Humanisme Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Oleh: Dika Sri Pandanari, S.Fil., M.Sos.
“Ing Ngarso Suntolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”
Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang pejuang dan pembangun pendidikan bangsa. Ki Hadjar lahir dalam situasi penjajahan yang membuatnya berusaha melaksanakan perjuangan melalui pendidikan. Ia merupakan Menteri Pengajaran pertama Indonesia sekaligus pendiri perguruan Taman Siswa, sekolah pertama bagi warga Indonesia (pribumi) saat para warga tidak mendapatkan kesempatan belajar dibandingkan dengan anak-anak para pedagang dan penjajah. Ki Hadjar memandang bahwa hanya melalui pendidikanlah seseorang dapat merdeka, baik merdeka dari para penjajah maupun merdeka dari kehendak-kehendak diri yang mengekang.
Upaya Ki Hadjar untuk membangun pendidikan yang layak bagi masyarakat Indonesia dilandasi dari keprihatinannya atas akses pengetahuan bagi masyarakat Indonesia di tanahnya sendiri. Bagi Ki Hadjar pendidikan merupakan bagian dari pembangunan kehidupan. Manusia hanya dapat bertahan dan membangun hidup yang baik hanya jika ia memahami banyak hal yang dibutuhkannya dalam hidup. Pendidikan menjadi tiang penyangga bagi perjuangan kemerdekaan di samping perjuangan fisik dan politik dalam merangkai kemerdekaan. Ki Hadjar juga percaya bahwa manusia memiliki kemampuan wajar, artinya bahwa manusia tidak hanya dapat menjadi sangat baik atau sangat buruk melainkan memiliki bibit kemampuan yang standar untuk membedakan berbagai nilai. Contohnya ialah ketika seseorang berjalan di pasar dan melihat seorang ibu di dekatnya menjatuhkan tas belanja. Orang tersebut akan memiliki kemampuan wajar untuk datang dan menolong ibu tersebut. Sama halnya dengan ketika seseorang tengah berhadapan dengan Tindakan perusakan korupsi, maupun pelanggaran hak dasar manusia lain. Seseorang tersebut akan memiliki kewajaran untuk menolak atau melawan perihal yang buruk. Namun permasalahannya ialah bahwa kewajaran seseorang sering kali hilang ketika kesadarannya teralihkan maupun dirusak oleh kondisi.
Manusia dapat kehilangan kewajarannya karena hilangnya kesempatan berpikir dan mengingat nilai-nilai yang telah ia ketahui sebelumnya. Karena itu, Ki Hadjar memandang bahwa manusia perlu mengalami pendidikan agar kewajarannya dapat dipertahankan. Dengan proses pendidikan, manusia akan memahami Batasan dari kewajarannya melalui pengetahuan yang diajarkan oleh para guru. Hal ini merupakan tradisi yang telah berjalan selama ribuan tahun di mana banyak manusia yang berusaha menjadi baik atau tengah melakukan pencarian atas kebaikan berusaha untuk berguru pada seseorang atau sebuah kelompok masyarakat. Namun hubungan guru-murid bukanlah hubungan masyarakat biasa, di dalamnya diperlukan beberapa syarat agar pendidikan betul-betul hadir. Bagi guru, syarat yang diusung Ki Hadjar ialah Ing Ngarso Suntolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani atau di depan memberi contoh, di tengah menemani membangun semangat, dan di belakang mendukung. Sementara itu syarat bagi seorang murid ialah Nrimo, Niteni, Nirokke atau menerima, memperhatikan, dan menirukan. Dengan interaksi pendidikan demikian rupa Ki Hadjar bercita-cita menciptakan pendidikan yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutuhnya. Manusia bukan mesin pekerja maupun angka dalam angket suara saja melainkan entitas yang hidup dan berkehendak, ialah yang memiliki kodrat untuk merdeka dari segala penindasan.