Kebijakan Proteksionis dalam Tatanan Internasional

Oleh: Isna Fachrur Rozi, M.Han, Binus Bandung

Dalam tatanan internasional, setiap negara cenderung bergerak berdasar pada kesadaran politik dan ekonominya. Kesadaran ini membawa berbagai organisasi ekonomi internasional seperti Bank Dunia, IMF, WTO, dan MNC semakin menjadi aktor yang signifikan di tengah menguatnya globalisasi. Sebaliknya, pemerintah negara dirasa makin berkurang kedudukannya sebagai aktor utama dalam pergaulan internasional. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya proses interaksi serta integrasi antar individu, perusahaan, serta pemerintahan dari berbagai negara. Proses interaksi serta integrasi ini didorong oleh perdagangan dan investasi internasional serta, didukung oleh perkembangan teknologi.

Kebijakan – kebijakan perekonomian terbuka setiap negara, baik domestik maupun internasional tentu menjadi sebuah konsekuensi logis dari perkembangan globalisasi itu sendiri. Pasca perang dunia kedua banyak negara yang sudah menerapkan sistem ekonomi pasar bebas, dengan cara meningkatkan secara besar – besaran potensi produksi negara dan menciptakan banyak peluang baru dalam perdagangan internasional serta investasi. Negara – negara baik secara bilateral maupun multilateral telah mulai menegosiasikan pengurangan berbagai hambatan perdagangan dan investasi demi membuka keran investasi sebesar – besarnya.

Dalam begitu banyak peluang baru pada pasar mancanegara itu, MNC yang datang dari negara dengan industri maju mulai merelokasi pabrik – pabrik mereka, melakukan produksi dan membuat aturan pemasaran dengan mitra lokal. Dalam struktur industri internasional, ribuan perusahaan raksasa mancanegara kemudian pada akhirnya, beroperasi di banyak negara.

Kemajuan di dalam teknologi informasi dan komunikasi ini memberikan dampak bagi para pelaku ekonomi baik itu konsumen, pencari kerja, pengerah tenaga kerja, dan kaum profesional. Perluasan cakupan dalam perdagangan menuju ranahan internasional memberikan banyak peluang kepada setiap elemen masyarakat untuk memperbaiki ekonomi mereka. Namun ada hal buruk yang terjadi, yaitu kebijakan negara yang buruk dapat membuat suatu negara atau mayoritas penduduknya terlantar khususnya, yang berada di pinggiran perekonomian dunia (periphery capitalism).

Dalam menanggulangi hal tersebut banyak negara mulai melindungi industri domestiknya dari pengaruh luar dengan menggunakan kebijakan proteksionisme. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh negara – negara berkembang, negara besar pun turut serta menggunakan kebijakan ini walaupun mereka memiliki ekonomi yang kuat.

Kebijakan ini apabila diaplikasikan kepada negara – negara besar akan sangat merugikan negara berkembang, karena banyak MNC yang berproduksi di negara berkembang, namun produk negara sulit masuk ke dalam negara besar. Walaupun WTO telah meregulasi tentang bagaimana perdagangan internasional dilakukan, namun diplomasi bilateral dan berbagai lobby informal antar negara masih memainkan peranan yang lebih penting didalamnya.

Tidak hanya itu saja, negara besar cenderung memiliki kuasa dalam menekan negara berkembang untuk dapat membuka barrier perdagangannya melalui beragam aspek seperti, politik. Terintegrasinya sistem ekonomi dunia beresiko untuk menciptakan krisis ekonomi yang berdampak luas. Apabila hal in terjadi, banyak pemerintah negara lebih memilih untuk mendukung para pekerja dan produsen lokal lewat pelaksanaan kebijakan proteksionis. Seperti yang dilakukan oleh beberapa negara termasuk negara anggota G20 yang sebelumnya berjanji untuk tidak melakukan hal tersebut, namun dalam perjalanannya, justru memberikan batasan terhadap perdagangan dan investasi internasional juga.

Hukum internasional memiliki kelemahan dimana ia memang berupa tatanan namun ia tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mekanisme yang efektif. Lebih lanjut, asas retroaktif dalam hukum internasional pun membawa kelemahan dalam cakupan tertentu. Beberapa fungsi dalam hukum internasional seperti reputation, reciprocity, dan retaliation dapat bekerja pada keadaan yang normal. Namun, apabila dalam situasi krisis dimana negara harus menjaga kepentingan nasionalnya, hukum internasional bisa saja tidak berlaku kecuali ada komitmen yang tulus dari setiap negara dalam menyelesaikan masalah melalui kerjasama.

Sumber

1. JG Starke,Pengantar Hukum Internasional

2. Hendra Halwani, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi

3. http://www.e-ir.info/2011/07/27/how-has-globalisation-changed-the-international-system/

4. www.e-ir.info/2012/02/07/the-role-of-international-organisations-in-world-politics/

Isna Fachrur Rozi, M.Han