Kampus Harus Bebas Kekerasan Seksual
Oleh: Abby Gina
Indonesia darurat kekerasan seksual. Data Komnas Perempuan selama 5 tahun terakhir menujukkan bahwa angka kekerasan seksual secara konsisten naik setiap tahunnya. Kekerasan seksual adalah kekerasan dengan angka tertinggi kedua. Kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja, baik itu perempuan, laki-laki, orang dewasa, anak, lansia dan kategori lainnya, namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan data terpilah gender, mayoritas korbannya adalah perempuan. Kekerasan seksual juga terjadi di mana saja. Banyak mitos dalam masyarakat yang melihat bahwa kekerasan seksual hanya terjadi di luar rumah, di malam hari, di tempat sepi dan dilakukan oleh orang asing, tapi ternyata kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja dan pelakunya mayoritas adalah orang yang dikenal oleh korban.
Kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap orang. Kampus menjadi tempat manusia menimba ilmu dan belajar tentang nilai kesetaraan juga nilai kemanusiaan, tetapi ironisnya, sejumlah riset, survei, dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai instansi menunjukkan bahwa kekerasan seksual bertumbuh subur di dunia kampus. Lebih tragisnya lagi, sering kali kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus ditutup rapat-rapat dan tidak ada sanksi serius bagi pelaku. Sejumlah kasus yang ada menunjukkan bahwa kampus cenderung menutupi atau menyelesaikan isu kekerasan seksual dengan jalan kekeluargaan. Alasannya adalah demi nama baik kampus. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi, sebab mendiamkan kasus kekerasan seksual dan ketiadaan mekanisme yang jelas untuk memprosesnya adalah sebuah tindak ketidakadilan. Tentu ini tidak sesuai dengan visi-misi pendidikan yang seharusnya mencerdaskan dan memanusiakan manusia. Impunitas terhadap kekerasan di dunia kampus saja menciderai nilai-nilai HAM, menciderari cita-cita Pancasila dan juga visi-misi pendidikan itu sendiri.
Sebagai respons atas tingginya angka kekerasan seksual di kampus maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan komitmennya untuk menghapuskan segala tindak kekerasan di lingkungan kampus. Dengan terbitnya Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, diharapkan kampus menunjukkan komitmennya untuk menghapuskan kekerasan seksual. Peraturan ini diterbitkan sebagai alat rekayasa sosial, untuk mendorong lahirnya institusi pendidikan dan manusia-manusia yang memiliki kesadaran tentang penghargaan atas perbedaan, penghargaan atas otoritas tubuh dan kemartabatan manusia. Kebijakan ini diharapkan juga akan mengubah paradigma dan praktik kehidupan bersama di kampus menuju kehidupan yang baik. Jika sebelumnya kasus kekerasan seksual disimpan rapat demi menjaga “nama baik kampus” saat ini justru “nama baik kampus” dibuktikan dan dirawat dengan menunjukkan komitmen kampus mencegah dan merespons kekerasan seksual secara adil.
Alangkah menyedihkannya bila isu kekerasan seksual di kampus direspons secara seadanya dan asal-asalan. Padahal sejumlah riset, survei dan dokumentasi laporan menunjukkan bahwa kekerasan seksual di dunia kampus yang tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan kerugian besar bagi korban. Korban kekerasan akan mengalami kecemasan, ketakutan, merasa rendah diri, penurunan prestasi akademik dan beberapa di antaranya ada yang memutuskan berhenti kuliah. Hal ini menunjukkan bahwa isu kekerasan seksual
adalah kejahatan yang memberikan dampak serius bagi korbannya. Kekerasan seksual merenggut kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Maka dengan hadirnya Permen tersebut, kampus memiliki otoritas dan acuan baku untuk menegakkan keadilan dilingkungannya masing-masing. Dengan adanya peraturan tersebut, civitas academica diharapkan terproteksi dari praktik kekerasan seksual di kampus. Namun tentunya kesuksesan sebuah peraturan tidak dapat terlaksana begitu saja tanpa partisipasi dari setiap anggotanya. Oleh sebab itu, komitmen kampus bebas kekerasan seksual hanya dapat terwujud jika kita semua berpartisipasi di dalamnya. Kita semua dapat terlibat dengan melaporkan, mencegah dan mengintervensi segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi disekitar kita. (Abby Gina)