Bijak Memilih Tayangan
Oleh: Hari Sriyanto
Tehnologi informasi yang semakin berkembang membuat persaingan media semakin ramai. Kemajuan tekhnologi informasi, membuat terjadinya perubahan kebiasaan masyarakat dalam menggunakan media. Radio yang pada dekade 60-an hingga akhir 80-an memiliki banyak penggemar, kini banyak ditinggalkan, digantikan televisi. Perkembangan tehnologi informasi memunculkan internet di awal 2000-an. Secara perlahan internet menggantikan koran atau media cetak lainnya. Boleh dikatakan, saat ini di pagi hari, jarang ada orang yang membaca koran. Mereka lebih memilih media internet yang bisa diakses dari smart phone mereka. Ramalan mendiang Steve Job kini menjadi kenyataan : dunia dalam genggaman kita.
Internet saat ini menjadi kebutuhan bagi mayoritas mayarakat kita. Meski demikian media televisi masih sebagai primadona, dan dianggap sebagai media yang paling efektif dalam menjalankan fungsinya sebagai media massa ; yakni memberi informasi, pendididkan, hiburan dan pembentuk opini public. Dan hingga saat ini televisi masih merajai dalam hal pembagian kue iklan media massa di Indonesia.
Tapi benarkah televisi di Indonesia sudah melaksanakan fungsinya dengan baik ? Memberi informasi, pendididkan, hiburan dan Membentuk opini publik ? Pertanyaan tersebut saya ajukan, karena menurut saya banyak tayangan televisi yang hanya mencari rating tinggi, tanpa mengedepankan kualitas, hingga fungsi televisi sebagai media massa-pun diabaikan.
Banyak tayangan televisi tidak mendidik, dan hanya memberi hiburan yang kurang berkualitas. Tayangan-tayangan seperti sinetron ataupun infotainment, tidak membuat orang menjadi cerdas karenanya. Bahkan tayangan-tayangan tersebut seperti terkesan membodohi masyarakat kita. Di sini saya harus mengatakan peran Komisi Penyiatan Indonesia (KPI) tidak optimal. KPI seakan hanya bertindak, apabila ada aduan (keluhan) dari mayarakat.
Lalu bagaimana dengan televisi yang mengambil segmen televisi berita ? Menurut saya, sama saja. Televisi berita di Indonesia, masih jauh dari bagaimana tugas sebagai media massa. Beberapa televisi berita, banyak yang menayangkan berita tidak berimbang. Unsur cover both side masih dikesampingkan. Sebuah berita yang sama, bisa saja angle-nya akan berbeda saat diberitakan di stasiun televisi, karena ada pesanan dari owner-nya. Terlebih berita tentang politik. Televisi akan memberitakan berita politik sesuai dengan pesanan pemiliknya. Hal ini bisa terjadi karena stasiun televisi di Indonesia saat ini dikuasai oleh pengusaha, yang hanya memiikirkan keuntungkan finansial. Lebih parah lagi adalah televisi yang dimiliki pengusaha yang juga politikus, Berita-berita yang ditampilkan ‘harus sesuai dengan ‘pesanan dan kemauan pemiliknya, yang nota bene berita tentang parpolnya’.
Lalu apa yang harus kita lakukan ? Bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar berpendidikan rendah, menganggap televisi lebih sebagai media hiburan, dan mereka akan mudah terpengaruh berita-berita di televisi. Padahal berita tersebut belum tentu obyektif, tidak berimbang, dan bisa jadi tendensius . Hanya sebagain kecil masyarakat Indonesia yang menganggap televisi sebagai media informasi, dimana mereka lebih selektif dalam memilih sebuah tayangan.
Kondisi di Indonesia memang berbeda dengan negara-negara maju, Di negara kita media massa dikuasai oleh pengusaha, yang intinya mereka mengelola media demi keuntungan finansial. Sementara di negara-negara maju, dimana mayoritas masyarakatnya berpendidikan tinggi, lebih selektif dalam memilih tayangan televisi. Bahkan bisa dikatakan, masyarakat memiliki pengaruh yang besar terhadap tayangan televisi, Mereka akan lebih selektif dalam menonton televisi, yang berbobot dan sesuai dengan keinginan mereka. Bila ada televisi yang menayangkan program tidak berkualitas, sensasional tanpa nilai positif, ataupun tidak sesuai dengan kenyataan, penonton akan meninggalkannya.
Kita masih ingat bagaimana CNN ditinggalkan audience-nya, saat terjadi perang teluk, karena membuat berita yang tidak berimbang ; lebih membela kepentingan pemerintah AS. Saat itu orang-pun memilih jaringan televisi Al-Jazeera untuk mencari berita seputar perang teluk, Ini membuktikan, media dituntut untuk cover both side dalam memberitakan sebuah peristiwa.
Maraknya berbagai tayangan televisi di Indonesia, harus disikapi dengan bijak. Kita harus bisa memilih tayangan yang mendidik, memberi pencerahan, membuat semakin cerdas, dan kita bisa memiliki opini yang benar tentang sebuah masalah. Jangan sampai kita diberi tayangan yang isinya membodohi dan membuat cara berpikir kita menjadi salah. Kini sudah saatnya kitalah yang mempengaruhi materi tayangan televisi, dengan cara memilih tayangan yang berkualitas.
Sudah saatnya kita tinggalkan tayangan televisi yang hanya mengejar rating, tanpa memikirkan unsur kualitas. Tayangan yang berkualitas dan mendidiklah yang kita butuhkan. Dengan tayangan-tayangan yang mendidik dan berkualitas akan bisa mengubah cara pandang dan perilaku kita menjadi lebih baik, Bila masyarakat kita sudah selektif dan memilih tayangan yang berkualitas, dengan sendirinya pengelola televisi akan berlomba-lomba membuat tayangan yang baik dan mendidik, tidak hanya sekedar mengejar rating.
Sebagai warga masyarakat, kita berhak mendapat tayangan yang isinya bukan hanya sebuah tontonan, tetapi juga tuntunan bagi kita untuk melangkah ke depan. Kita harus mendapat sesuatu yang positif dari tayangan televisi, yang dapat menuntun kita menjadi orang yang lebih baik, dari segi pengetahuan, cara pandang, kebiasaan maupun perilaku. Bukan malah sebaliknya tayangan televisi membuat cara pandang kita menjadi keliru dan membuat kita tidak berkembang. Untuk itu, marilah kita bijaksana dalam memilih tayangan yang berkualitas. (Hari Sriyanto / d2715)