Perkembangan Emansipasi Wanita di Indonesia
Oleh: Heru Widoyo
Emansipasi menurut KBBI adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria). Emansipasi harus memberikan hak yang diberikan secara tepat kepada kelompok, individu atau orang yang sebelumnya kurang diabaikan. Hal ini penting sebagai sarana untuk meningkatkan kebebasan berekspresi dan keterampilan profesional, memungkinkan siapa saja untuk bekerja bahu-membahu dalam pembangunan tanpa membeda-bedakan aspek kehidupan tertentu.
Sementara itu, emansipasi wanita adalah proses pembebasan wanita dari status sosial ekonomi yang rendah atau dari pembatasan hukum yang membatasi perkembangan dan kemajuannya dalam segala bidang kehidupan sosial. Emansipasi wanita mengupayakan kesetaraan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada perempuan untuk bekerja, belajar dan bekerja sesuai dengan kemampuannya seperti laki-laki. Pada intinya, emansipasai wanita adalah poses pembebasan wanita dari posisi sosial ekonomi yang rendah atau dari kendala hukum yang membatasi potensi mereka untuk berkembang dan maju.
Kemunculan emansipasi wanita di Indonesia dimulai dari pada masa penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, banyak perempuan Indonesia yang sama sekali tidak berpendidikan di masa itu dikarenakan hanya anak-anak dari keturunan bangsawanlah yang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Salah satu pahlawan penggerak emansipasi wanita yang hebat adalah Ibu R.A. Kartini. Ibu Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879. Pada masa kecil Ibu Kartini, pendidikan layaknya sekolah hanya diperolehkan bagi laki-laki dan anak perempuan keturunan Belanda saja. Sehingga akhirnya Ibu Kartini memberontak dan ayahnya yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Jepara pun akhirnya luluh dan memasukannya ke ELS (Europese Legare School), sehingga Ibu Kartini bergaul dengan anak keturunan Indo-Belanda dan mendapatkan pendidikan formal, juga dapat berbahasa Belanda serta belajar banyak hal seperti belajar menjahit, menyulam, merajut, hingga membaca Al Quran.
Ketika Ibu Kartini beranjak remaja, beliau mulai memasuki masa pingitan sehingga hanya beberapa temannya yang mengunjui dan lama kelamaan pun semakin jarang karena teman-temannya harus Kembali ke Belanda. Dengan kondisinya yang sedang dalam masa pingit pun Ibu Kartini tetap belaajr secara mandiri melalu membaca buku-buku Belanda serta surat menyurat dengan teman Belanda nya yang bernama Abendanon. Ibu Kartini sangat menyuaki pola pikir wanita Eropa karena beliau pun banyak membaca buku, koran, dan majalah Eropa pada saat ini, dan dari sinilah ia memiliki keinginan untuk memajukan perempuan Indonesia, karena melihat status sosial yang rendah perempuan Indonesia. Ibu Kartini terkenal dengan bukunya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini mengandung isi surat-surat yang ditulis beliau untuk sahabatnya yang ada di Belanda yang berisi tentang pandangan dan harapannya kepada kaum perempuan di Indonesia. Ibu Kartini berharap kaum wanita dapat memiliki kecerdasan yang diakui dan bisa menerapkan ilmu yang dimilikinya, sehingga kaum wanita di Indonesia bisa lebih percaya diri dan tidak lagi direndahkan oleh kaum laki-laki.
Sementara itu, pada tahun 1912, R.A Theresia Saburudin, R.K Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranoto mendirikan organisasi perempuan pertama di Batavia yang bernama Poetri Mardika. Poetri Mardika adalah organisasi perempuan yang bertujuan memotivasi seluruh perempuan di Indonesia tentang pentingnya meningkatkan taraf hidup. Perjuangan organisasi Poetri Mardika dinilai berhasil dikarenakan setelahnya semakin banyak organisasi wanita yang berdiri dalam menjangkau masyarakat bawah untuk mendapatkan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat. Rata-rata perkumpulan-perkumpulan perempuan di atas bermaksud untuk memberikan kesempatan bagi perempuan memiliki kepandaian-kepandaian khusus, seperti keterampilan menjahit, membatik, merenda, dan sebagainya sehingga kita sebagai perempuan tidak perlu bergantung kepada laki-laki.
Dan pada tahun 1917, munculah organisasi yang didirikan Maria Walanda Maramis yang Bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT). Pada awalnya, tujuan dari organisasi ini adalah mendiskusikan berbagai persoalan pada anak. Namun, berubah menjadi wadah memajukan kaum wanita di Minahasa. Maria berusaha agar kaum wanita memiliki hak suara pada pemilihan anggota dewan. Dan masih banyak lagi organisasi pejuang emansipasi wanita diluar sana.
Dengan sejumlah perjuangan di atas, kita perempuan di Indonesia, yang disebut sebagai generasi muda atau kartini muda, dapat menikmati banyak kebebasan untuk mengenyam pendidikan dan hak-hak kita sebagai manusia dan perempuan. Maka dari itu, kita juga harus bertanggung jawab atas hak dan kebebasan yang kita miliki. Jangan takut untuk bermimpi dan memperjuangkan cita-cita kita, karena setiap orang berhak memilih dan memperoleh mimpi dan kebebasannya.