Lebih Baik Mendengar Daripada Bicara Yang Tidak Perlu

Oleh: Dr. Agus Masrukhin

Ada perpepatah yang mengatakan “Diam itu emas”. Pepatah itu bisa dimaknai bahwa bersikap diam itu memiliki banyak arti. Selama ini orang-orang pendiam sering mendapat stigma ; kurang semangat dalam menjalani hidup, tak punya gairah dan motivasi dalam hidup, hingga dianggap tak punya pendirian dan dianggap bodoh. Padahal, dalam diam, kita juga bisa mendapatkan hal positif. Mereka yang lebih senang diam, bisa jadi karena berhati-hati dalam ucapan agar tidak menyakiti sesama. Saat kita diam, kita bisa ‘mendengar’ lebih banyak.
Kita lebih baik mengambil sikap diam, saat memang tidak memiliki apa-apa untuk dikatakan.

Pasalnya, lidah itu tajam, daripada kita bicara namun berisi hal buruk atau negatif, lebih baik kita diam. Memilih untuk bersikap diam terkadang perlu dilakukan agar suasana tidak semakin runyam. Ada beberapa kondisi yang bisa membuat kita untuk tidak berbicara atau tetap diam demi kebaikan. Diam itu emas dapat dilakukan saat kita mendengar atau mendapati sebuah situasi yang buruk seperti mengumbar aib orang lain, berbicara buruk, ataupun hal lainnya yang justru akan berdampak buruk pada diri kita sendiri.

Satu hal yang pasti, lebih banyak mendengar daripada berbicara akan membuat kita lebih bijaksana dan disukai orang. Barangkali itulah alasan Tuhan memberi kita dua telinga dan hanya satu mulut. Bukan berarti kita tidak boleh bicara tapi alangkah baiknya, menyimpan semua hal yang tidak perlu pada waktu dan tempat yang dibutuhkan.

Dalam sebuah meeting atau forum misalnya, dan banyak orang berebut untuk bicara p, ling banyak, berebut untuk paling didengar, berebut untuk terlihat paling pintar, berebut agar gagasannya yang paling dipertimbangkan, dan lain sebagainya.

Apakah mereka tidak bisa mendengarkan ? Bisa ! Namun sayangnya, saat seseorang mendengarkan argumen lawan bicaranya, ia mendengar hanya untuk menjatuhkan argumen orang tersebut, mencari titik lemahnya, mencari celah dari tiap kata-kata yang keluar dari lawan bicaranya untuk kemudian dikritisi, dipersalahkan, dan lain sebagainya.
Saat ini, jarang sekali ada orang yang mendengar untuk memahami maksud dari si lawan bicaranya secara menyeluruh dan kontekstual.

Apabila ingin didengar ucapannya, kita harus memulai menjadi pendengar yang baik. IMendengarlah untuk memahami, bukan menjatuhkan atau mencari kelemahan kata-kata lawan. Kita harus memahami argumentasi dan pola pikir orang secara kontekstual. Pada dasarnya, semua orang mempunyai pikiran, cara pandang, dan argumentasi yang unik, yang selalu bersumber dari pengalaman hidup personalnya masing-masing. Apapun yang ada di benak seseorang, apapun yang dikemukakan seseorang dalam kata-kata, sudah semestinya didengar, dipahami, dan dihargai secara kontekstual dan bijak.

Banyak mendengar bukan berarti tidak bicara sama sekali. Justru dengan kita sering mendengar, maka argumen yang kita katakan pastilah berasal dari masukkan banyak pemikiran dan sudut pandang yang kita dengar. Kita telah berhasil mengambil sebuah kesimpulan yang ditarik dengan mempertimbangkan banyak analisis, sehingga argument atau perkataan kita menjadi lebih matang dari kebanayakan orang.
Boleh saja kita lebih banyak diam mendengar dan jarang bicara, tapi semua orang akan tahu, sekalinya kita bicara, pastilah kata-kata bijak yang akan muncul. Mari kita biasakan mendengar, agar kita bisa perkataan kita lebih banyak ditunggu-tunggu orang lain.

Referensi :
https://www.bola.com/ragam/read/4443491/40-kata-kata-bijak-diam-itu-emas-penuh-makna-dan-memberi-pencerahan
https://www.quipper.com/id/blog/tips-trick/your-life/kamu-anak-sekolah-harus-paham-4-etika-penting-dalam-pergaulan-ini/

Dr. Agus Masrukhin