Mengakrabi Perubahan
Oleh: Christian Siregar
Apakah Anda pernah mendengar seseorang bersorak gembira sambil menyebutkan kata “eureka!” atau membaca mengenai kata ini?
Biasanya kata eureka ini akan disebutkan oleh orang-orang sambil bersorak kegirangan karena berhasil menemukan atau menyelesaikan sesuatu.
Ternyata kata ini sudah populer sejak ratusan tahun lalu (abad-abad pertengahan) setelah seorang ilmuwan asal Yunani bernama Archimedes (3 sM) mengucapkannya saat berhasil menemukan teori baru.
Eureka adalah kata seruan yang digunakan untuk melambangkan penemuan suatu hal. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Εὕρηκα/Ηὕρηκα – Heurēka/Hēurēka yang berarti “Aku telah menemukannya”.
Dalam bahasa Inggris, eureka diartikan “i find it” atau “aku telah menemukannya” dalam bahasa Indonesia.
Sebenarnya Archimedes bukanlah orang yang menemukan atau pertama kali memakai kata eureka ini. Namun, karena ia menggunakannya ketika menemukan teori baru, maka penggunaan kata eureka semakin populer.
Archimedes yang merupakan seorang ilmuwan terkenal di Syracuse, Yunani, menemukan teori bahwa air yang berada dalam wadah akan tumpah jika dimasukkan benda ke dalamnya.
Berat dari benda tersebut bisa diketahui dari air yang tumpah, karena air yang tumpah memiliki berat yang sama dengan benda yang dimasukkan ke dalam wadah tadi.
Ketika ia mengetahui hal tersebut, Archimedes yang saat penemuan itu sedang berada di bathtub (bak mandi) pun sangat senang dan langsung keluar dari bathtubnya lalu berlari-lari keluar dari rumahnya sambil berteriak, “Eureka! Eureka! Eureka!”.
Lalu apa hubungannya eureka dengan topik kita kali ini: Mengakrabi perubahan, merangkul pengetahuan? Sejak awal pandemi covid-19 sekitar akhir 2019 banyak ilmuwan berusaha menemukan pengetahuan baru dalam bidang teknologi. Sebut saja antara lain jenis vaksin (Sinovac, Pfizer, AstraZeneca) yg terkenal itu, di samping juga teknologi berbasis internet untuk alat komunikasi seperti Google Meet, Whatsapp, YouTube, Instagram dan Zoom yang perkembanganya sangat pesat.
Semua itu terjadi karena keadaan dan kebutuhan. Keadaan adalah kondisi terjepit karena kita dipaksa bekerja dari rumah (WfH). Kebutuhan karena dibutuhkan terobosan baru untuk mengatasi jalur komunikasi yang terhambat oleh sebab keadaan.
Di samping kedua hal di atas ada faktor lain yang tidak bisa kita abaikan perannya, yaitu sekularisme. Paham sekularisme yang pada umumnya dipandang negatif karena mengeksklusi agama dari ruang publik harus kita akui berperan amat besar bagi perkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasilnya berupa terobosan dan kemudahan yang kita nikmati sekarang.
Pertanyaan yang perlu kita renungkan sekarang adalah apakah kita tidak perlu bersyukur untuk kemajuan-kemajuan yang dalam banyak hal berhasil mengatasi kebuntuan-kebuntuan akibat pandemi covid19? Jika kita menjawab “YA” maka tidak sebaiknya kita terlalu banyak mengeluh dan komplain dengan keadaan kini. Sebab keluhan dan komplain hanya akan membuat langkah maju kita terhenti seketika. Justru sebaliknya, berpikirlah positif, syukurilah dan mari kita mulai belajar mengakrabkan diri dan membiasakan diri dengan segala perubahan yang terjadi. Karena hanya dengan cara itulah kita akan semakin berkembang dalam iptek dan penemuan-penemuan baru yang membuka cakrawala berpikir dan kesadaran kita, bahwa Tuhan tetap berkarya. Gusti Allah ora sare (Dia tidak pernah tidur atau terlelap). Tuhan terus berkarya di tengah kesulitan hidup dan perubahan serta iptek yang manusia hasilkan guna menjawab kesulitan dan tantangan hidup kini dan nanti.
Semangat, terus berjuang pantang menyerah. Eureka, Eureka, Eureka…I find it !!