Asal Usul Moralitas Kristen
Oleh: Simon Mangatur Tampubolon, S.Th.,S.Pdk.,M.A
Karakter itu berkaitan dengan moral, karena secara sederhana arti moral adalah: ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; Susila (KBBI).
Moral, diambil dari bahasa Latin mos (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat. Kata ’bermoral’ mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Dan kata moralitas juga merupakan kata sifat latin moralis, mempunyai arti sama dengan moral hanya ada nada lebih abstrak. Kata moral dan moralitas memiliki arti yang sama, maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan moralitas, karena sifatnya yang abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Untuk mengerti makna moral dalam konteks Kristen, maka diperlukan penelusuran kembali pada kisah manusia pertama Adam dan Hawa di taman Eden. Dikisahkan dalam Kejadian 2:15-17
2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. 2:16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia 2. “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, 2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
Tuhan menempatkan sebuah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, hal ini bukan berarti Allah tidak mengijinkan manusia memiliki pengetahuan tersebut. Sebaliknya, Allah ingin manusia mendapatkan pengetahuan dengan cara mengekplorasi taman Eden yang penuh dengan potensi untuk belajar, mendapatkan pengetahuan. Sejalan dengan itu Allah memberikan sebuah pengetahuan yang unik kepada manusia yaitu moral, melalui larangan yang diberikan Allah. Allah memberikan kebebasan kepada mereka untuk menikmati dan mengeskplorasi semua sumber yang ada di taman itu, tetapi ada satu batasan yang ditetapkan yaitu “pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat” yang kalau mereka memakannya mereka akan mati, tulis John C. Lennox dalam bukunya yang berjudul “2084: Pandangan Kristen Tentang Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dan Masa Depan Umat Manusia”
Dengan adanya sebuah batas, maka munculah moralitas, dengan demikian moralitas adalah sebuah kepekaan terhadap batas antara yang boleh atau tidak boleh, antara yang diijinkan Allah dan yang tidak, antara yang dimaui Allah dan yang tidak. Dengan demikian moralitas kristiani adalah kepekaan untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah.
Tetapi hal ini tidak semudah yang kita pikirkan, pasca masuknya sang ular dalam kisah itu. Dengan kecerdikannya sang ular menawarkan prespektif yang berbeda kepada manusia yang membuat manusia berpikir ulang tentang batas-batas yang sudah ditetapkan itu. Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?…Sekali kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”
Ular menyatakan, justru ketika manusia memakan buah yang dilarang untuk dimakan itu, maka mereka : “sekali-kali kamu tidak akan mati,” namun sebaliknya “…matamu akan terbuka dan kamu menjadi seperti Allah…” Secara harafiah, penjelasan ini menunjukkan bahwa manusia akan memiliki kemampuan untuk memandang dan memahami berbagai hal, lebih jauh dari apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Tingkat pengenalan itu terutama adalah untuk mengenal yang baik dan yang jahat. Ini berarti bahwa manusia akan memiliki kemampuan yang sama dengan Tuhan untuk mengenal siapa dan bagaimana dirinya sehingga ia akan hidup bebas dan kuasa Allah tidak berlaku lagi atas dirinya. Manusia dapat mengatur kehidupannya sendiri karena dia menjadi sama dengan Allah.
Kelanjutan dari hal itu dinyatakan:
3:6 Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.3:7 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.
Tahap-tahap yang menjadi awal perubahan moralitas dalam diri manusia digambarkan dengan: melihat – mengambil – memakan – memberikan – mata terbuka – menyemat
Ketika manusia itu melihat Dalam konteks cerita ini, tindakan “melihat” menunjukkan pemberontakan manusia karena ia membuka jendela hatinya, membiarkan dirinya tunduk pada daya tarik pohon yang ada di hadapannya.
Daya tarik dari buah pohon itu, yaitu pertama “baik untuk dimakan” Tuhan Allah menumbuhkan segala pohon yang “baik untuk dimakan buahnya” (Kej. 2:9). Kedua, “dan sedap kelihatannya”. Jadi, secara harfiah ungkapan ini berarti “mengandung nafsu atau keinginan padanya”. Secara sederhana ungkapan ini boleh ditejemahkan dengan “membangkitkan selera pada pandangan orang yang melihat”. Jika demikian, keterangan “sedap kelihatannya” di sini berarti “membangkitkan keinginan untuk melihat secara rinci”. Ketiga, “memberi pengertian”. Ungkapan ini secara tepat berarti “asyik karena mendatangkan pengertian”.
Lalu Hawa mengambil dari buahnya dan dimakannya, selanjutnya ia memberikan buah dengan rekomendasi yang baik itu kepada suaminya, dan suaminyapun memakannya. Urutan peristiwa: melihat, mengambil, memakannya, memberikan kepada suaminya, mata terbuka dan akhirnya menyemat pakaian, bukan tindakan tiba-tiba dan sesaat. Inilah saat dimana manusia secara pasti memutuskan untuk melawan Tuhan dan disitulah ia berdosa.
Dalam konteks moralitas, maka inilah awal manusia menentukan sendiri batas-batas moral atau batas-batas yang boleh atau tidak boleh, yang baik atau buruk dalam hidup mereka.