Memaknai Kehadiran Sesama Sebagai Epifania Tuhan
Oleh: Christian Siregar
Pada dasarnya kita diciptakan unik satu dengan yang lainnya. Kita berbeda dengan sesama kita. Namun, kita memiliki kualitas, derajat dan martabat yang sama dengan sesama kita, karena semua manusia adalah ciptaan Tuhan, citra Tuhan. Semua agama meyakini satu kebenaran religius dasar, bahwa setiap manusia merupakan makhluk yang bernilai luhur dan mulia. Manusia terlahir di dalam suku, ras, agama, etnis dan bangsa yang berbeda-beda namun sejatinya hakikat setiap manusia sama-sama adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan menciptakan setiap manusia sebagai suatu kebaikan dan keindahan sejak awalnya. Manusia adalah penampakan (Epifania) Tuhan. Tuhan memberikan kualitas fisik dan jiwani bagi manusia untuk bisa mengenali Dia sebagai Tuhan Pencipta melalui sesama manusia. Tuhan menciptakan manusia dengan dianugerahi akal, juga hati nurani yang membentuk pribadi yang bermoral dan aspek religius untuk bisa mengembangkan diri, mengasihi sesama, mengolah alam dan memuliakan Tuhan. Inilah makna sesama sebagai penampakan Tuhan bagi kita dan begitupun sebaliknya, kita adalah penampakan Tuhan bagi sesama kita.
Lalu apa saja konsekuensi etis dari pengakuan akan sesama sebagai penampakan Tuhan bagi kita? Pertama, kita akan lebih menghargai sesama manusia seperti kita menyayangi Tuhan kita. Kita tahu bahwa sesama kita adalah makhluk yang berharga, begitupun juga diri kita sendiri sebagai citra Tuhan. Kedua, kita tentu juga akan lebih peka lagi terhadap sesama kita untuk saling membantu, karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup hanya seorang diri saja. Selanjutnya, kita juga akan lebih berhati-hati, berlaku bijaksana serta bertanggung jawab supaya hal-hal yang kita lakukan tidak menyakiti sesama kita dan menimbulkan penyesalan. Sesuai yang tertulis di Alkitab atau ajaran agama-agama lainnya mengenai hukum kasih, agar kita saling mengasihi seperti Tuhan mengasihi kita dan kitapun mengasihi diri sendiri:
- Dalam Alkitab misalnya Matius 22:37-40 – “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah l tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
- Dalam Al Quran misalnya QS. Al-Qasas:77 – “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.”
- Dalam Buddhisme ajaran tentang metta yang bermakna cinta kasih yang tanpa batas – dinyatakan demi kebahagiaan semua makhuk.
- Dalam agama Konghucu kata cinta kasih (Ren) terdiri dari huruf dua (er) dan huruf manusia (ren) di gabung menjadi Ren (cinta kasih). Yang secara filosofis bisa diartikan: jikalau dua orang bertemu harus ada komunikasi yang baik.
- Konsep Tat Twam Asi dalam Hinduisme yang mengandung arti Aku adalah Dia, Dia adalah Engkau – maka kitapun wajib saling mengasihi.
Melalui sesama, kita bisa merasakan dan sekaligus menghayati kehadiran Tuhan yang selalu menyertai hidup kita. Mencintai Tuhan mendapatkan wujud yang sesungguhnya dalam cinta terhadap sesama.