Televisi Bukan Hanya Media Hiburan
Oleh: Hari Sriyanto
Salah satu tayangan televisi di Indonesia yang banyak peminatnya adalah infotainment. Dari pagi, siang, sore hingga malam, infotaiment masih memiliki penggemar tersendiri. Wajar saja karena tayangan ini banyak menampilkan public figure dengan berbagai problematikanya ; gossip, karier, percintaan, problema pekawinanan hingga masalah pribadi lainnya.
Penggemar infotainment di Indonesia menganggap tayangan tersebut sebagai bagian dari kebutuhan dalam hidupnya. Mereka ini terutama kalangan ibu-ibu rumah tangga. Maraknya infotainment membuat banyak rumah produksi bersaing untuk meningkatkan rating acaranya, dengan melakukan berbagai cara. Diantaranya melebih-lebihkan informasi public figure, seperti mengumbar aib, dan bahkan fitnah.
Hal ini sangat bertentangan dengan nilai agama yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia. Agama Islam melarang umatnya membicarakan dan menyebarkan aib orang lain. Oleh karena itu, infotainment menurut Islam bisa dikatakan haram, jika didalamnya membicarakan dan menyebarkan aib orang lain (ghibah). Itulah sebabnya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pernah mengkritik banyaknya infotainment yang sifatnya fitnah atau membuka aib orang lain.
Dalam kenyataannya, hingga hari ini infotainment masih banyak digemari masyarakat. Info-info seputar artis yang sedang popular, banyak dihadirkan dalam infotainment. Menurut saya hal itu sebenarnya sah-sah saja. Namun akan menjadi masalah, apabila yang ditampilkan adalah sisi buruk si artis, atau justru artis yang sengaja mencari sensasi demi popularitasnya.
Banyak tayanyan infotainment yang isinya tidak memiliki makna positif bagi audience, karena hanya berisi sensasi murahan. Bahkan ada beberapa artis yang sengaja membuat sensasi, dengan tujuan agar masyarakat luas membicaraannya. Tahun lalu, kita pernah dihebohkan oleh pemberitaan artis yang baru keluar dari penjara. Berbagai infotainment memberitakan moment keluarnya artis tersebut dari penjara. Dan tanpa sedikitpun rasa malu, artis yang dipenjara karena kasus pelecehan seksual sejenis, dan penyuapan hakim tersebut, langsung suringah saat diwawancarai wartawan infotainment. Lebih aneh lagi ia dikalungi bunga dan diarak dengan mobil mewah.
Ini apa sebenarnya yang terjadi ? Seseorang yang melakukan tindakan asusila dan menyuap hakim, diberitakan media dan diperlakukan seperti pahlawan yang baru kembali dari perang ? Kejadian itu, membuat saya bertanya, bagaimana tanggung jawab media terhadap audience-nya ? Apa layak moment seperti itu ditayangankan ?
Media massa memiliki fungsi memberi informasi, pendididkan, hiburan dan membentuk opini publik, Bagaimana dengan tayangan-tayangan infortainment ? Apa yang diberikan infotainment bagi audience-nya ? Apakah tayangan-tayangan itu memberi Pendidikan yang baik bagi masyarakat ? Dan bagaimana dengan opini publik yang terbangun atas tayangan-tayangan tersebut ? Pertanyaan-pertanyaan itu mendapat jawaban, bahwa semua itu terjadi karena media massa (audio dan visual), hanya memikirkan rating dan iklan yang masuk.
Nah sebagai anggota masyarakat, yang masih menjadikan televisi sebagai media massa utama, kita harus bijaksana dalam memilih tayangan. Indonesia adalah demokrasi, yang menjamin hak warga negaranya untuk mendapatkan kebebasan informasi Kita bisa bebas memilih tayangan apapun yang kita suka, dan memberi dampak positif. Untuk itulah kita harus lebih selektif dalam memilih tayangan televisi. Mana yang baik yang memberikan nilai positif, dan mana yang tidak baik dan tak layak ditonton. Kita membutuhkan tontonan yang bisa menuntun kita untuk berperilaku baik, dan dan tidak terjebak dengan pengaruh-pengaruh negative tayangan televisi.
Sudah saatnya kita jadikan media massa sebagai media informasi dan pendidikan, dan bukan hanya media hiburan semata, sehingga kita bisa memiliki opini yang positif tentang sebuah peristiwa. Media massa bukan hanya untuk menghibur, tetapi harus bisa memberi informasi dan pendidikan bagi audience-nya. Media massa harus membuat anak bangsa menjadi lebih cerdas, dengan content-content yang mendidik, mencerahkan dan membuat kita lebih bijak dalam melangkah atau mengambil sebuah keputusan.
Mengutip dari pernyataan Mentri Penerangan era Orde Baru Harmoko, sebuah tayangan sebaiknya bukan hanya sebagai sebuah tontonan, tetapi harus bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat. Denga demikian, kita sebagai warga masyarakat, harus mendapat seuatu yang positif dari tayangan televisi, yang dapat menuntun kita menjadi lenih baik dari sebelumnya, baik dalam pengetahuan, cara pandang, kebiasaan maupun perilaku. (Hari Sriyanto / D2715)