kita kepada para pahlawan terdahulu dengan menjaga martabat dan harga diri bangsa Indonesia yang mereka perjuangan di zaman dahulu.

Chandra Perdana Kusuma