Sesama Sebagai Warga Negara
Oleh: Christian Siregar
HAK PERSAMAAN HUKUM adalah jenis HAM yang masuk ke dalam kategori Right Of Legal Equality, yakni hak untuk memperoleh pengayoman serta perlakuan sama di hadapan hukum. Adapun contoh hak persamaan hukum ini, sebagai berikut:
- Hak untuk mendapatkan bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa
- Hak untuk dikenakan dengan asas praduga tak bersalah
- Hak untuk mendapatkan kepastian hukum
- Hak untuk mendapatkan pengakuan dan jaminan hukum.
Hak itu sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 UUD’45 yang berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Namun yang saya saksikan dalam “Just Mercy”, sebuah film produksi 2019 yang diangkat dari kisah nyata (based on true story yang terjadi di Monroeville Alabama, AS sejak 1986 sampai era ’90an) sangat bertolak belakang. Kisahnya berawal dari kasus terbunuhnya seorang remaja perempuan berusia 18th dan berkulit putih, Ronda Morrison, di sebuah toko penatu (laundry). Walter McMillian (dikenal sebagai Johnny D) yang berkulit hitam dituduh telah melakukan pembunuhan itu. Sherif Tate (sherif setempat yang berkulit putih) memaksa seorang pemabuk Ralph Myers yang berkulit putih untuk naik saksi di pengadilan, memberatkan dan menjadikan Johnny D terdakwa dengan sanksi hukuman mati, bahkan sebelum sidang pengadilan membuat keputusan. Bryan Stevenson, sarjana hukum yang baru lulus dari Harvard, membuka kantor komsultasi hukum “Equal Justice Initiative” di Alabama lalu menjadi pengacara bagi orang-orang seperti Johnny D. Tujuannya adalah membela para terdakwa hukumam mati yang kebanyakan berkulit hitam terutama di penjara Holman Alabama. Ia berhadapan dengan system yang kuat dan bersifat rasis. Tapi dengan perjuangan mahaberat selama puluhan tahun akhirnya ia berhasil menegakkan hukum yang konstitusional. Bryan dan tim advokasinya berhasil membebaskan banyak terdakwa hukuman mati di kursi listrik akibat kesalahan system yang sangat kuat dipengaruhi kaum rasis kulit putih.
Film “Just Mercy” bagi saya bukan sekadar hiburan di saat waktu luang pandemi covid19. Menyaksikan film ini paling tidak mengingatkan saya bahwa masalah rasisme masih ada, bukan hanya di Amerika tapi juga di Indonesia, termasuk etnosentrisme. Mereka yang menganggap budaya, suku dan kepercayaan mereka lebih tinggi daripada kelompok lain, biasanya minoritas, lalu mengintimidasi secara verbal atau non verbal. Hal demikian itu masih banyak menjadi pemandangan umum di medsos. Kemudahan akses informasi serta penyebaran informasi melalui internet ikut mempermudah tumbuh suburnya rasisme dan etnosentrisme.
Bagaimanapun sebagai manusia Pancasila kita tidak diajar untuk melihat agama, suku, ras lain sebagai ancaman. Itu sikap rasisme dan etnosentrisme. Kita justru sebaliknya diajar untuk selalu menghargai sesama sebagai warga negara yang setara. Kita diajar untuk mampu bekerjasama karena budaya gotong royong adalah budaya kuat kita. Kita hidup di bumi dan di kolong langit yang sama, bukan untuk satu golongan atau kelompok agama, suku dan ras tertentu, tapi untuk semua orang tanpa membeda-medakan. Karena kita adalah Indonesia, Rumah bagi segala orang yang memiliki kesamaan derajat dan status di hadapan hukum dan pemerintahan. Tugas kita adalah menghidupi keadilan dalam kesetaraan, berusaha hidup solider, saling peduli dan bekerjasama karena perbedaan di antara kita, sesama warga negara Indonesia, itu adalah warna pelangi yang indah anugerah dari Tuhan.