Maafkan Dan Kasihilah Musuhmu
Oleh: Christian Siregar
Waktu saya mendengar kata ini, hati saya langsung berontak. Mengasihi musuh? Gila apa! Mengampuni saja sudah sulit, apalagi mengasihi musuh? Tapi kalimat itu baru sepenggal, belum selesai. Lanjutannya adalah, berdoalah bagi orang yang menganiaya kamu. Haaaahh!? Macam mana pula itu? Mendoakan sahabat masuk akal, sebab sahabat adalah orang yang berbuat baik kepada kita, mengerti kita dan membantu kita. Tapi musuh? Bukankah dia adalah orang yang kita benci karena telah berbuat jahat atau menyakiti hati kita? Bagaimana mungkin saya mengashi bahkan mendoakan demi kebaikan dia? Imposible.
Tapi kalimat itu diucapkan oleh sosok yang paling saya kagumi dalam hidup saya. Kalimat itu diucapkan oleh Tuhan Yesus, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” Matius 5:44-45 TB. Jujur sejujur jujurnya, ini tugas yang teramat berat. Sebuah perintah yang bersifat anomali bagi saya. Saya ingin menolaknya, tapi tidak bisa dan tidak mungkin menolak perintah Tuhan kan?
Lalu bagaimana cara agar saya dapat melakukannya? Lalu saya teringat kata-kataNya yang lain, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Matius 11:29 (TB). Perkataan ini bagi saya menjadi kata-kata kunci untuk bukan saja memaafkan tapi juga mengasihi musuh.
Mengasihi musuh adalah kuk yang dipasang Tuhan di atas Pundak tanggung jawab kita. Siapapun kita wajib hukumnya untuk mengampuni dan mengasihi sesama manusia, termasuk di dalamnya musuh kita. Bukan hanya dalam ajaran iman Kristen, di dalam Islam, sikap pemaaf yang harus dimiliki umat muslim secara tegas dijelaskan dalam firmanNya surat Al A’raf ayat 199, “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” Kita sebagai orang-orang yang berpengetahuan, beriman akan Allah jangan bertindak bodoh, mau dibodohi atau menjadi bodoh karena dipengaruhi untuk tidak sudi memaafkan musuh. Lakukanlah yang baik, berbuat baiklah (makruf). Lebih jauh dalam HR Bukhari dan Ad Dailami Rasulullah SAW bersabda, “Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada.” Jelas bagi Islam, sikap terbuka untuk memaafkan adalah bentuk keimanan yang paling utama bagi Allah. Selanjutnya dalam HR At Thabrani disebutkan, “Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah).” Jika kita memaafkan, maka Allahpun akan memaafkan. Doa setelah tobat nasuhah akan sia-sia jika kita tidak bersedia benar-benar memaafkan musuh. HR Al Anshari mengatakan, “Orang yang paling penyantun di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya,” Anugerah terbesar yang kita santuni kepada seorang musuh adalah ketika kita memberikan maaf kepadanya. Perbuatan memaafkan itu sekaligus juga menunjukkan kedewasaan iman dan kebesaran hati kita.
Mari kita terus mengasah keimanan kita dengan kerelaan mengasihi dan memberi maaf kepada sesama yang adalah musuh kita, bukan sekadar mematuhi perintah Allah, tetapi agar kehidupan yang kita jalani bersama juga menjadi indah adanya.