Kesenjangan Dalam Berbahasa Internasional di Indonesia

Oleh: Heru Widoyo

Indonesia menggaungkan namanya sebagai salah satu negara dengan segala pluralismenya. Media-media publikasi, baik nasional maupun internasional, menampilkan betapa kayanya multikulturalisme yang dimiliki Indonesia mulai dari 7000 pulau, 700 bahasa daerah, 1000 warisan budaya, dan seterusnya. Oleh karena letak geografisnya yang sangat strategis, Indonesia telah lama bersinggungan dengan budaya asing. Masyarakat Indonesia telah mengenal asimilasi dan akulturasi budaya sejak lama jauh sebelum adanya era globalisasi. Asimilasi budaya adalah peleburan antara dua kebudayaan sehingga nilai leburnya dapat disatukan menjadi kebudayaan yang baru, sedangkan akulturasi budaya adalah suatu proses masuknya kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu cepat atau lambat akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaan aslinya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. 

Globalisasi telah menjadi bagian dari era reformasi di Indonesia ini, terutama globalisasi budaya. Faktanya, Indonesia saat ini didominasi oleh generasi milenium dan generasi Z dengan persentase 27,94% atau kurang lebih sama dengan 29 juta jiwa. Dengan pergeseran budaya masyarakat ini, gaya hidup dan tren menjadi lebih maju dan modern. Kebudayaan asing menjadi lebih mudah masuk dan diterima, busana internasional menjadi lebih diminati, dan tentunya penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional menjadi semakin penting. Hal tersebut bukanlah sepenuhnya merupakan sesuatu yang negatif, melainkan keterbukaan Indonesia ini dapat menghadirkan peluang berprestasi generasi bangsa pada kancah Internasional. 

Anehnya, dengan pesatnya pengaruh globalisasi, masih banyak generasi muda Indonesia yang tertinggal oleh bahasa. Kebanyakan dari mereka tidak menguasai bahasa asing sama sekali. Menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari masih dipandang sebelah mata, seperti dikatakan tidak nasionalis, kebarat-baratan, ‘sok’, dan lain sebagainya. Padahal seharusnya generasi muda mulai berani menunjukkan perannya dalam globalisasi internasional. Kebanyakan dari generasi muda merasa bahwa dapat berbahasa asing dalam keseharian adalah sebuah priviledge yang tidak semua orang bisa miliki. Mungkin anak-anak dari lulusan sekolah internasional lebih berani untuk berbahasa asing daripada anak-anak yang bersekolah nasional. Hal ini tercipta karena kurikulum pendidikan yang sangat jauh berbeda antara kedua sekolah itu, kemudian terjadilah kesenjangan antara kedua lulusan sekolah tersebut. Lulusan sekolah nasional sukar bergaul dengan lulusan sekolah internasional, begitu juga sebaliknya, karena mereka kurang dapat berbicara bahasa satu sama lain. Lulusan internasional tidak lancar berbahasa Indonesia, sedangkan lulusan nasional tidak lancar berbahasa asing. 

Pemerintah, terutama kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) sebaiknya dapat mempersiapkan generasi muda yang memiliki kualitas internasional, yang mana salah satu skill utamanya adalah pandai berbahasa asing. Kebebasan berbahasa di masa globalisasi ini seharusnya sudah menjadi kebiasaan oleh masyarakat Indonesia. Negara-negara serumpun di sekitar Indonesia pun telah menerapkan itu. Bukan berarti hal ini mengurangi esensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Menteri pendidikan dan kebudayaan, Mohammad Nuh, mengatakan nasionalisme tidak ada kaitannya dengan penggunaan bahasa asing dalam pergaulan sehari- hari, bahkan para pendiri bangsa seperti Soekarno dan Hatta mempunyai kemampuan menguasai bahasa asing yang mumpuni. Memang menggunakan bahasa asing bukan berarti tidak mencintai bahasa nasional, di era globalisasi seperti sekarang mampu menguasai bahasa asing  dapat meminimalisir kesalahpahaman tentang budaya lain.  Sebagai contoh, Negara Filipina selain memiliki bahasa nasional Tagalog, mereka menjadikan bahasa inggris sebagai bahasa  nasional kedua sehingga masyarakat di Filipina lebih mudah untuk bersaing dengan bangsa lain karena sudah menerapkan salah satu bahasa internasional, yaitu Bahasa Inggris. Faktanya, berbahasa Inggris di masa kini telah menjadi tuntutan perkembangan zaman atau globalisasi.

Heru Widoyo