Kutukan Juara Dua

Oleh: Benny

Ada sebuah fenomena yang menarik dalam perlombaan. Dalam pertandingan jika kita melihat ekspresi foto-foto para pemenang, terlihat bahwa tidak disangkal lagi bahwa juara pertama adalah yang paling bahagia. Dengan logika bahwa yang tertinggi adalah yang paling bahagia, maka urutan juara-juara berikutnya juga berbahagia tetapi dengan jumlah kebahagiaan yang berbanding lurus dengan urutannya.

Akan tetapi tidak semudah itu ferguso! Ternyata manusia tidak sesederhana itu. Psikologis manusia itu kompleks. Faktanya juara dua itu terlihat kalah bahagia dibandingkan juara tiga, bahkan terlihat terkadang juara dua itu terlihat menderita!

Mengapa demikian? Bukankah sudah juara dua? Lebih tinggi dari lawannya sebagai juara tiga tetapi mengapa terlihat seperti tersiksa? Pada situasi tersebut manusia membandingkan. Dia membandingkan apa yang dimilikinya dengan apa yang dimiliki orang lain. Meski si juara dua bersaing dengan yang lainnya juga untuk menjadi yang terbaik tetapi dia membandingkan dirinya hanya dengan si juara pertama. Dia merasa sudah sangat dekat menjadi yang terbaik, tetapi gagal!

Sedangkan si juara tiga, dia merasa beruntung! Dia merasa beruntung karena masih bisa masuk tiga besar. Dia merasa beruntung bahwa dia hampir tidak mendapatkan kemenangan tiga besar. Dia melihat ke bawah ke lawan-lawannya yang tidak masuk tiga besar.

Itulah paradok yang terjadi. Dari paradok ini membuktikan bahwa ternyata kebahagiaan itu tidak selalu berbanding lurus dengan keberhasilan tetapi dengan sikap mental kepuasan. Ketika kita membandingkan ke atas maka kita akan merasa kurang, merasa kalah dan bahkan merasa tidak mampu. Akan tetapi Ketika kita membandingkan ke bawah, kita dapat merasa lebih baik, lebih tinggi, dan cakap.

Jadi apakah untuk kita berbahagia itu kita harus membandingkan ke bawah selalu? Ini juga tidak bijaksana! Melihat kebawah demikian meski dapat membuat kita bersyukur tetapi juga bisa dilihat bahwa kita berbahagia dari kekalahan, ketidak mampuan ,atau ketidakberuntungan orang lain. Tidak berempati istilahnya.

Ada cara berbahagia yang lebih bijaksana. Kita dapat berpuas dengan apa yang kita dapat dan miliki. Dengan sikap mental selalu berusaha yang terbaik dan apapun hasilnya kita berpuas dan bersyukur. Gunakan pengalaman sebagai pembelajaran untuk memperbaiki diri tanpa perlu iri pada keberhasilan orang lain. Kebahagiaan kita adalah milik kita, kita jaga dan kembangkan. Janganlah kebahagiaan kita tergantung pada hanya jika kita berhasil atau melihat orang lain gagal. Kita berbahagia karena kita putuskan kita mau berbahagia dan kita dapat kondisikan sikap mental kita untuk berpuas dengan apa yang ada.

Karena itu, jika anda juara dua, maka berbahagialah! Janganlah keberhasilah si juara satu mencegah anda berbahagia dan menikmati keberhasilan anda!

Benny