Mutasi Genetik dan Revolusi Kognitif Sebab Mula Keunggulan Homo Sapiens

Oleh: Yustinus Suhardi Ruman

Sebetulnya mutasi genetic terjadi pada semua spesies manusia (Harari, 2014). Semua spesies manusia pada mulanya sama. Homo sapiens, Nendeartal, Erectus dan lainnya memiliki ukuran otak yang sama. Semua mereka juga tidak menghasilkan alat-alat yang canggih dan juga tidak punya prestasi lebih apapun satu dari yang lainya. Selain itu, kerabat dekat semua spesies manusia, Simpanse dan semua spesies manusia dapat berkomunikasi dan membangun kehidupan sosial. 

Namun, berbeda dari spesies manusia lainnya, pada Sapiens, mutase genetic itu tidak berhenti. Ia mendorong terjadinya revolusi kognitif.  Homo Erectus misalnya dapat menciptakan teknologi batu. Teknologi batu ini menunjang hidupnya selama 2 juta tahun. Namun, mutasi genetic tersebut berhenti. Oleh karena itu, sampai ia punah, Homo erectus hanya berhasil menciptakan dan menggunakan tekonologi batu itu selama 2 juta tahun.  

Dalam bidang sosial, semua spesies manusia hidup dalam kelompok-kelompok sosial. Mereka dapat dan membangun kerja sama.  Namun, seperti teknologi yang tidak berkembang, kerja sama sosial di antara merekapun tidak berkembang. Kerja sama sosial itu terbatas hanya pada sekelompok kecil orang. Hal ini menyulitkan mereka untuk membangun aliansi yang lebih besar untuk menghadapi tantangan yang lebih besar dan kuat dari mereka. Dalam kondisi asali yang sama itu, Sapiens pernah mengalami kegagalan saat berjumpa dengan orang-orang Neandertal.

Harari (2014) mendeskripsikan, sekitar 100.000 tahun silam, sejumlah kelompok Sapiens melakukan migrasi ke Utara memasuki wilayah Masyrik. Wilayah ini dikuasai oleh Neandertal. Dalam perjumpaan dengan Neandertal itu, Sapien mengalami kegagalan. Sapiens kemudian mundur dari wilayah itu, dan meninggalkan Neandertal sebagai penguasa Timur Tengah.

Setelah mengalami masa kegagalan itu, kisah-kisah Sapiens selanjutnya sampai dengan hari ini disi oleh kesuksesan demi kesuksesan. Kisah-kisah sukses ini diawali oleh terjadinya mutase genetic aksidental pada Sapiens yang mendorong terjadinya revolusi kognitif. Revolusi kognitif pada Sapiens mengaktualisasi secara progresif potensinya dalam menggunakan bahasa. Dengan kemampuan bahasa ini, Sapiens dapat meneruskan atau mewariskan perilakunya kepada generasi-generasi selanjutnya, tanpa harus terjadi mutasi genetic yang baru. Sapiens dapat mempertahankan eksistensinya dengan menciptakan berbagai macam kisah entah factual, entah imaginative.

Kemampuan berbahasa sebetulnya bukan ciri istimewa Sapiens. Manusia spesies yang lainnya pun memiliki kemampuan berbahasa. Bahkan kerabat dekat manusia seperti Simpanse, Gorila atau Monyet memiliki kemampuan berbahasa. Dalam bidang vocal misalnya, selain Sapiens, kera dan monyet pun memilikinya. Kera hijau (Harari, 2014) misalnya dapat melakukan berbagai jenis panggilan untuk berkomunikasi. Artinya, Sapiens bukan yang pertama dan satu-satunya yang menggunakan vocal untuk berkomunikasi.

Namun berbeda dengan monyet atau kerja, Sapiens (Harari, 2014) dapat menghasilkan jauh lebih banyak suara berbeda dibandingkan dengan semua yang lainnya. Sapiens dalam konteks ini dapat menjelaskan secara detail tentang apa yang dilihatnya atau yang didengarnya. Bahkan lebih dalam ia dapat membangun sebuah gossip, fiksi tentang apa yang dilihatnya dengan tujuan supaya individu yang lainnya sesegera mungkin secara kolektif merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan antisipatif yang lebih efektif.

Harari (4014)  menjelaskan bahwa semenjak revolusi kognitif, Sapiens hidup dalam realitas ganda. Sapiens dapat hidup dalam realitas obyektif, dan juga imaginative (subyektif). Sapiens di satu sisi dapat bercerita tentang pengalaman-pengalaman obyektifnya seperti melihat pohon, melihat sungai, dan seterusnya. Namun pada sisi lainnya, Sapiens dapat juga bercerita tentan sebuah dunia yang tidak riil. Ia dapat bercerita tentang sebuah dunia imaginative, tentang seorang pribadi secara imaginative. Ia dapat berkhayal tentang sesuatu, tentang seseorang, tentang sebuah kekuatan yang tidak pernah ia jumpai.

Bahkan revolusi koginitif memungkinkan manusia secara imaginative berada sekaligus dalam satu periode waktu. Ia dapat berada pada masa lalu, masa sekarang dan juga masa depan. Sapiens, berkat revolusi kognitifnya secara imaginative dapat menggenggam waktu. Ia menjadi pengendali waktu. Berkat kemampuannya dalam berbasa, Sapiens meluncur cepat melalui jalur tanpa hambatan meninggalkan semua spesies manusia dan hewan lainnya dalam soal kerja sama.

Yustinus Suhardi Ruman